Lihat ke Halaman Asli

hesty Gorang

Buku gudang ilmu

Sebuah Motivasi: Sudahkah Aku Mencintai Al-Qur'an?

Diperbarui: 13 September 2024   04:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok pribadi/Desain by lemon8

Saban hari aku lalui. Hidup terasa berat, beban hidup datang bergantian tanpa henti. Hati dan pikiran yang selalu bertengkar membuat emosi dan amarah sering tak dibendungi. Hal ini terus saya rasakan dan membuat resah dalam kehidupan. Ada apa dengan diriku?

Suatu hari. Saya membaca sebuah buku. Buku tersebut membawa saya merenungi tentang apa yang saya alami selama ini. Buku tersebut berjudul Hidupku Tenang Bersama Al-Quran.

Judul buku ini pun membuat saya bertanya pada diri saya. Apakah selama ini saya tidak merasa tenang dengan diri sendiri karena belum mengenal hakikat dan kekuatan manfaat Al-qur'an?

Saya pun membaca bab demi bab buku yang ditulis oleh Lia Harnita tersebut. Bab pertama penulis berhasil membuka pikiran saya. Menyadarkan, bahwa selama ini saya memang belum dekat dengan Al-Qur'an. Al-qur'an yang hakikatnya sebagai penerang, petunjuk, dan obat tidak pernah dirasakan dalam kehidupan.

Selama ini Al-quran hanyalah pajangan yang ditaruh di lemari buku dan akan dibaca saat Ramadhan tiba atau saat ada kedukaan. Sungguh benar-benar manusia yang rugi tidak bisa menikmati manisnya kitab mulia yang diturunkan pada sosok yang mulia pula-Nabi Muhammad saw.

Dalam buku tersebut. Penulis menjelaskan bagaimana peran al-Quran dalam kehidupan.

"Al-Qur'an merupakan suatu bacaan yang menggucang dunia. Ia meluluhkan hati yang keras. Menyianari dari kegelapan. Menentramkan hati yang gulana. Memberi petunjuk. Menjadi obat. Ia bisa dihafal di luar kepala oleh lintas usia. Mulai anak-anak sampai orang tua. Dialah Al-qur'an mukjizat terbesar yang diberikan kepada nabi Muhammad dan berlaku sepanjang zaman." (hal:3)

Keresahan yang selama ini saya rasakan hanya karena saya jauh dari segala kebaikan. Itu sangat membuat hati saya selalu mudah iri, pikiran hanya mengarahkan pada prasangka buruk. Saya merasakan semua itu. Dan ketika mulai mendekatkan diri dengan Al-qur'an hidup perlahan-lahan berubah.

Tidak salah sebuah hadist yang mengatakan "Seseorang yang di dalam dadanya tidak ada hafalan al-Qur'an. Maka ia bagaikan rumah yang rusak."

Dari hal ini kita bisa mengambil pelajaran untuk tidak selalu menyalahkan lingkungan atau keluarga atasa apa yang kita rasakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline