Lihat ke Halaman Asli

Hany Ferdinando

TERVERIFIKASI

Penikmat buku dan musik yang suka tentang teknologi, psikologi, pendidikan, flora dan fauna, kebudayaan, dan hubungan antar manusia.

Berderap, Berirama, dan Berokestra untuk Pendidikan di Indonesia

Diperbarui: 24 Mei 2016   16:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://trtpost-wpengine.netdna-ssl.com/files/2015/11/shutterstock_116664571-680x400.jpg

Jika Anda bertanya kepada seseorang secara acak tanpa memandang latar belakangnya terkait dengan pentingnya pendidikan, maka sebagian besar akan menjawab bahwa itu penting. Namun, jika pertanyaan dilanjutkan dengan kontribusi apa yang telah diberikan terkait dengan pendidikan, maka sebagian kecil masih belum dapat menunjukkannya.

Apa artinya? Banyak orang terkesan peduli dengan pendidikan di Indonesia tetapi tidak menunjukkan kepedulian itu dalam karya nyata. Ada orang yang tidak tahu bagaimana ia dapat berkontribusi. Sebagian yang lain merasa cukup nyaman dengan mengatakan bahwa mereka peduli tanpa perlu memberikan sesuatu yang bermanfaat. Kelompok yang lain merasa bahwa pendidikan adalah tanggung jawab guru dan pemerintah. Bagaimana dengan Anda?

Mari kita menengok sistem pendidikan di Finlandia, yang menurut Anies Baswedan di Kompas 1 Desember 2014 merujuk pada konsep pendidikan Taman Siswa Ki Ki Hadjar Dewantara. Mengapa Finlandia? Negara berpenduduk sekitar 5,5 juta jiwa (kira-kira setara dengan penduduk Surabaya) dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik. Banyak blog menuliskan bahwa siswa di Finlandia tidak ada PR dan jam sekolah pendek tetapi menunjukkan hasil yang memuaskan berdasarkan survei yang dilakukan PISA (Program for International Student Assessment). Koq bisa ya? Itu karena informasi yang diberikan tidak lengkap....

Mengenal Sistem Pendidikan di Finlandia

Pendidikan anak di salah satu negara Skandinavia ini dimulai dari keluarga karena anak baru boleh masuk Päiväkoti (program day care) setelah berusia 3 tahun. Dengan demikian, keluarga menjadi tempat pertama seorang anak belajar. Finlandia memiliki sistem jaminan sosial yang bernama KELA, salah satunya diberikan kepada keluarga. Sistem jaminan sosial ini memungkinan seorang ibu berkonsentrasi mengurusi anaknya tanpa harus pusing memikirkan pendapatan untuk menunjang hidup. Hal ini tidak hanya berlaku untuk ibu, karena sistem juga memberikan peluang untuk para ayah. Setelah 3 tahun, anak siap masuk Päiväkoti yang tidak dipungut biaya. 

Anak masuk SD saat berusia 7 tahun (ini bisa dianggap sebagai bencana bagi orang tua di Indonesia karena berbagai macam alasan) terkait dengan tingkat kematangan seorang anak. Jadi, jangan berharap bisa memasukkan anak ke SD sedini mungkin. Pendidikan dasar ini berlangsung 9 tahun dan seorang anak bisa memilih masuk ke SMA atau SMK, seperti di Indonesia.

Sistem pendidikan di negara dengan musim dingin yang panjang ini sangat menekankan pada interaksi anak dengan lingkungan. Setiap hari, anak-anak di Päiväkoti akan dibawa keluar berjalan-jalan sambil belajar tentang alam. Saat turun main di sekolah, anak-anak harus keluar ke halaman sekolah dan bergerak. Mereka juga memiliki pergumulan yang tinggi terkait dengan gadget yang dibawa anak ke sekolah. Saat bermain di halaman, pasti ada beberapa guru yang mengawasi dan memperhatikan anak-anak. Turun main ini dilakukan setiap 45 atau 90 menit. Jadi, dalam rentang waktu 8.15 s/d 14.15, seorang anak kelas 3 akan mendapatkan 3 kali waktu istirahat ditambah dengan jam makan siang (yang disediakan sekolah).

Sekolah tanpa PR? Hmmmm... PR tetap ada tetapi tidak terlalu banyak. Biasanya PR dapat diselesaikan dalam waktu 1 jam atau kurang. Semakin tinggi kelas seorang anak, PR jelas semakin banyak dan menuntut pembagian waktu yang baik agar dapat diselesaikan.

Di negara yang sebagian besar wilayahnya diselimuti hutan ini, Anda tidak akan menemui bimbingan belajar atau les mata pelajaran di sekolah. Apa yang diperoleh anak di sekolah sudah cukup. Guru memberikan porsi belajar sesuai dengan kemampuan anak sehingga anak tidak tertekan tatkala ia merasa ketinggalan dari teman-temannya. Sebaliknya, anak juga tidak merasa bosan ketika ia sudah mengerti materi tersebut karena guru akan memberikan soal yang lebih menantang. Jadi, anak dilatih untuk bersaing dengan dirinya sendiri, bukan dengan orang lain.

UNAS di Finlandia hanya dialami saat seorang anak di jenjang SMA atau SMK. Tidak ada UNAS untuk SD dan SMP. Siswa melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya berdasarkan evaluasi terhadap jenjang pendidikan sebelumnya.

Sistem penilaian di rapor mungkin akan membuat banyak orang tua di Indonesia tidak puas. Hingga kelas 4 SD, rapor anak masih berupa deskripsi. Selain itu, sekolah juga tidak membuat ranking, bahkan untuk tingkat SMA/SMK.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline