Usulan Bendera Bulan Bintang oleh Pemprov Aceh sebagai bendera Aceh menuai pro kontra di berbagai kalangan masyarakat, tak pelak sejarah konflik masa lalu kembali terkuak.
Kondisi seperti ini seharusnya tidak terulang lagi jika seluruh rakyat Aceh memahami sejarah pada masa lalu. Bendera Alam Peudeung yang telah mendunia sejak ratusan tahun lalu merupakan simbol Aceh yang sebenarnya. Bendera yang berwarna merah dengan gambar bulan bintang dan pedang tersebut, telah lama menjadi simbol bagi "Bangsa Aceh", terutama pada masa kejayaan kesultanan Aceh dibawah pimpinan Sultan Iskandar Muda.
Harus diketahui bersama jika Bendera Bulan Bintang tidak bisa untuk mewakili keinginan seluruh rakyat Aceh, karena bendera Bulan Bintang identik dengan bendera separatis di Aceh, dan apabila tetap dipaksakan maka akan dapat menyakiti hati seluruh rakyat Aceh.
Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah. Pada pasal 6 ayat 4 tertulis "Desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia".
Polemik yang terjadi selama ini menyangkut Qanun Bendera Aceh masih belum berujung. Hal ini disebabkan kalangan DPRA terkesan terlalu memaksakan kehendak untuk memasukkan simbol-simbol lain yang akan dijadikan bendera Aceh. Padahal simbol-simbol yang diinginkan oleh kalangan Dewan sebagai bendera Aceh tersebut, sama sekali tidak mewakili keinginan seluruh etnis yang ada di Aceh. Dimana setiap daerah di Aceh memiliki ragam budaya masing-masing. Malah banyak suara sumbang yang menolak, pernah muncul dari daerah-daerah di Aceh terkait pembahasan Qanun Bendera Aceh, sebagaimana yang diinginkan kalangan politisi di gedung DPRA.
Dalam MoU Helsinki disebutkan, "Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne." Poin ini kemudian diterjemahkan dalam UUPA, pada pasal 246 ayat (2), "Selain Bendera Merah Putih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan. Artinya, penentuan dan penetapan bendera Aceh dibolehkan selama bukan dimaksudkan sebagai simbol kedaulatan dan tidak diberlakukan sebagai bendera kedaulatan di Aceh (ayat 3), serta penetapan bendera, lambang dan himne diatur bentuk Qanun yang berpedoman pada perundang-undangan (ayat 4).
Kita berharap Pemerintah Aceh (juga Parlemen Aceh) dan Pemerintah Pusat segera menemukan jalan tengah terkait pro kontra bendera dan lambang Aceh. Persoalan bendera dan lambang ini jangan sampai mencederai semangat perdamaian yang sedang dinikmati rakyat Aceh.
Mari kita akhiri perdebatan Bendera Aceh ini dengan sikap arif dan bijaksana agar situasi damai senantiasa terwujud di bumi Nangroe Aceh Darussalam. Janganlah terus menerus memaksakan kehendak politik yang berujung pada konflik atau perpecahan bangsa. Bendera Alam Peudeung harus dipahami bersama sebagai identitas atau simbol yang dapat menularkan semangat persatuan dan kesejahteraan rakyat seperti sejarah Aceh pada masa lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H