Merokok adalah salah satu masalah sosial yang dialami oleh masyarakat khususnya kaum laki-laki. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi perokok diatas usia 15 tahun mencapai 33,8 persen dan penduduk usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 persen ditahun 2013 menjadi 9,1 persen di tahun 2018. Seperti yang kita ketahui, rokok dapat memicu berbagai penyakit komorbid, seperti kardiovaskuler, jantung, hipertensi, diabetes, paru-paru dan lain sebagainya.
Ada adagium bahwa kalau sudah kecanduan merokok, susah untuk bisa berhenti merokok. Begitu jawaban perokok yang kecanduan apabila ditanya dan disarankan untuk berhenti merokok. Berbagai macam cara dilakukan untuk melepaskan diri dari kecanduan merokok. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan mengurangi jumlah batang rokok. Biasa setiap hari bisa menghabiskan sebungkus rokok, dikurangi menjadi setengah bungkus rokok. Namun cara itu ternyata tidak efektif juga untuk membuat berhenti merokok. Bahkan ada juga yang berhenti secara total, namun hanya bertahan selama hitungan bulan. Setelah itu kembali lagi merokok.
Kalau dihitung biaya merokok setiap harinya, perokok harus merogoh kocek minimal 20 ribu untuk setiap bungkusnya per hari. Apabila dihitung selama sebulan, maka perokok akan menghabiskan uang sebesar 600 ribu bagi perokok yang menghabiskan satu bungkus rokok setiap harinya. Apabila bagi perokok yang menghabiskan 2 bungkus rokok setiap harinya, maka dia akan menghabiskan uang sebesar 1,2 juta setiap bulannya. Jumlah yang cukup besar dikeluarkan hanya untuk memenuhi kebutuhan yang memiliki dampak negatif bagi kesehatan. Apabila dikonversikan kepada kebutuhan belanja makanan, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan makan selama sebulan untuk keluarga rumah tangga kecil. Bahkan kalau ditabung, tentu saja bisa digunakan untuk membeli sesuatu yang berguna. Tetapi itu hanya sebuah utopia bagi perokok yang sangat sulit untuk berhenti.
Teringat seorang teman kerja, sudah pernah berhenti merokok selama 5 tahun, namun memasuki tahun ke enam, teman saya merokok kembali. Sebagai imbas dari pekerjaan yang menyebabkan stres, menjadi penyebab teman saya itu kembali merokok. Memang pengaruh stres dalam pekerjaan dan lingkungan pergaulan menjadi faktor yang paling dominan pengaruhnya untuk membuat seseorang itu kembali lagi merokok.
Niat dari dalam diri sebagai cara utama untuk berhenti merokok
Flashback kebelakang bahwa dulunya penulis adalah termasuk ke dalam salah seorang perokok aktif yang hampir menghabiskan minimal satu bungkus bahkah 2 bungkus rokok dalam satu hari. Pada awalnya hanya coba-coba merokok karena pengaruh teman menyodorkan sebatang rokok. Setelah coba-coba menjadi tertarik untuk merokok lagi. Hingga lama kelamaan menjadi candu terhadap rokok. Sama halnya dengan kebanyakan perokok lainnya, pada awalnya memang sangat sulit untuk berhenti merokok. Seakan-akan rokok sudah membelenggu erat-erat dan tidak mau melepaskan korbannya untuk berhenti merokok.
Saya teringat pada saat dimana saya berhenti merokok secara total, iya secara total. Alkisah ketika istirahat makan siang, saya dan teman kerja saya pulang kerumah untuk makan siang. Selepas makan, seperti biasa saya duduk santai dikursi sofa yang berada diruang tamu dengan sebatang rokok ditangan. Sementara teman saya orang suku toraja, sedang ada dikamarnya browsing internet melalui komputer pc nya. Tiba-tiba dia memanggil saya ke kamarnya dan menyuruh saya untuk membaca sebuah artikel tentang penelitian untuk disertasi tentang kebiasaan suku yahudi. Dan pada saat membaca artikel itu, ada sebuah kalimat yang cukup menampar menurut saya. Dalam artikel itu tertulis bahwa generasi yang dihasilkan oleh merokok adalah generasi goblok. Setelah membaca kalimat itu, ada sebuah niat dalam hati bahwa saya tidak mau dikatakan goblok. Begitu ku tekankan dalam diriku berulang-ulang bahwa saya tidak mau dikatakan goblok. sontak saya keluar dari kamar menuju ruang tamu mengambil bungkusan rokok saya yang masih tersisa 10 batang lalu membuangnya keluar. Dan Puji Tuhan setelah kejadian itu, ternyata saya berhenti untuk merokok. Niat yang kuat dalam diri itu saya jaga secara konsisten. Bulan demi bulan saya bertahan tidak merokok sama sekali. Niat itu menjadi benteng pertahanan saya dari pengaruh yang bisa kapan saja membuat saya merokok lagi. Sejak tahun 2011, penulis sudah melewati masa 10 tahun berhenti dari kecanduan merokok.
Selama tahun pertama berhenti merokok, dampak positif yang paling terasa adalah paru paru terasa lebih ringan dari sebelumnya. Ini karena tubuh melakukan proses pemulihan sendiri dari racun-racun nikotin yang selama ini mengendap dalam darah hingga darah bersih dari racun nikotin. Lambat laun akan mengikis potensi munculnya penyakit komorbid tersebut.
Pengalaman penulis bisa diterapkan bagi siapa saja yang ingin melepaskan diri dari kecanduan merokok. Ini menjadi motivasi bagi siapapun yang kecanduan merokok, agar memiliki niat yang kuat dalam diri agar mampu berhenti dari kecanduan merokok. Memang pada awalnya susah, tapi niat itu tidaklah menjadi hal yang susah untuk dimunculkan dalam diri. Tanpa niat yang kuat dalam diri, akan menjadi mustahil bisa lepas dari kecanduan merokok. Selama ada niat, pasti ada jalan. Karena dengan niat segala sesuatu akan menjadi mudah untuk menjalankannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H