Lihat ke Halaman Asli

Hany Ferdinando

TERVERIFIKASI

Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Menimbang Kebutuhan dan Keinginan, Bagaimana Menyikapinya?

Diperbarui: 4 Januari 2020   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dimodifikasi dari https://www.flickr.com/photos/wolfgangkuhnle/4635904427

Seorang ibu curhat tentang permintaan anaknya yang duduk di bangku SMA. Si anak perlu komputer (laptop) dan ibunya bersedia membelikan. Sampai di sini tidak ada masalah. Konflik mulai muncul tatlaka bicara mengenai angka. Si anak minta laptop dengan spesifikasi yang cukup tinggi sehingga berbanding lurus dengan harganya. Pertanyaannya adalah salahkah permintaan si anak?

Seorang teman mengeluh karena ibunya minta dibelikan HP yang baru karena smartphone yang dipakai saat ini lambat. Menurut ibunya, HP lambat karena memorinya kurang besar. Selain itu, sang ibu juga berkata bahwa HP-nya sudah agak ketinggalan jaman. Selidik punya selidik, ternyata HP tersebut keluaran tahun lalu, jadi maksimal usianya 2 tahun. Ada yang salahkah?

Tetangga bercerita kalau ia butuh uang untuk membeli ban untuk mobil pick up yang dipakai untuk bekerja. Alasannya, uang yang dialokasikan telah digunakan untuk membeli HP baru untuk anaknya. Setahu saya, HP anaknya masih cukup baik. Walaupun ada sedikit pecah layarnya, tetapi secara fungsi masih OK. Bahkan HP tersebut sudah menggunakan teknologi 4G. Si anak berjanji untuk memberikan HP lamanya ke ayahnya, tetapi setelah mendapat HP yang baru, niat tadi dibatalkannya.

Saya punya teman SMA dari keluarga berada, tetapi ketika ulangan selalu ribut untuk meminjam kalkulator dari teman di kelas lain. Bahkan saat mengerjakan soal di kelas pun, dia sibuk mencari pinjaman yang oleh pemiliknya juga sedang digunakan. Suatu saat saya iseng bertanya, mengapa dia tidak membeli saja kalkulator untuk dirinya sendiri. Jawabannya singkat, padat, dan membingungkan! "Ayahku bilang, nanti tunggu edisi yang lebih bagus dari sekarang", demikian jawabnya.

Hati manusia diciptakan lebih besar dari dunia ini

Saya teringat guru agama Kristen di SMA yang berkata bahwa hati manusia diciptakan lebih besar dari dunia ini. Artinya, walaupun dia sudah mendapatkan semuanya, maka hatinya masih belum puas. Hmmm... bener juga, saya pikir. 

Manusia punya keinginan dan itu wajar. Keinginan yang ada dalam diri manusia itu akan memberikan motivasi untuk meraih sesuatu. Motivasi ini yang membuat manusia terus berpikir, berjuang, tidak mudah menyerah, dkk. Memang, motivasi tidak hanya muncul karena keinginan, tetapi saya mau mengatakan bahwa keinginan bisa dipakai untuk memotivasi orang lain dan diri sendiri.

Lalu, bagaimana mengisi kekosongan dalam hati manusia? Sederhana! Mereka yang percaya bahwa Tuhan berdaulat dan berotoritas akan merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Orang yang bersyukur dengan apa yang dimilikinya, tidak akan mengomel dengan apa yang tidak dimilikinya.

Berkaca dari kasus-kasus di atas, maka keinginan yang ada dalam hati itu bisa memberikan motivasi untuk mengerjakan sesuatu, entah benar, entah salah. Misalnya, orang memutushkan untuk menabung hasil kerjanya untuk membeli apa yang diinginkannya. Ini sebuah keputusan yang baik. Namun, ketika orang memutuskan untuk mencuri supaya keingiannya terpenuhi, maka Anda bisa menilai sendiri.

Keinginan vs. kebutuhan

Sebenarnya, inti permasalahan kasus di atas terletak di antara keinginan dan kebutuhan. Keinginan manusia tidak terbatas dan ini cocok dengan apa yang diucapkan guru SMA saya di atas. Seorang anak SD pun, ketika ditanya smartphone apa yang diinginkannya, pasti menyebutkan model terakhir yang harganya melebihi harga laptop kelas menengah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline