Lihat ke Halaman Asli

Tukang Parkir Juga Korupsi

Diperbarui: 29 Desember 2017   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sengaja menulis ini karena sudah gerah banget sama yang namanya tukang parkir, apalagi tukang parkir pinggir jalan. Sudah bukan rahasia lagi kalau parkir itu sering bawa masalah, terutama parkiran yang nggak pakai sistem loket.

Orang-orang teriak 'koruptor, koruptor'! pada wakil rakyat yang ketahuan korupsi. Bukannya masa bodoh ya, tapi kayaknya tindakan terhadap koruptor kelas teri kok kurang terdengar gaungnya, ya?

Jadi ceritanya, hari ini saya ngantar adik (laki-laki) ke Dispendukcapil Gresik untuk perekaman KTP-el (sengaja nyebut lokasi). Sebelum masuk gerbang, kami sudah diarahkan tukang parkir pinggir jalan untuk parkir disitu. Saya bilang ke adik, "Masuk aja. Ada kok parkiran di dalam", tapi ternyata lagi penuh dan kami diarahkan parkir di luar di pinggir jalan.

Aku sih aslinya males ya parkir disitu. Sudah tahu modus operasinya. Kita dikasih karcis. Disitu jelas tertulis kalau tarifnya seribu rupiah, karcis untuk pemilik kendaraan, dan habis parkir harus disobek.

Ya sudahlah kami masuk. Karena kurang jelas informasi tentang perekaman KTP-el, aku mulai emosi (he he) dan akhirnya pergi dari situ. Aku kasih uang ke si adik seribu rupiah, suruh dia yang kasih ke tukang parkirnya. Rasanya males aja berurusan sama orang macam mereka. Sementara karcis dari tadi aku bawa dan aku lipat dua.

Bahkan sebelum kami mencapai motor, tukang parkir itu mengikuti kami lalu bilang, "Dua ribu!", Karena aku lagi mode emosi, maka tak tanggung-tanggung aku langsung bilang, "Lho, bukannya seribu ya? Di karcisnya seribu."

Sudah kuduga orang itu kepalang basah, lalu minta karcis yang masih aku pegang. "Iya, ya udah sini karcisnya," katanya.

"Karcisnya kan buat pemilik motor," kataku tak mau kalah.

Suasana agak ribut, dan jadi tambah sedih dan kesel karena adikku ngambil karcis dari tanganku lalu dikasih ke tukang parkir. Masih jelas aku ingat si koruptor bilang, "Wes ta, kakean ngomong iki! (Sudahlah, banyak omong ini!)". Lalu ngacir. Dasar penakut, penipu! Sudah ketahuan jeleknya, reaksi penyelamatan pertama adalah menghina orang! Padahal saya menghina dia aja nggak!

Karena aku orangnya emosian, maka di perjalanan aku nangis. Aku bahkan berargumen sama si adik. Dia bilang dia rebut karcis dari aku biar suasana nggak tambah ramai. Takutnya jadi pusat perhatian orang. Biar saja. Mana peduli. Toh bukan aku yang salah. Lalu aku ngasih tausiyah ke dia tentang bagaimana sistem parkir harusnya bekerja. Bahwa tidak semua orang itu orang baik. Kita harus teliti dan waspada biar tidak dibodohi.

Bayangkan, dari satu orang dia bisa nipu seribu rupiah. Trus berapa banyak yang parkir disitu? Berapa jam dia kerja? Dan sudah berapa bulan dia kerja? Berapa uang yang berhasil dia dapat dari aktifitas menipu? Sungguh perbuatan jahat. Kalau ada kata 'koruptor', pikiran orang pasti langsung ke wakil rakyat yang ditangkap KPK. Hellloooo.... koruptor kenyataannya ada dimana-mana!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline