Lihat ke Halaman Asli

Indonesia Tingkatkan Kesiapsiagaan Hadapi Bakteri Pemakan Daging

Diperbarui: 22 Juli 2024   02:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribunnews.com

Jakarta, 18 Juli 2024 - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah meningkatkan kewaspadaan terkait wabah bakteri pemakan daging yang sedang melanda Jepang. Meskipun hingga saat ini belum ada laporan kasus serupa di Indonesia, langkah waspada tetap diambil untuk mencegah potensi penyebaran bakteri ini.

Dalam wawancara yang dilakukan di Puskesmas Kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan, dr. Muhammad Faris Rizqhilmi dan dr. Narumi Anastasya Kakiuchi menjelaskan langkah-langkah konkret yang telah diambil oleh Kemenkes.

“Dari Kemenkes untuk saat ini hanya mengambil langkah waspada saja. Jadi meningkatkan kewaspadaan terkait adanya wabah bakteri pemakan daging di Jepang, karena memang di Indonesia secara kasus masih sangat jarang. Makanya Indonesia seperti negara-negara lain mengambil sikap waspada saja, tapi tidak ada pembatasan turis dari Jepang atau semacamnya,” jelas dr. Faris.

Mengenal Bakteri Pemakan Daging
Bakteri pemakan daging, yang dalam istilah medis dikenal sebagai Streptococcal Toxic Shock Syndrome (STSS), dapat menyebabkan infeksi berat yang mengancam nyawa. 

Bakteri penyebabnya, yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes, sebenarnya merupakan flora normal pada kulit manusia. Namun, dalam kondisi tertentu, seperti luka yang tidak ditangani dengan baik atau daya tahan tubuh yang menurun, bakteri ini bisa menyebabkan infeksi sistemik yang parah. 

“Sebetulnya si bakteri penyebab penyakit ini sudah ada di setiap orang. Memang dia merupakan bakteri normal di kulit, cuma memang pada beberapa kondisi dia bisa menyebabkan penyakit. Salah satunya penyakit ini yang disebabkan oleh bakteri pemakan daging,” tambah dr. Faris.

Langkah-Langkah Pencegahan
Kemenkes telah memberikan instruksi kepada seluruh puskesmas untuk melakukan tracing penyakit menular dan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang risiko dan pencegahan infeksi bakteri ini. 

“Kemenkes kan membawahi berbagai fasilitas kesehatan dalam berbagai tingkat. Tentunya untuk upaya preventif dan juga promotif kesehatan yang paling berperan adalah puskesmas, pusat kesehatan masyarakat. Tentunya upaya yang sudah dilakukan dari Kemenkes dengan memberikan instruksi kepada terutama puskesmas untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait dengan kondisi penyakit yang bisa disebabkan oleh bakteri pemakan daging,” jelas dr. Narumi.

Edukasi yang diberikan meliputi penjelasan tentang bakteri pemakan daging, faktor risiko, serta penanganan awal yang tepat. Salah satu faktor risiko utama yang disoroti adalah penggunaan pembalut dengan daya serap tinggi yang dipakai dalam waktu terlalu lama, yang dapat meningkatkan risiko infeksi STSS. 

“Misalnya salah satu faktor risiko terjadinya STSS ini adalah penggunaan pembalut yang memiliki daya serap tinggi dan dia dipakai dalam waktu yang di luar batasan seharusnya. Pembalut itu kan paling tidak hanya dipakai 4-6 jam kurang lebih seharinya. Nah itu ada beberapa orang yang dia mungkin ingin hemat atau gimana dibiarkan pembalutnya ini sampai seharian penuh. Nah itulah yang menjadi faktor risiko terjadinya si STSS ini,” tambah dr. Narumi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline