Lihat ke Halaman Asli

Pekik (Belum) Merdeka Guru Honorer

Diperbarui: 25 Agustus 2021   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pribadi

PEKIK ( BELUM ) MERDEKA GURU HONORER

                    Oleh : Heri Suprapto, S.Pd

Guru SD Negeri Mertasinga 07 Cilacap, Jawa Tengah

 Guru  sejak dahulu mendapatkan gelar "pahlawan tanpa tanda jasa" , gelar yang terhormat bagi kalangan guru. Gelar tersebut menjadikan guru sebagai profesi yang tidak lekang dimakan oleh zaman, akan selalu  dikenang oleh murid-muridnya. Guru adalah sosok yang "digugu dan ditiru", setiap kata-katanya  sebgai lantunan bait yang selalu di ingat, dipercaya dan menjadi kebenaran . Perilakunya menjadi anutan dan  di tiru oleh muridnya. Dilingkungan masyarakat tidak jarang guru  dianggap serba bisa sehingga menjadi tokoh anutan atau pemimpin untuk menduduki jabatan sebagai ketua lingkungan seperti Rukun Tetangga atau  Rukun Warga.

Fungsi dan peran guru tidak hanya mengajar dan mendidik mencetak generasi cerdas,dengan mengajar memberikan mata pelajaran muridnya di depan kelas. Namun guru juga mempunyai tugas lain yang harus di emban yaitu memberikan bimbingan dan arahan kepada muridnya agar menjadi generasi  yang beriman dan bertakwa , berakhlak mulia, berkarakter serta mempuyai jiwa nasionalisme. Di hormati, dipuji dan disegani, itulah guru, sebagai pencetak masa depan bangsa karena tugas dan perannya yang mulia.

Melihat  betapa penting dan mulianya seorang guru lalu apakah guru saat ini diposisikan sebagai salah satu profesi yang penting dari negara kita?. Apakah nasib mereka saat ini dijamin oleh negara setelah mereka berjuang untuk negara?. Kalaupun ada apakah hanya mereka yang hanya menyandang status guru PNS saja?. Bagaimanakah dengan mereka yang menyandang status guru honorer?. Honor yang hanya 400-500 ribu perbulan, bahkan ada yang hanya 200 ribu perbulan. Honor yang tergantung dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersebut  jauh dari cukup untuk untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.  Sehingga banyak dari guru honorer yang berinisiatif  mencari penghasilan tanbahan , misalnya sebagai tukang ojek, buruh bangunan  berdagang. Tak jarang mereka harus bekerja hingga larut malam hanya untuk memehuhi kebutuhan keluarganya.

Apalagi kondisi pandemi Covid -19, yang memukul sendi perekenomian bangsa. Guru honorer harus benar benar "banting tulang" hanya sekedar memperoleh kuota pulsa agar bisa melakukan pembelajaran dalam jaringan (daring). Pembelajaran tidak bisa dilaksanakan dengan cara tatap muka di ruang kelas, karena situasi pandemi terpaksa harus di lakukan dengan menggunakan gawai dan laptop secara daring dengan muridnya. Bagi guru honorer hal ini terasa semakin berat karena selain bertanggung jawab dengan keluarga memenuhi kebutuhannya, guru honrer secara moral juga ikut bertanggung jawab terhadap para muridnya sebagai generasi penerus bangsa. Memang dengan adanya pembelajaran daring membuat para guru terpacu untuk  berinovasi dalam pembelajaran, akan tetapi tugas membimbing, mendidik serta mengarahkan murid agar menjadi generasi yang mempunyai nilai-nilai karakter sesuai kurikulum 2013 akan sulit diwujudkan. Bagaimanapun juga peran guru tidak dapat tergantikan oleh apapun termasuk teknologi.

Dalam rangka melaksanakan tugas profesionalnya, guru dituntut meningkatkan kompetensinya agar bisa menejalankan tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing ,mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi, peserta didik. Namun kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri jarang  bisa di raih. Kalaupun ada pelatihan-pelatihan yang di adakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ataupun  Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di daerah, biasanya mempersyaratka  yang bisa ikut adalah harus berstatus  guru PNS. Sehingga sulit bagi guru honorer. Padahal banyak guru honorer mempunyai kemampuan sama dengan guru PNS bahkan ada yang lebih baik  secara komptensi.

Dilapangan masih banyak ditemukan guru honorer yang  mendapatkan tugas lebih  selain  mengajar, contohhnya adalah  sebagai Operator Dapodik, Operator BOS, dan tugas- tugas lain di luar dari tugas utama mengajar.  Ada juga guru honorer mengampu pelajaran yang tidak sesuai dengan bidang  minat dan bakatnya. Misalnya seorang guru kelas sekolah dasar yang seharusnya mengampu  kelas, namun di beri tugas untuk mengampu  pelajaran  Bahasa Inggris dengan berbagai alasan.

 Minimnya perlindungan hukum dan kerja dari para guru honorer. Beberapa guru honorer tersandung kasus yang sempat viral di media massa dan sosial menimpa guru yang kebetulan masih berstatus honorer. Kasus guru Dasrul (alm) dari Sulawesi Selatan yang viral beberapa tahun yang lalu, kemudian kasus guru honorer Budi Cahyono dari SMAN  1 Torjun   Sampang  Madura yang berujung pada hilangnya nyawa guru tersebut , video kekerasan seorang guru Ibtidaiyah  di Kabupaten Purbalingga  yang di tantang berkelahi oleh muridnya.  Terbaru adalah kasus Hervina dari Bone Sulawesi Selatan yang mengalami pemecatan oleh pihaknsekolahnya setelah menggunggah honor yang jauh dari kelayakan. Masih banyak  kasus lain  yang tidak terpublikasikan yang menimpa beberapa guru honorer. Hal itu juga membuka mata semua kalangan betapa lemahnya perlindungan hukum dan kerja terhadap guru khususnya guru honorer.

Undang-Undang  Nomor 14  Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen  menjadi payung hukum bagi para guru. Di dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 39 menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi,dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan  terhadap guru dalam melaksanakan  tugas. Perlindunga yang di maksud adalah  meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi,  perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja, serta Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

Perlindungan hukum meliputi perlindungan  terhadap tindak kekerasan, ancaman, intimidasi, perlakuan diskrimintif, atau perlakuan tidak adil dari peserta didik, masyarakat, birokrsi atau pihak lain. Perlindungan profesi  meliputi perlindungan  terhadap pemutusan hubugan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam peyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi, pembatasan/ larangan lain, yang dapat menghambat guru dalam melaksankanakan tugas , serta hambatan studi lanjut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline