Lihat ke Halaman Asli

Mobilitas Penduduk Mengakselerasi Perkembangan Lahan Perkotaan

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada suatu paparan kependudukan, variabel demografi dan non-demografi merupakan satu kesatuan elemen yang saling mempengaruhi. Dalam kajian demografi, variabel-variabel penyusunnya meliputi jumlah penduduk, usia, jenis kelamin, fertilitas-mortalitas, serta mobilitas penduduk. Sedangkan variabel non-demografi yang dimaksud, meliputi fasilitas, utilitas, lapangan kerja, kebutuhan lahan serta kebutuhan rumah. Dalam hal ini, kebutuhan akan lapangan kerja menimbulkan mobilitas penduduk dan kemudian berimbas pada perkembangan infrastruktur, khususnya jaringan jalan. Dengan semakin banyaknya akses keluar masuk Kota Surabaya, kota-kota di sekitar Surabaya pun akan terkena dampak dari pola pergerakan penduduk ini. Kasus seperti inilah yang kemudian memunculkan suatu isu kependudukan.

Ke mana kah para pengguna jalan di Surabaya melakukan mobilitas? Pagi dan sore hari merupakan saat-saat lalu lintas dipadati kendaraan (peak hours). Para pengguna jalan di Surabaya dengan beragam kepentingan menyebar ke tempat tujuan masing-masing, yang sebagian besar adalah menuju ke tempat kerja dan pendidikan. Pengguna jalan tersebut tak hanya dari penduduk Surabaya saja namun dari luar kota Surabaya juga tak kalah banyak. Mengingat batas spasial antar kota di Jawa Timur ini khususnya, hampir tidak ada. Antara Surabaya, Sidoarjo, Gresik, seolah-olah menjadi satu kesatuan kota. Apalagi kini telah terbangun Jembatan Suramadu yang membuat jarak antara Surabaya-Madura, khususnya Bangkalan, tak lagi menjadi kendala yang begitu berarti. Arus mobilitas penduduk menuju tempat kerja kian terfasilitasi dengan adanya jaringan infrastruktur yang membuka akses dari Surabaya menuju kota-kota di sekitarnya.

Manusia hidup butuh materi. Apalagi di zaman yang serba butuh biaya ini, berbagai macam upaya dilakukan untuk dapat menyokong beban hidup, terutama bagi penduduk yang telah berkeluarga. Ada rasio beban tanggungan (dependency ratio) yang harus ditanggung oleh anggota keluarga yang berusia produktif, khususnya kepala keluarga, kepada anggota keluarga yang bukan berusia produktif. Untuk itu, lapangan kerja merupakan alasan utama bagi penduduk kota untuk dituju dalam mobilitas yang mereka lakukan.

Untuk saat ini daerah-daerah di Surabaya yang menjadi sasaran mobilitas penduduk adalah Kecamatan Sawahan, Krembangan, Gubeng, Rungkut, Tegalsari, dan Wonokromo. Ditinjau dari variabel ekonomi, untuk wilayah Kecamatan Sawahan, Krembangan, dan Tegalsari, memiliki potensi kegiatan bisnis, wisata, perdagangan serta industri. Khusus Kecamatan Rungkut dan Tegalsari, orientasinya adalah industri besar. Sedangkan Kecamatan Sawahan, lebih ke arah industri sedang. Kemudian ditinjau dari variabel sosial demografi, untuk Kecamatan Gubeng, Wonokromo, dan Sawahan, memiliki potensi di daerah permukiman dan berfasilitas sosial, daerah pendidikan SMU ke atas, dan daerah kantong-kantong urban/pendatang.

Ketika Surabaya tak mampu lagi menampung kebutuhan akan penduduknya, maka urban sprawl akan mengenai kota-kota di sekitarnya, seperti Sidoarjo, Gresik, dan Bangkalan. Secara bertahap kota-kota ini akan turut berkembang seiring semakin melebarnya perkembangan Kota Surabaya. Ada beberapa hal yang menyebabkan mobilitas penduduk mampu meningkatkan perkembagan kota setiap tahunnya. Pertama, keterbatasan lahan yang terjadi di Kota Surabaya sehingga mengakibatkan adanya kenaikan harga lahan. Penduduk tak mampu lagi membeli lahan untuk tempat tinggal di tengah lahan Surabaya yang semakin padat ini. Sehingga penduduk pun lebih memilih untuk bertempat tinggal di luar Surabaya, yaitu di kota-kota sekitarnya dan hanya menjadikan Surabaya sebagai tempat tujuan kerja. Oleh karena itu, penduduk rela melakukan komuter setiap harinya, atau pulang-pergi Surabaya-Sidoarjo (misal). Belum lagi, ketersediaan lahan untuk tempat tinggal di kota-kota tersebut berpeluang besar untuk difasilitasi dengan baik, khususnya dari pihak pengembang swasta. Ini akan menimbulkan kawasan permukiman baru yang mampu menyokong kebutuhan lahan tempat tinggal bagi penduduk.

Kemudian yang kedua, dilanalisa dengan adanya titik pertumbuhan ekonomi baru yang merupakan imbas dari perkembangan Kota di Surabaya, yaitu di Sidoarjo, Gresik dan Bangkalan, maka dapat diprediksikan bahwa ketiga kota ini akan tumbuh menjadi Kota Mandiri. Mengingat bahwa kota-kota ini juga ikut terseret oleh kemajuan ekonomi yang dialami Surabaya. Sumber daya manusia yang berkualitas dari Surabaya, menyebar ke kota-kota tersebut kemudian membuat cabang-cabang tempat usaha serta lapangan kerja. Hingga akhirnya diantara kota-kota ini muncul kedekatan ekonomi satu sama lain. Lambat laun, kota-kota ini pun mampu memenuhi kebutuhan lapangan kerja bagi penduduknya sendiri . Perkembangan kota Surabaya menjadi layaknya jaring laba-laba yang kemudian merambah ke kota-kota di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline