Corona Mengikis Norma
Awal tahun 2020 masih kita ingat dalam benak kita, saat pertama kali ada berita tentang covid-19 atau kita mengenalnya sebagai corona. Negeri Tirai Bambu atau Tiongkok atau lebih dikenal dengan China adalah negara pertama yang mengkonfirmasi adanya wabah corona. Dimedia elektronik dan berbagai media sosial banyak beredar vidio-vidio yang menunjukkan orang-orang yang meninggal dijalanan karena corona. Begitu mengerikan bagi kita yang menontonnya, membayangkan seandainya corona benar-benar sampai ke Indonesia. Dalam perkembangannya Tiongkok memberlakukan lockdown atau penutupan total semua aktivitas masyarakat. Kita bertambah ngeri melihatnya. Seandainya terjadi di Indonesia, apa yang kita lakukan?, sanggupkah kita menghadapinya?
Apa yang kita khawatirkan ternyata terjadi juga. Pada tanggal 1 Maret 2020 kasus pertama corona di Indonesia di umumkan ke publik. Masyarakat menjadi semakin khawatir akan meluasnya penyebaran corona. Di Tiongkok saja dengan pemberlakuan lockdown yang begitu ketat ternyata masih terjadi penyebaran corona, apalagi di Indonesia yang kita tahu tidak begitu ketat atau tegas dalam penerapan peraturan. Saya sendiri merasakan kekhawatiran dengan perkembangan penyebaran corona. Apalagi begitu banyak atau hampir setiap saat kita menonton berita pasti tentang corona. Dan ternyata bukan hanya di Tiongkok tapi yang lebih mengerikan lagi yang terjadi di Eropa dan Amerika, apalagi di negara-negara Amerika bagian selatan banyak korban keganasan corona yang tergeletak di jalanan karena pemakaman sudah penuh.
Di Indonesia akhirnya diterapkan lockdown untuk menghindari penyebaran corona secara masiv. Semua kegiatan masyarakat dibatasi, tidak boleh berkerumun, harus pakai masker, sering cuci tangan pakai sabun, dan berbagai cara diterapkan untuk mencegah penularan corona. Di kampung-kampung jalan diportal, orang luar tidak boleh masuk dan orang dalam dibatasi keluar, jika tidak sangat penting tidak boleh keluar. Jika ada yang habis keluar masuknya harus disemprot disinfektan dulu biar tidak ada virus yang menempel.
Semua kegiatan masyarakat dibatasi, mulai dari kegiatan peribadatan, sekolah, perkantoran, industri dan acara-acara yang melibatkan orang banyak supaya ditiadakan dulu. Tidak boleh menggelar hajatan yang dihadiri banyak orang. Hanya sektor-sektor tertentu yang masih diperbolehkan beroperasi itupun dengan protokol kesehatan yang wajib dijalankan. Perlintasan perbatasan dan keluar masuknya orang asing ditutup, apalagi yang dari negara-negara yang sudah terkonfirmasi kasus corona pasti dilarang masuk ke Indonesia.
Dalam kegiatan peribadatan kita dibatasi tidak boleh ada kerumunan atau banyak orang. Misalkan bagi umat Islam, untuk sementara ibadah sholat berjamaah di ganti dengan sholat di rumah masing-masing. Semua masjid tidak boleh menggunakan karpet karena disinyalir virus corona bisa menular melalui perantara benda-benda yang dipakai secara bersama-sama. Kegiatan sholat jum'at sampai kegiatan tarawih dan sholat ied juga tidak di ijinkan.
Pada kegiatan sekolah juga dibatasi bahkan tidak dibolehkan kegiatan tatap muka di sekolah. Semua kegiatan sekolah dilakukan secara daring. Peserta didik dari tingkat Paud, TK, SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi semua belajar di rumah. Tidak ada lagi kegiatan belajar tatap muka disekolah-sekolah. Guru pun dibatasi dalam bekerja, bergantian bekerja dari sekolah dan bekerja dari rumah. Diberlakukan jadwal piket untuk semua pegawai pemerintah untuk mencegah semakin luasnya penyebaran corona.
Sebagai seorang pendidik saya merasakan banyak perubahan pada peserta didik saya setelah sekian lama diterapkan belajar di rumah, baik lewat belajar daring ataupun lewat pemberian tugas-tugas kepada peserta didik untuk dikerjakan dirumah. Kebanyakan dari mereka menjadi lebih sering bermain ponsel pintar, yang seharusnya untuk sarana belajar daring justru banyak digunakan untuk main game dan lain sebagainya. Mereka menjadi jarang bermain bersama teman-teman sebaya mereka.
Ketika mereka kesekolah untuk mengambil tugas BDR dan mengumpulkan tugas BDR yang telah dikerjakan, kami memperhatikan sikap mereka terutama kepada bapak/ibu guru. Ternyata corona telah banyak berpengaruh terhadap sopan santun mereka, terhadap sikap mereka. Misalkan sebelum corona jika bertemu dengan guru mereka akan mengucapkan salam, berjabat tangan, menyapa. Tapi setelah sekian lama mereka BDR, seolah corona telah mengikis norma pada mereka, norma kesopanan terutama. Apakah karena mereka terbiasa dengan cara belajar mereka selama BDR ataukah karena memang kondisi yang mempengaruhi mereka. Ini menjadi tugas yang mungkin akan sangat berat bagi guru untuk bisa mengembalikan lagi sikap dan norma peserta didik agar kembali baik seperti sebelumnya. Saat pembelajaran tatap muka sudah diperbolehkan, kami sebagai guru akan berusahan semaksimal mungkin untuk memulihkan kembali sikap dan perilaku peserta didik agar bisa lebih baik lagi, paling tidak bisa membiaskan kembali mereka untuk bersosialisasi, bekerjasama, dan berinteraksi dalam lingkungan sosial sehingga norma-norma dalam kehidupan ini bisa kembali mereka praktekan.
Itulah pandangan kami sebagai seorang pendidik yang merasa prihatin, karena corona ternyata berpengaruh luas dalam semua sendi kehidupan. Kita selalu berdoa dan berusaha semoga corona cepat bisa dikendalikan. Semua sendi kehidupan bisa kembali normal. Dan marilah kita dukung dan sukseskan program vaksinasi dari pemerintah untuk mengendalikan penyebaran corona. Semoga kita semua selalu dalam lindungan Alloh SWT dan selalu diberikan kesehatan, aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H