Lihat ke Halaman Asli

Hany Ferdinando

TERVERIFIKASI

Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Mempromosikan "Gender Awareness" di Tempat Umum

Diperbarui: 2 Maret 2017   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Doc. pribadi

Setelah menyelesaikan conference yang saya ikuti di Porto, saatnya untuk meninggalkan kota yang merupakan salah satu dari kota tujuan wisata di Eropa ini. Terpampang di papan informasi bahwa pesawat saya mengalami keterlambatan selama 25 menit. Rasanya mau marah tetapi kalau dipikir-pikir bukankah lebih baik terlambat daripada mengalami kecelakaan? Selain itu, menunggu 25 menit masih lebih baik daripada beberapa jam.

Di masa penantian itu saya berjalan ke kamar mandi. HIV (hasrat ingin vivis) harus segera disalurkan. Situasi di bandara Francisco Sá Carneiro cukup ramai sehingga saya harus berhati-hati jangan sampai melewati lorong yang menuju kamar mandi. Saat menemukan papan yang mengarahkan saya untuk berbelok, saya langsung berbelok dan tidak melihat hal yang unik. Nah, saat berjalan di lorong itu, di lantai saya melihat stiker besar yang ditempel di lantai untuk membantu pengunjung seperti saya yang baru pertama kali ke toilet di bandara ini.

Gambar yang biasanya terlihat adalah kotak yang paling atas. Jelas sekali maksudnya, bahwa toilet tersedia untuk P dan L, maksudnya Perempuan dan Laki-laki, bukan Pria dan Laki-laki. Gambar yang di tengah boleh dibilang sebagai gambar baru karena kepedulian kita terhadap saudara-saudara kita kaum difabel (sebenarnya saya kurang suka dengan istlah ini tetapi mohon maaf karena belum menemukan kata yang tepat) mulai ditumbuhkan. Banyak tempat yang memasang gambar tersebut, tidak hanya untuk toilet tetapi juga untuk lift, pintu masuk, pedestrian, dll. Oleh karena gambar ini sudah agak lama muncul, maka bolehlah kalau kita menyebutnya sebagai gambar yang agak lama.

Gambar yang paling bawah sebenarnya juga bukan gambar yang asing. Ini terkait dengan informasi bahwa toilet tersebut juga menyediakan tempat untuk orang tua mengurus bayinya. Hanya saja, gambar yang ditunjukkan biasanya adalah yang di sebelah kiri. Dulu, gambar seperti ini juga tidak umum ditampilkan. Saat kepedulian terhadap kebutuhan ini muncul, barulah orang menyediakan tempat untuk merawat anak.

Satu yang unik dari gambar di kotak paling bawah tersebut adalah gambar yang di sebelah kanan. Ini kali pertama saya menyaksikan ikon tersebut. Kotak paling bawah dengan jelas membedakan bahwa ada ternyata toilet tersebut menyediakan tempat untuk merawat anak yang terpisah jika sang perawat itu wanita atau pria. Menurut saya ini sebuah terobosan. Dalam hal apa?

Bandara di kota kedua terbesar setelah Lisbon ini mencoba menunjukkan bahwa urusan anak bukan melulu urusan perempuan. Laki-laki juga bisa dan harus terlibat. Bagaimana jadinya kalau sebuah keluarga melakukan perjalanan dengan membawa bayi kembar dan semua perlu segera mendapatkan perawatan karena alasan tertentu? Di Indonesia, saya melihat bahwa hal ini sebagian besar dilakukan oleh ibu atau baby sitternya. Keterlibatan para ayah bisa dibilang kecil, walaupun memang ada. Namun, ini jadi masalah karena biasanya tempat yang disediakan hanya untuk kaum perempuan. Bagaimana jadinya kalau ada seorang pria yang ikut masuk ruangan itu dan mengurus anaknya? Baru masuk saja banyak ibu yang sudah berteriak, jadi dia akan langsung keluar tanpa bisa berbuat apa-apa.

Kita sudah sangat terbiasa dengan pandangan bahwa urusan anak adalah urusan wanita, bisa ibu, nenek, kakak perempuan, tante, sampai dengan baby sitter (yang juga wanita). Masih banyak kaum pria yang merasa bahwa gengsinya turun saat mengurus anak atau mengerjakan hal-hal yang biasanya dilakukan kaum wanita. Ini merupakan salah satu PR besar pendidikan di Indonesia, bagaimana mengajar anak laki-laki bahwa mengurus anak bukanlah hal yang memalukan. Kurikulum seperti ini memang bisa dimasukkan, tetapi efektvitasnya tetap jadi tanda tanya besar, sama halnya dengan pengenalan tentang berlalu lintas oleh Polisi. Ketidakefektifan ini terjadi justru di keluarganya. Anak yang sudah belajar tentang prinsip kesetaraan gender di sekolah sering tidak melihatnya di dunia nyata, terutama di rumahnya sendiri.

Jadi, sebaik apa pun kurikulumnya, itu tidak akan menjamin keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Perlu ada campur tangan dari orang tua dan masyarakat. Apa yagn saya lihat di bandara kota yang terletak di muara sungai Douro ini sungguh merupakan salah satu promosi yang menarik.

Saat saya akan memasuki toilet untuk pria, tentu saja, saya sempat melihat seorang bapak yang sedang mengurus anak perempuannya yang saya kira berusia 3 tahun. Wow, ternyata ada yang pakai juga. Ini menarik sekali karena kebanyakan orang enggan membuat tempat seperti itu dengan alasan tingkat utilitasnya rendah. Namun, untuk sesuatu yang baik, bukankah kita perlu melakukannya? Memang tidak serta merta orang akan menggunakannya tetapi paling tidak ini memberikan sebuah pembelajaran kepada masyarakat bahwa urusan anak bukanlah urusan wanita melulu.

Semoga tempat seperti itu bisa terwujud di Indonesia. Salam kompasiana dari Porto!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline