Laut China Selatan merupakan salah satu Kawasan paling strategis di dunia. Laut China sendiri dianggap sebagi perairan yang sangat potensial karena didalamnya mengandung gas alam dan minyak bumi. Tidak hanya itu, Kawasan ini juga menjadi jalur perdagangan global dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi. Maka dari itu, menjadikan wilayah tersebut diperebutkan negara-negara disekitarnya.
Sengketa laut china Selatan melibatkan negara-negara di ASEAN (Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei) dengan Tiongkok dan Taiwan atas klaim tumpang tindih di Kawasan tersebut. Tiongkok mengkalim hampir seluruh wilayah di laut china selatan berdasarkan Nine-Dash Line. Klaim ini bertentangan dengan Hukum Internasional yang berkaitan dengan batas-batas wilayah pada United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Konflik ini tidak hanya menantang stabilitas kawasan, tetapi juga menguji kemampuan ASEAN sebagai organisasi regional dalam menyelesaikan sengketa secara damai.
Upaya ASEAN Melalui Mekanisme institusionalisasi
ASEAN telah lama berupaya menyelesaikan sengketa Laut China Selatan dengan pendekatan institusionalisasi. Mekanisme ini bertujuan mengelola konflik melalui perjanjian, dialog, dan kerjasama multilateral yang difasilitasi oleh organisasi regional.
1.Declaration on Conduct of Parties in the South China Sea (DOC)
ASEAN dan Tiongkok menyepakati Declaration on Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) pada tahun 2002. Tujuan deklarasi ini dibuat adalah untuk mengatur tingkah laku para pihak dalam menjaga kondusifitas di Kawasan Laut China Selatan terutama dalam hal pengelolaan sumber daya alam. DOC merupakan komitmen para pihak yang bersengkata di Laut China Selatan untuk saling menghormati dan menahan diri untuk tidak menimbulkan tindakan-tindakan yang agresif dan mengancam di Kawasan tersebut. Faktanya, China melakukan banyak Tindakan agresif yang memancing adanya konflik di Kawasan Laut China Selatan, ini menggambarkan bahwa DoC belum efektif untuk mengatur para pihak sehingga berimplikasi dalam memengaruhi kemampuan para pihak lain untuk dapat mengelola sumber daya alam. DOC menjadi langkah awal dalam mengelola sengketa Laut China Selatan secara multilateral, meskipun sifatnya tidak mengikat secara hukum.
2.Code of Conduct (CoC)
Code of Conduct (COC) merupakan dokumen yang dinegosiasikan antara ASEAN dan Tiongkok untuk menetapkan aturan, norma, dan prinsip dalam mengelola aktivitas di Laut China Selatan. Tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan, mencegah konflik, dan mempromosikan stabilitas di wilayah yang menjadi sengketa multilateral ini. COC merupakan kelanjutan dari Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC) yang disepakati pada tahun 2002. Berbeda dengan DOC yang bersifat tidak mengikat, COC dirancang agar memiliki kekuatan hukum yang lebih kuat dan lebih spesifik dalam mengatur perilaku di kawasan tersebut.
3.Penguatan ASEAN Regional Forum (ARF)
ASEAN Regional Forum berusaha memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik Laut China Selatan yang terjadi di antara China dan negara-negara di Asia Tenggara. ARF memfasilitasi inisiatif untuk membangun kepercayaan di antara negara-negara yang bersengketa, seperti latihan militer bersama, kerja sama dalam keamanan maritim, dan pertukaran informasi. Tidak hanya itu, ARF menjembatani penyelesaian konflik Laut China Selatan melalui diplomasi preventif melalui KTT dan proses implementasi pembentukan DoC melalui CoC. Dalam pertemuan ARF, para anggota terus menegaskan pentingnya menghormati hukum internasional, termasuk United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, sebagai kerangka kerja utama dalam menyelesaikan sengketa Laut China Selatan. ARF menjadi platform penting bagi ASEAN untuk melibatkan mitra eksternal, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, dalam diskusi keamanan maritim. Forum ini membantu membangun kepercayaan antarnegara melalui mekanisme confidence-building measures (CBM).
4.United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)
UNCLOS merupakan rezim hukum dan tata tertib yang menyeluruh di lautan dunia, selain itu menetapkan dan mengatur semua pengelolaan laut dan sumber daya di dalamnya. Dalam konteks Laut China Selatan, UNCLOS berperan penting dalam memberikan dasar hukum untuk mengelola klaim teritorial dan menyelesaikan konflik antara negara-negara ASEAN dengan Tiongkok. UNCLOS mengatur hak atas landas kontinen, termasuk wilayah laut di luar ZEE, jika suatu negara dapat membuktikan bahwa landas kontinen tersebut merupakan kelanjutan alami dari wilayah daratnya. Negara-negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei menggunakan UNCLOS untuk mendukung klaim mereka terhadap area yang berada dalam ZEE mereka, yang seringkali tumpang tindih dengan klaim Nine-Dash Line milik Tiongkok.
Hasil dan Tantangan penyelesaian sengketa Laut China Selatan menggunakan mekanisme institusionalisasi :
1.Hasil
Hasil positif dari penyelesaian sengketa Laut China Selatan menggunakan mekanisme institusionalisasi adalah upaya ini membantu mencegah eskalasi konflik bersenjata meskipun ketegangan tetap ada, ASEAN menyediakan ruang untuk dialog yang melibatkan semua pihak, termasuk negara besar seperti Tiongkok dan Amerika Serikat, selain itu dukungan terhadap UNCLOS memperkuat posisi negara-negara ASEAN dalam menghadapi klaim Tiongkok.
2.Tantangan
Adapun tantangan yang dihadapi ASEAN adalah lambatnya proses CoC menunjukkan sulitnya konsesus antara ASEAN dan Tiongkok. Tidak hanya itu, Tidak semua negara ASEAN memiliki kepentingan yang sama dalam sengketa ini, sehingga mempersulit posisi kolektif ASEAN.
Sengketa Laut China Selatan menunjukkan kompleksitas konflik kedaulatan di kawasan Asia Tenggara. Melalui mekanisme institusionalisasi, ASEAN berusaha menjadi mediator yang efektif dengan memanfaatkan prinsip dialog damai, kerangka kerja multilateral, dan hukum internasional.
Meskipun hasilnya belum sepenuhnya memuaskan, pendekatan ini berhasil mencegah konflik bersenjata dan memperkuat posisi hukum negara-negara ASEAN. Ke depannya, keberhasilan ASEAN dalam menyelesaikan sengketa ini akan bergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk mempercepat implementasi COC dan mempertahankan solidaritas di tengah tekanan geopolitik yang semakin besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H