PEKIK ( BELUM ) MERDEKA GURU HONORER
Oleh : Heri Suprapto, S.Pd
Guru SD Negeri Mertasinga 07 Cilacap, Jawa Tengah
Guru sejak dahulu mendapatkan gelar "pahlawan tanpa tanda jasa" , gelar yang terhormat bagi kalangan guru. Gelar tersebut menjadikan guru sebagai profesi yang tidak lekang dimakan oleh zaman, akan selalu dikenang oleh murid-muridnya. Guru adalah sosok yang "digugu dan ditiru", setiap kata-katanya sebgai lantunan bait yang selalu di ingat, dipercaya dan menjadi kebenaran . Perilakunya menjadi anutan dan di tiru oleh muridnya. Dilingkungan masyarakat tidak jarang guru dianggap serba bisa sehingga menjadi tokoh anutan atau pemimpin untuk menduduki jabatan sebagai ketua lingkungan seperti Rukun Tetangga atau Rukun Warga.
Fungsi dan peran guru tidak hanya mengajar dan mendidik mencetak generasi cerdas,dengan mengajar memberikan mata pelajaran muridnya di depan kelas. Namun guru juga mempunyai tugas lain yang harus di emban yaitu memberikan bimbingan dan arahan kepada muridnya agar menjadi generasi yang beriman dan bertakwa , berakhlak mulia, berkarakter serta mempuyai jiwa nasionalisme. Di hormati, dipuji dan disegani, itulah guru, sebagai pencetak masa depan bangsa karena tugas dan perannya yang mulia.
Melihat betapa penting dan mulianya seorang guru lalu apakah guru saat ini diposisikan sebagai salah satu profesi yang penting dari negara kita?. Apakah nasib mereka saat ini dijamin oleh negara setelah mereka berjuang untuk negara?. Kalaupun ada apakah hanya mereka yang hanya menyandang status guru PNS saja?. Bagaimanakah dengan mereka yang menyandang status guru honorer?. Honor yang hanya 400-500 ribu perbulan, bahkan ada yang hanya 200 ribu perbulan. Honor yang tergantung dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersebut jauh dari cukup untuk untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Sehingga banyak dari guru honorer yang berinisiatif mencari penghasilan tanbahan , misalnya sebagai tukang ojek, buruh bangunan berdagang. Tak jarang mereka harus bekerja hingga larut malam hanya untuk memehuhi kebutuhan keluarganya.
Apalagi kondisi pandemi Covid -19, yang memukul sendi perekenomian bangsa. Guru honorer harus benar benar "banting tulang" hanya sekedar memperoleh kuota pulsa agar bisa melakukan pembelajaran dalam jaringan (daring). Pembelajaran tidak bisa dilaksanakan dengan cara tatap muka di ruang kelas, karena situasi pandemi terpaksa harus di lakukan dengan menggunakan gawai dan laptop secara daring dengan muridnya. Bagi guru honorer hal ini terasa semakin berat karena selain bertanggung jawab dengan keluarga memenuhi kebutuhannya, guru honrer secara moral juga ikut bertanggung jawab terhadap para muridnya sebagai generasi penerus bangsa. Memang dengan adanya pembelajaran daring membuat para guru terpacu untuk berinovasi dalam pembelajaran, akan tetapi tugas membimbing, mendidik serta mengarahkan murid agar menjadi generasi yang mempunyai nilai-nilai karakter sesuai kurikulum 2013 akan sulit diwujudkan. Bagaimanapun juga peran guru tidak dapat tergantikan oleh apapun termasuk teknologi.
Dalam rangka melaksanakan tugas profesionalnya, guru dituntut meningkatkan kompetensinya agar bisa menejalankan tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing ,mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi, peserta didik. Namun kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri jarang bisa di raih. Kalaupun ada pelatihan-pelatihan yang di adakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) ataupun Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di daerah, biasanya mempersyaratka yang bisa ikut adalah harus berstatus guru PNS. Sehingga sulit bagi guru honorer. Padahal banyak guru honorer mempunyai kemampuan sama dengan guru PNS bahkan ada yang lebih baik secara komptensi.
Dilapangan masih banyak ditemukan guru honorer yang mendapatkan tugas lebih selain mengajar, contohhnya adalah sebagai Operator Dapodik, Operator BOS, dan tugas- tugas lain di luar dari tugas utama mengajar. Ada juga guru honorer mengampu pelajaran yang tidak sesuai dengan bidang minat dan bakatnya. Misalnya seorang guru kelas sekolah dasar yang seharusnya mengampu kelas, namun di beri tugas untuk mengampu pelajaran Bahasa Inggris dengan berbagai alasan.
Minimnya perlindungan hukum dan kerja dari para guru honorer. Beberapa guru honorer tersandung kasus yang sempat viral di media massa dan sosial menimpa guru yang kebetulan masih berstatus honorer. Kasus guru Dasrul (alm) dari Sulawesi Selatan yang viral beberapa tahun yang lalu, kemudian kasus guru honorer Budi Cahyono dari SMAN 1 Torjun Sampang Madura yang berujung pada hilangnya nyawa guru tersebut , video kekerasan seorang guru Ibtidaiyah di Kabupaten Purbalingga yang di tantang berkelahi oleh muridnya. Terbaru adalah kasus Hervina dari Bone Sulawesi Selatan yang mengalami pemecatan oleh pihaknsekolahnya setelah menggunggah honor yang jauh dari kelayakan. Masih banyak kasus lain yang tidak terpublikasikan yang menimpa beberapa guru honorer. Hal itu juga membuka mata semua kalangan betapa lemahnya perlindungan hukum dan kerja terhadap guru khususnya guru honorer.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menjadi payung hukum bagi para guru. Di dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 39 menyatakan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi,dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas. Perlindunga yang di maksud adalah meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan, dan kesehatan kerja, serta Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
Perlindungan hukum meliputi perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, intimidasi, perlakuan diskrimintif, atau perlakuan tidak adil dari peserta didik, masyarakat, birokrsi atau pihak lain. Perlindungan profesi meliputi perlindungan terhadap pemutusan hubugan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam peyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi, pembatasan/ larangan lain, yang dapat menghambat guru dalam melaksankanakan tugas , serta hambatan studi lanjut.