(seri lanjutan: merdeka dengan pilihan menjadi diri sendiri)
Pertama kali saya menulis di kompasiana pada bulan Februari tahun lalu, saat itu saya mengerjakan draf tulisan pertama di ruang kerja mama. Sebenarnya inspirasi terbesar saya untuk menulis datang dari sebuah film yang sangat menyentuh hati. Sore ini masih diruang yang sama, saya kembali mendapati inspirasi dari sebuah film karya Garin Nugroho, dengan sutradara: Hadrah Daeng Ratu. Sebuah kisah yang sangat menarik, alurnya sedikit dapat ditebak, namun tetap memberikan kejutan di setiap puncak dari berbagai konflik yang terjadi.
"A Perfect Fit" membuat saya belajar tentang banyak hal. Berlatar pulau Bali, membuat nilai-nilai ke Indonesiaan menjadi sangat nampak dalam film ini. Mungkin penulis memang bercerita tentang kekagumannya terhadap Indonesia melalui film ini. Beberapa pelajaran berharga yang saya dapatkan, antara lain:
"Sekalipun berbagai pilihan yang disajikan hidup penuh kesulitan, tetapi kita perlu untuk terus belajar menemukan makna di balik setiap peristiwa"
Teruslah belajar dari mana saja
Saya selalu kagum dengan kehidupan ini, dalam setiap peristiwa hidup yang terjadi; baik situasinya menyenangkan ataupun sebaliknya kesedihan, menurut saya semuanya mengandung pelajaran. Duluh saya sangat yakin dengan suatu kekuatan yang namanya "takdir", bahwa kehidupan kita akan berjalan sesuai garis tangan, nasib baik atau pun buruk serta berbagai hal-hal abstrak lainnya yang sulit dijelaskan. Hingga suatu ketika semua pandangan itu menjadi bias, dan tidak lagi bermakna.
Dalam suatu kebaktian pada tahun 2019 di Yogyakarta (Kota saya melanjutkan studi S1), seorang pendeta berbicara tentang takdir, kalimatnya masih segar di ingatan saya. Katanya "hidup kita tidak ditentukan oleh takdir atau nasib, karena kitalah yang harus memegang kendali atas setiap peristiwa hidup kita". Awalnya saya masih ragu-ragu karena dalam 17 tahun kehidupan, hampir setiap hari orang tua, guru, kakak, maupun teman-teman mereka semua selalu berbicara tentang takdir. Hingga akhirnya saya belajar dari banyak pengalaman, yang membuat saya tiba pada suatu pemahaman bahwa takdir itu tidak harus menjadi penentu jalan hidup kita.
Dalam film "A Perfect Fit" ada scene di mana tokoh utama: Saski, bertemu dengan seorang peramal. Dalam perjumpaan ini, sang peramal memberikan sebuah daun kering dengan sepotong kertas berisi mantera. Katanya "ikuti ini, dan kamu akan menemukan jalanmu yang baru", situasi ini dilengkapi dengan sebuah pertemuan antara dua orang asing yang kemudian membentuk rangkaian cerita panjang. Tetapi dalam pertemuannya selalu dipenuhi dua sisi emosi yang berlawanan, ada saat di mana mereka sangat bahagia, namun juga saat ketika mereka saling menajuh, penuh luka dan tersakiti.
Apakah ramalan ini memang bekerja?
Dalam beberapa film lainnya, tampilan mengenai ramalan selalu diceritakan sukses dan tepat. Namun lagi-lagi kita perlu melihat pada realita, bahwa kehidupan tidak selalu berjalan seindah film. Ramalan dalam beberapa kebudayaan memang sangat berpengaruh, terlebih khusus dalam kebudayaan masyarakat Bali. Kepercayaan tentang ramalan tidak bisa diterima begitu saja, sebab keberagaman konteks dan cara pandang mempengaruhi pola pikir kita. Tetapi inilah kehidupan, ada banyak hal disediakan oleh Tuhan melalui alam, sesama manusia, dan setiap peristiwa hidup agar kita dapat belajar dari mana saja.