Dalam pengamatan saya, kata 'jujur' lebih banyak dibicarakan di seputar pemilu daripada unas. Apakah ada perbedaan? Seharusnya tidak! Mengapa 'seharusnya'? Bukankah jujur adalah harapan semua orang tua terhadap anaknya? Entah si anak sudah cukup tua, bahkan masuk usia pensiun, maupun saat masih bersekolah.
Saya yakin semua orang tua ingin anaknya jujur. Saya bahkan berani mengatakan, bahwa orang tua yg normal mau anaknya jujur. Namun, apakah tuntutan orang tua terhadap anak sejalan dengan perilaku orsng tua sehari-hari? Ini yg menjadi misteri besar.
Mengapa untuk dua peristiwa nasional ini bisa muncul standar ganda?
Kejujuran di sekolah
Dalam unas, siswa diminta jujur dalam mengerjakan soal ujian tetapi banyak cerits tentang kerja sama antar sekolah untuk 'membiarkan' siswa berlaku tdk jujur saat unas. Benarkah? Saya tidak tahu...
Saat guru mengadakan ulangan harian, siswa diawasi dengan ketat. Tdk ada seorang guru pun yg membiarkan siswanya menyontek. Kejujuran menjadi sesuatu yg luar biasa penting. Sekolah wajib menjujung tinggi kejujuran. Ada 'hukuman' bagi mereka yang tidak jujur.
Tahukah Anda, bahwa biaya yg dikeluarkan untuk memastikan evaluasi belajar berlangsung dengan jujur nilainya cukup besar? Saya pernah membuat perhitungan ini dan mempresentasikan hasilnya dalam kongres pendidikan untuk dunia teknologi di bawah UNESCO (UNESCO international congress on engineering education) di Wismar, Jerman, pada tahun 2000.
Walaupun secara porsi masih kecil, tetapi nilainya cukup fantastis karena bisa memberikan beasiswa selama 1 semester untuk 10-20 mahasiswa. Ini menunjukkan ada harga yg harus dibayar untuk sebuah kejujuran.
Apakah guru/dosen (termasuk saya di dalamnya) sudah benar-benar menjujung tinggi nilai kejujuran? Bagaimana guru/dosen bisa menuntut kejujuran dari peserta belajar jika dirinya sendiri tidak menjaga hidupnya?
Kejujuran di rumah
Adakah orang tua yg mau dibohongi anaknya? Tidak ada! Semua orang tua menuntut anaknya jujur dalam segala hal. Ketahuan berbohong bisa fatal akibatnya.