Lihat ke Halaman Asli

Sampai Kiamat Tiba, Musuh Setan Adalah Pancasila

Diperbarui: 3 September 2016   00:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengamalkan Pancasila secara utuh ternyata berat, lebih berat dari puasa sebulan penuh atau menjalankan ibadah haji maupun sholat lima waktu. Padahal yang lebih berat lagi rukun iman. Iman adalah sesuatu yang tidak nampak secara kasat mata, tapi diyakini oleh pemeluknya. Apabila telah berikrar keimanan maka efeknya mengalir hingga ke tulang sumsum pada kepribaduan seorang manusia. Ia tidak akan takut terhadap apapun, terutama yang menghalangi dirinya untuk melakukan amal kebaikan. 

Apakah Pancasila itu tidak baik? Atau bertentangan dengan ajaran agama?. Sehingga sebagai rukun yang lima sila sangat sulit dijalankan (sebutan lain dari tidak dijalankan). Sebagai bangsa yang beragama dan tentu berkeyakinan kepada Tuhan yang tunggal, bangsa ini sulit mempercayai yang tampak secara kasat mata daripada yang tidak. Bangsa ini percaya kepada adanya Tuhan yang tidak tampak, tapi belum tentu percaya pada kenyataan nasib Pancasila lainnya yang rukun-rukunnya sudah memudar di urat nadi kebangsaan. 

Seperti rukun kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, permusyawaratan perwakilan dan keadilan sosial. Fakta lapangan, rukun-rukun Pancasila tersebut sangat tampak secara lahiriah bagaimana diamalkan atau tidak samasekali diamalkan. Apabila seseorang mengaku beriman maka seseorang akan mengambil rukun Iman yang enam tanpa paksaan. 

Begitu pun saat mengaku mencintai negara maka penyelenggara negara terutama, seharusnya menjalankan rukun Pancasila tanpa harus dibayangi rasa takut dan tertekan. Entah, banyak sekali godaan dan cobaan untuk mengamalkannya, harus diakui banyak bala tentara setan dimana-mana. Setan dan iblis terus saja menghalangi dengan segala tipu muslihatnya hingga ia tidak ragu sedikitpun merubah bentuk aslinya menyerupai manusia demi menggagalkan pelaksanaan Pancasila sampai hari kiamat tiba. 

Sebab, apabila pemerintah negara ini tidak menjalankan sala satu saja dari rukun Pancasila maka bisa disebut negara gagal secara administratif apalagi tidak menjalankannya sama sekali. Ia tidak sah disebut sebagai Indonesia yang syaratnya mengamalkan Pancasila, sebagaimana rukun Islam, rukun Shalat ataupun rukun wudhunya. 

Masing-masing wajib dilaksanakan secara bertahap dari awal sampai akhir sehingga tertib dan sah ibadahnya. Maka seorang Pancasilais akan tahu, ia mendapai kesulitan dimana atau sering batal dimana saat menunaikan rukun Pancasila yang tentu bukan hanya secara administratif. Jika rukun shalat diawali dengan niat dan berakhir pada salam maka rukun Pancasila akan menjadikan negara berakhir pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Sejak undang-undang penanaman modal asing diadakan yang berarti memberikan kekayaan alam pada swasta yang bermodal, ditambah ekonomi pasar bebas yang mengeliminir peran pemerintah dalam mengintervensi harga pasar. Kemudian pelan namun pasti pemerintah mencabut subsidi demi subsidi untuk rakyat dengan alasan efesiensi yang berakibat pada perekonomian yang tidak adil dan tidak beradab bagi kemanusiaan. Keberpihakan lebih jelas mengarah kepada pemodal, sebab investor datang karena undangan pemerintah. 

Misal apabila PLN beli setrum dari swasta, dan PDAM beli air dari swasta, pasar-pasar tradisional dikembangkan swasta, koperasi simpan pinjam lebih diminati daripada bank pemerintah yang sulit memberikan kredit, maka lambat atau cepat negara dijalankan oleh swasta. Rukun kerakyatan dalam permusyawaratan dan perwakilan lebih pada oligarki politik, tidak lebih dari oligarki pasar dan ekonomi yang dikuasai segelintir kader. Kader terbaik dan berintegritas harus menerima nasib karena tidak mampu bertarung dalam pemilihan yang syarat modal finansial. 

Dengan sistem demikian, semoga bangsa ini masih setia dan siberikan kekuatan oleh Tuhan untuk menjalankan rukun Pancasila demi kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Kendati diketahui bersama sejak Adam di surga setan dan iblis tidak pernah rela sesuatu yang baik diamalkan. Menjalankan rukun Pancasila secara tertib berarti pula menyatakan perang kepada iblis dan setan. Sebab itulah para pendiri negara mendeklarasikan negara berdasarkan Tuhan-Ketuhanan yang tidak bersekutu dengan apa saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline