Longsornya jalur rel yang dilalui kereta Malabar di Tasikmalaya mengejutkan saya. Rasa sedih menghinggapi, saat mengetahui salah satu korban meninggal adalah seorang ibu muda, sesama member grup facebook AIMI. Ayu Dyah Kusumaningrum yang baru berusia 27 tahun dan meninggalkan seorang putra yang baru berumur 7 bulan, Muhammad Daffa Althaf Purnama. Meski tak pernah mengenal almarhumah secara personal, bahkan selama menjadi member grup AIMI pun tak pernah berinteraksi secara pribadi, namun tak urung kabar ini menyesakkan dada. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiuun.
[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Keluarga kecil Ayu Dyah Kusumaningrum, korban insiden KA Malabar (taken from ayudyayu.blogspot.com)"][/caption]
Perjuangannya untuk tetap menyusui si kecil, meskipun terpisahkan oleh jarak Bandung-Malang sungguh menginspirasi. Dari sahabat dan teman almarhumah yang menuliskan kabar duka cita ini di grup, saya mendapatkan kisah perjuangannya untuk tetap menyusui putranya. Pejuang ASI yang Insha Allah khusnul khotimah…. Amiin.
Kisah kebahagiaan Ayu melahirkan Althaf, sang buah hati, tertulis di blog pribadinya. Alamat blog Ayu saya dapat dari temannya yang saya hubungi via FB. Jelas terlihat kebahagiaan almarhumah melihat tumbuh kembang putranya yang lahir pada 23 Agustus 2013. Meskipun di antara mereka harus terpisahkan oleh jarak yang cukup jauh. Si kecil bersama sang suami berada di Malang, sedangkan Ayu harus rela ngekost di Bandung demi menjalankan tugasnya sebagai karyawan PT. KAI.
Hebatnya, sang putra tidak lantas diberi susu formula walaupun dalam keadaan seperti itu. Sang ibu tetap memberikan air susunya dengan merelakan sebagian waktunya untuk memerah ASI. Kepulangannya kemarin pun dalam rangka menjenguk keluarga kecilnya yang rutin dilakukannya setiap minggu, sekaligus mengirimkan stok ASIP miliknya. Ibu yang luar biasa tangguh, pejuang ASI yang sungguh hebat. Bukan hal mudah untuk tetap konsisten menjadi ibu menyusui dalam kondisi demikian. Bukan hal mudah pula untuk tetap konsisten memerah ASI. Butuh pengorbanan tenaga dan waktu, yang tidak semua ibu di dunia bisa melakukannya seperti yang dilakukan Ayu.
Dalam sebuah obrolan BBM, seperti yang dikisahkan sahabat Ayu melalui pesan inbox pada saya, almarhumah pernah bercerita rutinitas pumpingnya. Bahkan selama perjalanan dari Bandung ke Malang di atas kereta, Ayu tetap rutin memerah ASI dan kemudian menitipkan perahannya bersama stok ASIP dari perahan sebelumnya di bagian restorasi kereta. Masih melalui BBM kepada sahabatnya tersebut, Ayu sempat bercerita tentang kebahagiaannya melihat tumbuh kembang si kecil saat mulai menginjak masa MPASI. Rasa bangga pada si kecil yang tak rewel, seakan memahami kondisi umminya, juga sempat diungkapkan. Juga rasa terima kasih untuk sang suami yang dengan rela mengurus si kecil selama Ayu berada di Bandung.
Dalam blognya, Ayu sempat pula berkisah tentang kegamangannya harus terpisah dari keluarga. Pastilah terasa berat bagi seorang perempuan, seorang istri, dan seorang ibu manapun di dunia ini bila berada di posisi Ayu. Keinginannya untuk bisa berkumpul bersama suami dan sang putra, membuat Ayu sempat mengajukan permohonan mutasi kerja ke daerah asalnya, Malang. Sayang, keinginan ini belum sempat terwujud hingga Ayu berpulang pada sang pemilik hidup. Tapi, apa yang pernah dilakukan untuk keluarga kecilnya akan menjadi amalannya di tempatnya berada kini, di sisi Sang Maha Rahim.
Selamat jalan sang pejuang ASI. Tetes demi tetes ASI yang telah kau berikan pada jagoanmu melalui beratnya perjuangan yang kau lakukan, Insha Allah, mampu mengantarkannya tumbuh menjadi manusia tangguh. Tetes demi tetes ASI darimu akan menjadi prasasti abadi dalam tubuh putramu, sebagai pengikat batin antara kalian berdua. Bahagialah engkau di sana Ummi Althaf….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H