"Jadi Mips, menulis untuk apa?"
Itulah pertanyaan yang diutarakan kepada saya tatkala bercerita tentang betapa saya ingin membuat sebuah buku oleh salah satu editor yang saya kunjungi di Editor Clinic Gramedia Writers and Readers Forum (GWRF) 2019.
Ya, menulis buku bukanlah perihal mudah. Terlebih lagi bagi orang seperti saya yang mudah sekali merasa bosan dan agak susah untuk konsisten. Untuk itu saya agak berpikir lebih lama ketika ditanya akan hal itu. Tapi perbincangan antara saya dan editor tersebut membuat saya menyadari bahwa alasan untuk menulislah yang akan membuat saya tetap menulis.
Ya, di rangkaian forum temu antara penulis dan pembaca GWRF 2019, kami juga berkesempatan untuk berdialog langsung dengan para editor dari Gramedia grup tentang naskah kami.
Menurut saya, pertemuan antara calon penulis dan editor sangatlah penting. Bukan hanya untuk ajang uji ketahanan mental tapi juga untuk melihat seberapa jauh kita sudah melangkah.Ya, betul, forum GWRF 2019 adalah forum yang amat saya tunggu-tunggu karena bukan hanya saya bisa berdialog langsung dengan penulis idaman, tapi juga saya bisa berdialog dengan editor dan para penggiat literasi.
Setelah pertemuan dengan editor tersebut, saya melanjutkan perjalanan saya mencari makna menulis dengan mengikuti sesi "A Faith that Leads" oleh A. Fuadi. Sang Penulis Lima Menara. A. Fuadi memiliki cara dan alasannya sendiri untuk menulis.
Dan bagi beliau, menulis adalah cara beliau untuk menjadi manusia yang berguna. Menulis bukanlah untuk meraih kesuksesan tapi lebih kepada menulis untuk diri sendiri. Dalam sekali memang. Sedalam samudera yang luas. Tapi setidaknya, saya setuju dengan beliau.
Menulislah untuk menjadi manusia yang lebih baik. Bukan sebaliknya. Bukan hanya mengejar fame yang bahkan menurut saya hanyalah kefanaan yang membuai kita semua.
Selepas dari sana, saya bertandang ke sebuah kafe di bawah perpusnas. Dengan lagu galau yang mengumandang sayup-sayup, saya memulai kembali menulis. Saya mulai mempertanyakan alasan mengapa saya menulis, sampai ada seseorang yang saya kenali menyapa saya.
"Halo, apa kabar? Kamu ke sini sebagai readers apa writers?"
Saya tergagu untuk menjawab sebenarnya. Tapi akhirnya saya menjawab sebagai pmbaca karena saya belum berani mendeklarasikan diri saya sebagai seorang penulis.