Lihat ke Halaman Asli

Mahasiswa, mau ke mana ?

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Judul tulisan ini barangkali saat menggelitik pembaca, sebuah kalimat tanya yang tidak perlu membutuhkan jawaban, namun hanya perlu direnungkan.

Situasi bangsa yang karut-marut saat ini kian memprihatinkan. Satu sisi kita sedang menyaksikan di lintas atas (para elite politik) berpesta pora atas jabatan, posisi atau kekuasaan yang mereka dapatkan. Di sisi yang lain, pada saat yang sama kita juga menyaksikan dengan mata terbuka, kondisi masyarakat yang semakinhari semakin tak tertolong. Kemiskinan masih saja terus merajalela, ketimpangan atau kesenjangan sosial makin meningkat. Orang yang kaya semakin kaya raya, dan orang yang miskin semakin terjepit dalam kondisi yang tak berdaya, padahal kalau kita hitung usia republik ini sudah 69 tahun, usia yang cukup matang dan lama jika dibandingkan dengan usia manusia.

Tidak hanya itu, sebagian anggota dewan perwakilan rakyat yang duduk di parlemen pun tidak luput dari tindakan yang tak terpuji. Kasus korupsi dan masalah lain terus membelit mereka tanpa sedikit pun menghiraukan dan mendengar jeritan dari rakyat yang mereka wakili. Sungguh tragis, nasib bangsa yang besar ini. Sebetulnya, dari ujung timur Marauke hingga ujung baratnya di Sabang semua merindukan adanya suatu kondisi bangsanya yang makmur dan sejahtera bebas dari penindasan oleh para elite republik dalam berbagai cara yaitu korupsi yang mereka lakukan.

Namun, apa daya harapan yang polos itu akhirnya hampir pupus jika kita menyaksikan kondisi bangsa hari ini. Pemerintah pun dalam hal ini, meski terus mengucurkan uang untuk pembangunan bangsa dan memberdayakan masyarakat, namun tetap saja, kemelut bangsa ini seakan tak kunjung tuntas diselesaikan. Kita baru saja menyelenggarakan pemilihan umum presiden pada 09 Juli yang lalu, dan kita pun telah memiliki pemimpin yang baru yang akan segera diambil sumpahnya untuk membangun bangsa ini kea rah yang lebih maju, harapannya bisa memajukan bangsa Indonesia ke depan.

Peran mahasiswa

Dari kondisi bangsa seperti yang telah diuraikan di atas, mahasiswa yang berlabel sebagai agent of change, yaitu agen perubahan, diharapkan mampu memberikan kontribusi yang nyata dalam menyelamatkan nasib bangsa yang disebut tengah berada di tepi jurang kehancuran. Mahasiswa yang memiliki predikat social lebih tinggi dengan masyarakat lainnya dituntut untuk ambil peduli dan ikut berperan dalam memerdekakan rakyat yang tetindas oleh sistem yang ada.

Namun, sayangnya di era kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang canggih saat ini, kita sering menyaksikan sebagian besar mahasiswa yang dicap sebagai perubahan bangsa itu, tehanyut dalam perputaran roda zaman. Budaya individualis, konsumerisme dan tidak mau ambil pusing dengan kondisi lingkungan sosial di sekitarnya menjadi tantangan yang serius juga bagi bangsa ini.

Sebagian besar generasi muda khususnya mahasiswa sekarang ini, lebih asyik menikmati gadgetnya daripada menyentuh langsung untuk menawar solusi atas persoalan yang tengah membelit bangsa ini. Mestinya, mahasiswa bisa turun langsung ke masyarakat untuk membangun kedekatan social dengan rakyat sambil membuat mereka berdaya dan mengangkat mereka dari ketertinggalan. Sehingga label agent of change yang disematkan pada diri mahasiswa tidak luntur digerus oleh keadaan.

Pada bagian akhir tulisan ini, penulis ingin memberikan suatu pesan kepada kita semua. Pesan ini adalah sekaligus merespon apa yang ditanyakan pada judul tulisan ini. Mahasiswa yang berlabel sebagai agen perubahan dalam kehidupan bangsa dan negara itu, dituntut untuk terus berjuang. Tidak cukup mahasiswa hanya mengandalkan materi kuliah yang disajikan di kelas sebagai bekal untuk nanti ketika kelak sudah lulus dapat mengabdi kepada masyarakat.

Mahasiswa mau kemana? Sangat jelas, mahasiswa mestinya tidak kemana-mana ditengah bangsa ini terbelit oleh berbagai persoalan. Tidak kemana-mana bukan berarti tidak bergerak. Tidak kemana-mana yang dimaksud oleh penulis adalah mahasiswa mestinya tidak lari dari persoalan masyarakat, tidak jauh dari masyarakat dan tidak membangun jarak pemisah dengan rakyat yang tertindas. Mahasiswa ditantang untuk hidup berdampingan dengan rakyat dan belajar pemberdayaan.

Jika bingung dan lalu bertanya kemana? Jawabannya adalah berorganisasi. Organisasi adalah sebagai salah satu alat perjuangan, manakala mahasiswa ingin turut berperan serta dalam memperjuangkan kehidupan dan kesejahteraan rakyat agar bebas dari segala bentuk pemiskinan dan ketertindasan yang berlangsung terus menerus dari dulu hingga kini. Berjuang tidak hanya dalam bentuk aksi unjuk rasa menyampaikan aspirasi di jalanan, tetapi juga berjuang ke yang lebih konkrit yaitu turun langsung ke masyarakat untuk pemberdayaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline