Pada Oktober 2023, melemahnya nilai tukar rupiah mendorong Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga acuan BI7DRR menjadi 6% dan tetap pada angka tersebut hingga November 2023.
Selain itu, BI juga telah menerapkan serangkaian kebijakan untuk menjaga stabilitas rupiah. Dirangkum dari Indonesia.go.id, berikut beberapa poin penting yang perlu kamu ketahui.
Melemahnya Mata Uang Asia
Meskipun rupiah menghadapi tekanan, tetapi kondisinya relatif lebih baik daripada sejumlah mata uang Asia lain yang mengalami penyusutan nilai terhadap dolar AS secara year to date (ytd).
Setidaknya, delapan mata uang Asia terpantau mengalami pelemahan, dengan yen Jepang mengalami dampak paling signifikan, yaitu 12,75% ytd. Sementara Bank of Japan (BoJ) tetap mempertahankan suku bunga ultra-rendah, hal ini memperparah terpuruknya nilai yen Jepang.
Dampak terbesar kedua terjadi pada ringgit Malaysia yang turun nilai 7,66% ytd, membuatnya tersungkur ke level terendah sejak krisis keuangan Asia tahun 1997-1998. Selain itu, Won Korea Selatan juga mengalami pelemahan sebesar 5,93% ytd, diikuti oleh baht Thailand (4,64% ytd) dan peso Filipina (1,73% ytd).
Situasi Perekonomian di AS dan Tiongkok
Salah satu penyebab kenaikan suku bunga BI adalah meningkatnya ketegangan geopolitik, yang membuat harga minyak tetap tinggi. Hal ini membuat penurunan inflasi sulit dicapai, sehingga diperlukan peningkatan suku bunga.
Selain itu, kondisi ekonomi dalam negeri Amerika Serikat dan Tiongkok juga berpengaruh. Dalam hal ini, analisis ekonomi AS menunjukkan penguatan, dengan ISM Services AS melonjak ke 54,5 pada Agustus, melebihi ekspektasi pasar.
Tak hanya itu, angka pengangguran AS pada pekan yang berakhir 2 September juga turun menjadi 216.000, di bawah prediksi pasar. Data ini menunjukkan ekonomi AS yang menguat, sehingga akan sulit untuk menekan tingkat inflasi ke depannya.
Sedangkan pada perekonomian Tiongkok, kegiatan manufaktur menjadi lebih ekspansif sejak Agustus 2023, seperti yang ditunjukkan Caixin PMI Manufacturing PMI. Meskipun begitu, data ekspor dan impor dari Negeri Tirai Bambu tersebut masih menunjukkan adanya kontraksi.
BI Terbitkan Instrumen Investasi Baru
BI terus berupaya menguatkan nilai tukar rupiah melalui serangkaian kebijakan, termasuk penerbitan SRBI pada 15 September 2023. Instrumen baru ini tersedia bagi bank umum peserta OPT konvensional di pasar perdana. Di pasar sekunder, SRBI dapat dipindahtangankan ke pihak nonbank, baik WNI maupun WNA.
Pada bulan November, BI juga merilis instrumen baru lainnya, yakni Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI), dengan tujuan menarik modal asing yang promarket. Kedua instrumen tersebut bisa diperjualbelikan di pasar sekunder dan bersifat inklusif terhadap nonresiden.