Lihat ke Halaman Asli

Bimsa

Pengarang Novel

Time For Us : Prolog

Diperbarui: 21 Januari 2020   10:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

"Kurasa matanya terlalu besar dan dagunya terlalu lancip. Atau badannya yang terlalu kecil ? bukankah karikatur seharusnya begitu. Hmm, coba aku gambar di sebelahnya.."

" Daf!, cepat kerjakan soalmu ! Ah, benar-benar, itu kertas buram nanti dikumpul loh, kenapa malah kau menggambar pria dengan wajah aneh ,"Raka membentak dengan suara tipis.

" Ha ??.."

Hari ini ulangan fisika pak Sulton, sepertinya baru beberapa hari kami masuk dan  diberi materi tentang kesetimbangan. Tiba-tiba saja hari ini kami dibagikan selembar, maksudku dua lembar berisi soal essai sebanyak sepuluh soal. Dan satu lagi, selembar kertas buram untuk coretan  menghitung, yang baru saja aku isi dengan gambar karikatur seorang guru. Tapi apa kami sungguh-sungguh harus mengumpulkan lembar coretan itu ? sepertinya harus, tapi aku tidak peduli. Coba lihat mereka, membalikkan lembaran soal itu seolah mereka mengerti atau dia yang duduk di bangku belakang. Sambil mengeluarkan kertas kecil dari sakunya dan diletakkan di balik lembar soal. Aku curiga dengan kertas itu. Hingga... ah, aku ingin seperti Tomo, dia tidur dengan baik bahkan di saat ulangan seperti saat ini. Dan aku.. tidak mengerjakan satu soalpun dengan baik, malah menggambar di saat ulangan.

Aku benar-benar tidak suka soal essai apalagi untuk pelajaran menghitung. Sungguh. Kenapa tidak pilihan ganda coba. Aku bisa memilih sesukaku  atau terkadang melempar penghapus bertuliskan huruf untuk menentukan pilihan jawaban. Lembar jawabanku masih bersih. Ingin rasanya aku menoleh ke belakang melihat jawaban Salsa yang.. sial, benar-benar panjang. Kucoba Raka, sebelahku. Belum saja aku melihat jawabannya, tiba-tiba pak sulton berlagak batuk dan membuatku langsung diam kembali ke posisi duduk dengan tenang sambil melihat soal seolah mengerti. Hampr saja. Kami tau apa yang akan terjadi kalo kami ketahuan nyontek apalagi oleh Pak Sulton, tapi itu tidak masalah jika tidak ketahuan. Kurobek sedikit kertas buramku dan kutulis " Rak, nyontek " kemudian kulempar ke meja Raka. Dia melihatku yang nyengir dengan wajahnya yang datar.

Suara kipas angin di depan kelas terdengar jelas bahkan suara jam dinding terdengar begitu keras apalagi saat ulangan seperti ini. Selain keras, dia seolah berjalan semakin cepat. Suasana kelas ini sungguh hening dari biasanya, dimana membuat suara guru yang mengajar di kelas sebelah terdengar jelas sekali siapa yang sedang mengajar. Bu Is, tapi aku tidak mau membicarakannya. Aku kembali membalikkan soalku, melihatnya dan berpikir, apa aku sungguh mempelajari ini semua. Dan kenapa Raka lama sekali membagi jawabannya. Kulihat dia sepertinya hampir dan kusenggol lengannya hingga dia yang akhirnya melempar kertas kecil tadi. Benar-benar seperti suara surga. Kulihat jam di depan yang ternyata menyisahkan lima belas menit lagi untuk dikumpul. Jangan panik, meski hanya lima menit saja aku bisa, bisa menyalin jawaban Raka dengan cepat. Segera kubuka kertas kecil tadi dan menyalinnya di lembar jawabanku yang sejak  tadi masih kosong. Tapi tidak dengan kertas buramku yang sudah penuh dengan gambar yang kubuat selagi menunggu jawaban. Sungguh, aku akan mengisi kertas buramku di ulangan pelajaran lain dengan baik. Mengisinya dengan gambar yang lebih menarik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline