Lihat ke Halaman Asli

Hesti Rahmadani

Rizki Dwi Safitri

Tinjauan Islam terhadap Perilaku Konsumsi Masyarakat Indonesia pada Saat Pandemi Covid-19

Diperbarui: 27 Oktober 2021   16:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Manusia adalah makhluk sosial ciptaan Allah SWT, tentu memiliki keterbatasan dalam hidup. Manusia di dunia memerlukan oksigen, makan, dan minum untuk keberlangsungan hidup. Keperluan yang perlu didapatkan itulah yang dinamakan konsumsi. Pola konsumsi masyarakat Indonesia pada era modern ini sangat beraneka ragam ditambah dengan kondisi dunia yang kini telah dihebohkan dengan ditemukannya sebuah penyakit berupa virus yang berasal dari Hubei, China. Virus ini menyerang di berbagai penjuru negara di dunia, salah satunya Indonesia. Virus ini dapat menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan mudah menular dari orang satu ke orang lainnya, dan secara global terdapat lebih dari 1,4 korban jiwa.

Akhirnya pemerintah Indonesia mengelurkan kebijakan berupa protokol kesehatan (prokes) yang menghimbau masyarakat agar mencuci tangan, menggunakan masker, membawa handsinitizer ketika berpergian dan himbauan untuk tetap di rumah jika tidak ada keperluan yang penting. Hal tersebutlah yang menjadi pemicu awal mulanya penimbunan masker dan handsinitizer. Seperti yang diungkap oleh Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra dalam video conference tanggal 24 April 2020, bahwa terjadi penimbunan masker dan handsinitizer dengan 18 kasus dengan 33 tersangka dan 2 di antaranya dilakukan penahanan. Kasus penimbunan tersebut mengakibatkan meningkatnya tingkat konsumsi di Indonesia. Masyarakat mulai memburu masker dan cairan antiseptik secara berlebihan sehingga tingkat konsumsi meningkat dan perekonomian Indonesia menjadi terganggu akibat ulah para penimbun. Ulah tersebut biasa dikenal dengan panic buying. 

Kasus penimbunan masker dan handsinitizer ini sangat bertentangan dengan ilmu ekonomi Islam. Keadaan tersebut disebut dengan Ikhtisar dan jelas hukumnya adalah haram jika dilakukan. Kenapa? Dikarenakan pada praktek penimbunan ini mengandung sebuah kecurangan, ketidak-adilan, dan sangat membahayakan kestabilan perekonomian khususnya pada harga pasar. Penimbunan ini juga mempersempit ruang gerak bagi mereka yang membutuhkan demi memperoleh kebutuhannya. Kelangkaan barang tersebut terjadi pada ekonomi mikro yang berarti merubah sebuah barang yang ada menjadi jarang ditemukan di pasaran. Kemudian harga barang meningkat dengan pesat ketika orang-orang sedang mencari barang tersebut, sehingga ketika keadaan mendesak baru dijual dan memaksa orang-orang untuk membelinya dengan harga mahal. Memang secara ekonomi hal tersebut menguntungkan, namun bagi individual saja. Maka dari itu, hal tersebut justru tidak sejalan dengan pandangan ekonomi Islam.

Kegiatan penimbunan barang sudah jelas bahwa kegiatan tersebut harus disudahi. Karena kegiatan tersebut tidak hanya merusak pasar ekonomi Indonesia saja, namun juga merusak  tatanan konsumsi masyarakat dalam artian memaksa masyarakat untuk membeli barang dengan harga yang berlipat-lipat dari harga normal. Jika mengonsumsi dalam artian membeli barang dalam jumlah banyak (tidak berlebihan) hanya untuk berjaga-jaga sejujurnya tidak masalah jika memang hal tersebut tidak merugikan orang lain. Harapannya kita sebagai manusia jangan sampai memanfaatkan kondisi atau situasi saat musibah seperti pandemi ini dengan memanfaatkan kepanikan masyarakat dengan menimbun masker dan handsinitizer untuk mencari keuntungan yang besar serta menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. Dengan harga barang yang normal, daya beli masyarakat terhadap barang tersebut tinggi dan masyarakat tidak terbebani karena harganya sesuai dengan keadaan ekonomi pada saat ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline