Pendidikan bukan segalanya, tetapi dengan pendidikan kita bisa merubah segalanya. Itulah kalimat yang selalu saya ucapkan ke siswa. Utamakanlah pendidikan selagi muda. Sebagai guru tantangan yang kita hadapi semakin tahun semakin berat. Semakin tinggi teknologi semakin berat pula mendidik sikap moral dan karakter anak. Perlu disadari bersama, bahwa siswa yang datang kesekolah membawa pengetahuan, sikap (attitude), karakter, serta situasi kejiwaan yang beragam. Bahkan semua perilaku siswa sangat dipengaruhi oleh situasi kejiwaannya, yang umumnya sudah terbentuk dari lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam buku mental Hygiene, Dr. H. Syamsu Yusuf, LN. M.Pd, mengutip hasil penelitian Diana Baumrind (Weitoen & Lioyd, 1994 : 360) tentang pengaruh parenting styles terhadap perilaku remaja, yaitu : (1) remaja yang orang tuanya bersikap authoritarian, cenderung bersikap bermusuhan dan memberontak, (2) remaja yang orang tuanya permissive, cenderung berperilaku bebas (tidak terkontrol), dan (3) remaja yang orang tuanya authoritative, cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan, atau perilaku menyimpang (nakal) .
Sebagai pendidik saya sudah mengajar 15 tahun dan sudah meluluskan kurang lebih 3000 siswa. Pengalaman saya mengajar di SMA kecamatan yang agak minggir, rata-rata orang tua mereka bekerja di luar negeri, banyak yang broken home dan masih banyak lagi masalah yang lain. Bisa dibayangkan bagaimana kehidupan mereka, disaat mereka sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya , mereka tidak ada. Dari sekian banyak menanggani masalah siswa ada 2 siswa yang sangat menguras energy untuk menyelesaikannya. Butuh kesabaran dan ketelatenan yang luar biasa. Saya pernah menjadi wali kelas siswa yang bernama Aldo dan Danil. Anak ini luar biasa tingkahnya. Kepada guru Aldo berani, di kelas tidur, tidak mau mendengarkan dan mencatat, sering membolos. Seminggu menjelang UAN dia tidak masuk. Surat ijinya sakit, tetapi kata temanya dia bekerja di Warnet. Hari itu hujan deras sekali, langit mendung dan jalan tertutup air. Saya dan wakasek humas mendapat mandat dari Kepsek untuk mencari anak tersebut. Dengan mobil sekolah kami mencari-cari warnet tersebut dan berhasil menemukannya. Dengan hati-hati kami menemui pemilik warnet dan mendekati Aldo, agar tidak lari. Kami mengantarnya pulang untuk ganti sragam dan membawanya ke sekolah. Subhanalloh, ternyata setelah ditanya anak ini mengaku sejak kecil tidak ketemu bapaknya, meskipun bapaknya masih hidup. Ibunya bekerja diluar negeri dan dia hidup dengan ayah tiri. Akhirnya kami beri nasehat pelan-pelan, selamatkan dulu ujian biar dapat ijasah SMA. Kami menampungnya di rumah seorang guru dan membiayainya sampai UAN selesai. Itulah perjuangan dan perhatian seorang guru untuk menyelamatkan anak bangsa.
Lain lagi ceritanya dengan siswa yang bernama Danil. Mulai naik kelas 2 dia berubah. Tidak mau sekolah, diam di kamar. Orang tuanya pun tidak tahu masalahnya.Sudah 1 minggu tidak masuk. Akhirnya saya datang kerumahnya, dia bercerita kalau ada masalah dengan anak 1 kelas dan dia ingin pindah di kelas yang walinya saya. Oke saya setuju, asalkan bisa beradaptasi dengan kelas saya. Alhamdulillah selamat sampai naik di kelas tiga. Awal kelas 3 puncak masalah. Dia tidak masuk sekolah lagi, orang tuanya datang ke rumah sambil menangis. Katanya anaknya pergi dan tidak mau pulang lagi. Dihubungi tidak bisa, kalau orang tua telpon dimatikan. Setelah saya tanya ternyata ada ketidakcocokan antara sikap anak dan harapan orang tua. Saya berpesan kepada orang tuanya agar bersabar dan tetap mendoakan anaknya agar kembali lagi. Dan saya berjanji berusaha sekuat tenaga untuk mencarinya dan mengembalikan lagi ke sekolah. Saya telfon anak tersebut, saya tanya pelan-pelan, dimana dia berada karena orang tuanya sangat mengawatirkanya. Saya nasehati agar mau sekolah lagi. Dia jujur tinggal di rumah teman, dan tidak mau pulang sebelum bekerja. Saya nasehati lagi ,orang tuamu tida ingin kamu seperti itu. Setiap hari saya telpon tanya keadaanya. Sementara saya masih berusaha, guru BP sudah kasih deadline agar siswa ini dikeluarkan, karena sudah 1 minggu tidak masuk tanpa keterangan. Saya memelas memohon agar anak ini jangan dikeluarkan dulu, tunggu lagi beberapa hari smoga mau sekolah lagi. Saya berpendapat bahwa tugas kita mendidik (menservis), membawa siswa yang salah kejalan yang benar, membantu permasalahan siswa sampai tuntas tidak hanya mengajar. Tujuan orang tua menyekolahkan anaknya adalah agar anaknya menjadi lebih baik, bukan sebaliknya. Kalau sekolah mengeluarkan setiap anak bermasalah, kemana lagi mereka akan belajar menjadi lebih baik? Dengan kesabaran dan telaten David saya telpon lagi, saya arahkan lagi. Saya bilang , “Orang tuamu bersikap seperti itu karena kamu anak pertama yang sangat diharapkan keberhasilannya oleh ortumu. Pulanglah dan masuklah sekolah kembali, orang tuamu dan teman-teman menantimu”. Akhirnya setelah dia merenung dan meresapi nasehat saya, Alhamdulillah setelah 15 hari, dia mau masuk sekolah lagi. David terus masuk sekolah meski harus kecelakaan motor beberapa kali dan membuat lengan kanannya patah. Alhamdulillah semua terlewati dan tahun ini dia akhirnya lulus SMA. Orang tuanya senang bukan kepalang dan mengucapkan banyak terima kasih. Dua generasi bangsa telah terselamatkan. Dengan ketelatenan , kesabaran dan semangat pantang menyerah smoga kita masih mampu menyelamatkan lagi siswa-siwa yang bermasalah. Smoga secuil pengalaman ini bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H