Ilmu ekonomi mengajarkan nalar akal diatas segalanya, tapi seorang santri memandang barokah Kyai lebih utama. Kyai memberi hukuman bagi santri yang melanggar aturan semata untuk mengasah hati santri dengan praktik keikhlasan. Kyai-Santri hanya akan sambung jika keduanya ikhlas mengemban amanah. Dunia modern telah kembali terpikat dengan wacana ilmu santri yang telah berkembang di masyarakat. Ada jalan buntu untuk menjalani kehidupan jika tanpa dasar agama. Masyarakat membutuhkan siraman rohani agar jasad juga selalu sehat. Ada sebuah cerita seorang santri yang mohon restu kepada kyainya untuk mencari lapangan pekerjaan di Jakarta. Kyai memberikan sebuah gembok-kunci agar dibawa ketika mencari pekerjaan. Sesampainya di Jakarta, santri berfikir untuk menjual gembok itu agar uang hasil jualan bisa dijadikan modal. Walaupun gembok terjual murah, santri tetap bersyukur dan yakin ada berkah dari rejeki yang didapatnya. Uang itu kemudian dibelikan barang lain untuk selanjutnya dijual kembali. Begitu seterusnya, atas ijin Allah SWT modal awal jual gembok dulu telah membuatnya bisa hidup sejahtera di tanah perantauan. Kisah tadi mengajarkan ada pola berfikir santri yang menarik untuk diambil hikmah. Yaitu, kata "Berkah". Santri selalu memandang berkah lebih utama dari nominal jumlah. Padahal saat yang bersamaan wacana berkah selalu disepelekan oleh sebagian orang. Pola berpikir yang berbeda yang membuat orang tentram dengan landasan agama.
Rangkuman Hasil Obrolan
Malem Ahad, 12 Dulhijjah 1439 H
Bersama Gus Anshor.
Ponpes Raudhotul Rohmaniyah
Suko Lumajang.
Majelis Taklim Senduro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H