Lihat ke Halaman Asli

Heti Palestina Yunani

Jurnalis yang mencintai seni.

Menjadi Ibu, Bukan Ratu

Diperbarui: 14 Mei 2019   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap Minggu kedua bulan Mei, (tahun 2019 jatuh pada tanggal 12) diperingati sebagai Mother's Day ala Amerika Serikat dan sejumlah negara. Saya ingin mengucapkan selamat untuk para ibu lewat Duchess of Sussex Meghan Markle. 

Sebagai ibu baru pada 6 Mei 2019 ia pantas menjadi wakil ucapan saya mumpung ia lah role model dunia yang sedang moncer. Di luar tudingan menjadi surrogate mother yang menyakitkan, saya salut padanya karena berusaha bagaimana menjadi ibu sebenarnya. Itu ia lakukan dengan memberikan kehidupan yang 'biasa' untuk Archie Harrison Mountbatten-Windsor sejak lahir.

Misi Meghan menjadi ibu ketimbang menjadi ratu tampak sejak ia tampil pertama pascamelahirkan. Fashion pilihan Meghan bukan biasa lho. Penampilannya dipuji pakar gender dan politik AS Jacqueline Antonovich sebagai perempuan yang tak terobsesi pada tubuh pascamelahirkan. Dari mana? Busana trench dress nude yang menonjolkan perut buncitnya. 

Dibuat perancang Inggris berdarah campuran Eropa-Afro-Atlantik Grace Wales Bonner, dress tanpa lengan dengan tali di atas pinggang itu memberi isyarat kalau Meghan tak bingung dengan bekas tonjolan bayi di perutnya.

Dalam sejarah kehamilan dan reproduksi, perempuan harus dihormati perjuangannya karena perubahan fisik dialami besar-besaran. Katakanlah kulit dengan stretch mark, kandung kemih mudah penuh, usus makin terdorong ke bawah perut, ruang paru-paru menyempit, ginjal terhimpit janin, rahim membesar berkali lipat, dan mata buram. 

Maka jika ibu tampil cantik pascamelahirkan itu upaya keras yang patut dihargai. Jangan bilang Meghan selebritas jika ia charming begitu. Kalau mau, setiap perempuan bisa sepertinya. Soal penampilannya kemarin, konon dibandingkan Kate Middleton dan Putri Diana, gaya Meghan dinilai lebih pas dipadu high heels Manolo Blahnik setinggi 10 cm.

Yang paling saya suka melihat Meghan lebih memikirkan diri sebagai ibu ketimbang ratu adalah pilihan nama Archie bagi putranya. Padahal itu dianggap media dan kalangan kuno Inggris sebagai nama warga kelas dua. Yang pedas lagi, nama itu diperkirakan tak lain nama kucing kesayangan Meghan dulu. 

Terlepas dari itu, membuat anak lelakinya menjadi 'biasa-biasa' saja sejak bawaan nama adalah keputusan berani Meghan dan Harry untuk mendorong kehidupan normal di kemudian hari. Tak ada gelar pangeran tak masalah. Cukuplah Master Archie. Tak dilahirkan di rumah sakit seperti Kate Middleton pun fine-fine saja.

Hmmm, padahal kalau ia perempuan yang ingin merebut tahta dengan menikahi Pangeran Harry, tentu sangat bisa bagi Meghan untuk meraih apa pun demi dirinya dan Archie. Itulah kenapa saya makin menghargai upaya Meghan menjadi ibu saja, bukan ratu. 

Ini semacam keinginan dasar dan alamiah untuk saya dan perempuan kebanyakan bahwa menjadi ibu lebih penting daripada menjadi figur publik kalau tak bisa menyeimbangkannya dengan peran domestik. Ini butuh perjuangan menyelaraskan keduanya. Tak semua perempuan beruntung meraihnya.

Happy Mother's Day Meghan dan para ibu sedunia!

*Ditulis setelah tarawih menjelang Hari Ibu berakhir satu jam kemudian




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline