Lihat ke Halaman Asli

Kritis, Jangan Mudah Percaya Hoax

Diperbarui: 9 Januari 2017   00:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak belajar di sekolah dasar, kita dituntut untuk selalu bertanya jika ada yang tidak dimengerti. Guru selalu memancing informasi, agar muridnya terpancing untuk bertanya. Secara tidak langsung, kita telah diajarkan untuk berpikir kecil sejak dini. Berpikir kritis ini dimaksudkan agar kita bisa menjadi pribadi yang cerdas, yang bisa menganalisa setiap peristiwa yang ada di sekitar kita. Pola yang sama ini, terus diterapkan hingga sekolah menengah pertama, menengah atas, bahkan hingga perguruan tinggi. Dalam lingkungan kerja, kita juga dituntut untuk kritis dalam segala hal.

Sederhanya, bersikap kritis diperlukan agar kita tidak mudah dibohongi. Setiap informasi yang masuk di telinga, perlu di cross check kebenarannya. Setiap informasi yang masuk, perlu dicari sumber kebenarannya. Jika sudah didapatkan, perlu diketahui apa maksud dan tujuannya. Dengan melakukan hal ini, maka kita telah memastikan bahwa informasi yang masuk dalam pikiran kita adalah informasi yang valid, yang kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan.

Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, informasi banyak sekali berseliweran di sekitar kita. Baik itu di media mainstream ataupun di media sosial. Dan informasi-informasi itulah yang hilir mudik masuk dalam pikiran kita. Sayangnya, informasi yang beredar tersebut tidak sepenuhnya valid alias kebenarannya dipertanyakan. Informasi yang salah tersebut sengaja dimunculkan untuk membuat suasana tidak kondusif.

Akhir-akhir ini, yang tidak jelas informasinya alias berita hoax ini kian masih bermunculan. Ironisnya, berita hoax tersebut ditujukan kepada seseorang atau kelompok tertentu. Karena tidak sedikit masyarakat yang percaya terhadap berita palsu tersebut, tidak sedikit pula sebagian masyarakat kita mudah membenci seseorang atau kelompok tertentu. Masifnya berita hoax jelang pilkada ini, diperkirakan syarat muatan politis. Apa tujuannya? Untuk menjatuhkan pasangan calon yang dianggap mempunyai elektabilitas tinggi.

Jauh sebelum hiruk pikuk pilkada, berita hoax sering dimunculkan oleh kelompok radikal dan teroris. Berita hoax ini dimaksudkan untuk mengajak banyak orang, agar mau menjadi radikal dan melakukan perbuatan jihad ataupun amaliyah. Jihad seharusnya bermakna positif. Namun di tangan kelompok radikal, jihad berubah menjadi hal yang negatif. Mereka pun menciptakan sebuah informasi fiktif, untuk meyakinkan publik bahwa meneror bom itu bagian dari jihad.

Karena itulah, jadilah pribadi yang kritis dalam mencikapi setiap informasi dan peristiwa. Tanyalah, tanyalah, dan tanyalah sampai Anda tidak bisa menjawabnya. Setelah Anda tidak bisa menjawab, cobalah cari informasi pembanding di media online, atau ke orang yang lebih paham. Dengan melakukan cek ricek ini, secara tidak langsung kita telah membentengi diri, untuk tidak mudah terpengaruh oleh informasi sesat, yang kebenarannya patut dipertanyakan. Sekali lagi, dengan menjadi pribadi yang kritis, maka kita akan berubah menjadi pribadi yang cerdas. Dan dengan menjadi pribadi yang cerdas, maka kita akan menjadi manusia yang berguna, bagi keluarga, lingkungan dan negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline