Lihat ke Halaman Asli

Toleransi dan Hari Besar Umat Beragama

Diperbarui: 27 Desember 2024   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gereja Katedral Medan / Detik.com

Setiap akhir Desember dan umat Kristiani merayakan Natal, muncul perdebatan soal perlu tidaknya mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani dari penganut kepercayaan lain termasuk umat muslim. Meski akhir-akhir ini, perdebatan itu tidak terlalu menonjol, namun disekitar masih ada saja perdebatan seputar itu.

Setiap ada perdebatan seperti itu, kita mungkin ingat pada satu sosok masa lalu yang sangat pluralis, yaitu Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Gus Dur adalah ulama besar Indonesia yang tidak saja punya pengetahuan yang cukup soal agama tetapi juga dari keluarga ulama besar dan Gus Dur adalah seorang pluralis.

Meskipun Gus Dur adalah tokoh agama Islam, sejatinya dia adalah milik semua agama di Indonesia, baik itu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha apalagi Kong Hu Cu. Ketika beliau menjadi Presiden Indonesia, ia melakukan banyak gebrakan termasuk mensahkan Kong Hu Cu menjadi salah satu agama resmi di Indonesia. Lalu beliau juga membuat perayaan Imlek sebagai peringatan hari besar Indoensia sehingga menjadi hari libur Nasional.

Pada suatu hari Gus Dur pernah ditanya soal hukum Islam bagaimana seorang muslim yang menjaga Gereja. Pada masa itu Nahdatul Ulama (NU) yang dipimpin Gus Dur memang memiliki sayap organisasi bernama Gerakan Pemuda Ansor dimana salah satu programnya adalah organisasi Banser NU ( Barisan Serba Guna NU) yang merupakan organisasi semi otonom dari GP Ansor.

Gus Dur mengatakan bahwa jika penanya tidak sreg dengan menjaga masjid, Gus Dur meminta ybs melihatnya sebagai tanggung jawab menjaga Indonesia agar tidak hancur. Pada masa itu dan sampai sekarang, Banser NU memang selalu menjaga gereja saat dan menjelang Natal. "Kamu niatkan jaga Indonesia bila kamu enggak mau jaga gereja. Sebab gereja itu ada di Indonesia, Tanah Air kita. Tidak boleh ada yang mengganggu tempat ibadah agama apapun di bumi Indonesia."

Beberapa narasi Gus Dur amat lekat dengan sikap sikap pluralisme sejati. Sikap pluralisme adalah akumulasi dari sikap-sikap toleransi yang dimiliki seseorang atau sekelompok masyarakat. Sikap menghargai, menghormati, dan menerima perbedaan yang ada di antara individu atau kelompok. Toleransi juga berarti tidak memaksakan kehendak, tidak mencela, dan tidak merendahkan orang lain.

Tampaknya, Indonesia kini membutuhkan sikap-sikap toleran yang mungkin seperti Gus Dur atau paling tidak mendekatilah. Bgaimanapun kita hidup di negara Indonesia yang menjunjung tinggi keberagaman, sehingga sikap toleransi mutlak diperlukan. Sebagaimana ucapan Gus Dur kepada para Banser saat akan menjaga gereja, mari kita mensukseskan hari besar lintas umat keagamaan sebagai salah satu bentuk cinta tanah air.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline