Lihat ke Halaman Asli

Heryantoro

Mengabdi bagimu negeri

Penatausahaan Kekayaan Negara Dipisahkan

Diperbarui: 23 Maret 2018   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merujuk pada ketentuan terkait kekayaan negara dipisahkan KND disebutkan  bahwa yang dimaksud kekayaan negara dipisahkan merupakan “Kekayaan negara yang berasal dari APBN dan/ atau sumber lainnya yang diinvestasikan secara jangka panjang dan berkelanjutan oleh pemerintah pusat dan dikelola secara terpisah dari mekanisme APBN”.  Secara penatausahaan banyak yang terlibat dalam pengelolaan kekayaan negara dipisahkan untuk melakukan pencatatan, pemutakhiran, pelaporan, penyimpanan dokumen kekayaan negara dipisahkan ini. Instansi yang terkait dalam penatausahaan kekayaan negara dipisahkan antara lain : Sekretariat Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Sekretariat Jenderal Kementerian Riset , Teknologi , dan Pendidikan Tinggi. Banyak nya instansi yang terlibat tersebut karena masing-masing punya keterkaitan dengan investasi pemerintah jangka panjang, misalnya untuk Kementerian BUMN harus memiliki data tentang jumlah saham pemerintah yang dimiliki pada BUMN berikut proyeksi deviden yang akan didapatkan dari investasi tersebut. Kepemilikan saham pemerintah pada BUMN biasanya di atas 50% sehingga merupakan pemilik saham mayoritas yang memiliki kendali terhadap kebijakan strategis BUMN. Sehingga menjadi sangat baik jika perusahaan yang mengelola hajat hidup orang banyak (strategis) seperti perusahaan "minyak dan tambang", kepemilikan saham mayoritas seharusnya dikuasai oleh negara. Secara ketentuan Menteri Keuangan mewakili pemerintah selaku pemilik/ pemegang saham, atas kepememilikan BUMN. Kekayaan negara yang dimiliki pemerintah pada BUMN hanya berupa saham saja tidak termasuk aset BUMN itu sendiri, jika pemerintah melakukan investasi jangka panjang dalam bentuk aset tetap (misal tanah) maka nilainya harus dikonversi ke dalam saham kepemilikan.

Sementara itu badan hukum yang terlibat dalam penatausahaan kekayaan negara dipisahkan antara lain : Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Objek penatausahaan kekayaan negara dipisahkan berada pada perusahaan negara, lembaga keuangan internasional, badan hukum lainnya. Untuk perusahaan negara dan lembaga keuangan internasional penatausahaan dilakukan oleh instansi pemerintah, sedangkan untuk badan hukum lainnya penatausahaan dilakukan oleh masing-masing badan hukum kecuali yang berbentuk  perguruan tinggi negeri badan hukum maka dilaksanakan oleh instansi pemerintah. Namun jika belum bisa dilaksanakan oleh instansi pemerintah maka penatausahaan dilakukan oleh perguruan tinggi negeri badan hukum itu sendiri. Masing-masing badan hukum punya peran dan keterkaitan dengan penatausahaan kekayaan negara dipisahkan, misalnya untuk penyimpanan dokumen investasi maka pemerintah bisa memilih Bank Indonesia sebagai tempat penyimpanan dokumen karena dianggap memiliki tempat penyimpanan yang paling memadai.

Pencatatan kekayaan negara dipisahkan sangat penting dilakukan oleh Direktur Jenderal Kekayaan Negara karena pada dasarnya merupakan investasi pemerintah jangka panjang yang memiliki nilai ekonomis dan merupakan kekayaan yang dimiliki oleh negara meskipun dilakukan secara terpisah dari APBN. Tujuan pencatatan kekayaan negara dipisahkan adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap sebagai dasar pengambilan kebijakan pemerintah jika sewaktu-waktu diperlukan. Pemutakhiran (up dated) data kekayaan negara dipisahkan juga sangat diperlukan untuk mendapatkan data sesungguhnya, bisa dilakukan dengan rekonsiliasi data yang melibatkan pihak terkait antara lain dengan perusahaan negara, perguruan tinggi negeri badan hukum. Dalam rekonsiliasi ini biasanya akan ada perubahan atau perbedaan data terkait dengan investasi pemerintah yang merupakan kekayaan negara dipisahkan antara lain penerimaan negara dari investasi dimaksud dan hal tersebut merupakan perubahan yang wajar. Pencatatan investasi pemerintah ini merupakan hal yang paling krusial karena menyangkut transaksi atau kejadian yang bersifat finansial maka harus dibukukan dengan sebaik-baiknya. Sehingga dihasilkan pengelolaan KND yang tertib , terarah , transparan , dan akuntabel, sesuai dengan yang diharapkan.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara juga punya kewajiban untuk melaksanakan pelaporan kekayaan negara dipisahkan. Pelaporan dilakukan dalam semesteran maupun tahunan baik itu dalam penyajian dokumentasi maupun pelaporan dalam bentuk data yang disampaikan kepada Menteri Keuangan. Selain pelaporan, Direktur juga punya kewajiban untuk melakukan penyimpanan terhadap dokumen kekayaan negara dipisahkan yang antara lain melakukan pencatatan, pemberkasan, pemeliharaan dan pengamanan dokumen. Dokumen yang disimpan antara lain dokumen pokok (sumber), data dan informasi terkait kekayaan negara dipisahkan, dan laporan penatausahaan kekayaan negara dipisahkan. Termasuk kegiatan penyimpanan dokumen KND yaitu meliputi pencatatan, pemberkasan, pemeliharaan, dan pengamanan dokumen. Untuk tujuan pengamanan dan pemeliharaan dokumen kekayaan negara dipisahkan, maka dapat disimpan di lembaga yang memiliki tempat penyimpanan relatif lebih baik antara lain di Bank Indonesia, biasanya dokumen sumber dalam bentuk surat kepemilikan (saham).

dipisahkan2-59a02d1496489027f04153d4.jpg

Sebagian kalangan menganggap kekayaan negara dipisahkan ini dianggap berbeda dengan keuangan negara umumnya, terutama penempatan investasi pemerintah pada BUMN, sehingga perlakuan dan pencatatannya juga berbeda. Secara umum "keuangan BUMN bukan masuk ranah keuangan negara", karena dalam investasi pada BUMN pemerintah mendapat saham kepemilikan yang biasanya lebih dari 50% saham suatu BUMN. Selain keuangan BUMN bukan keuangan negara, "aset BUMN juga bukan merupakan Barang Milik Negara (BMN)". Jika terjadi kerugian pada suatu BUMN maka bukan lagi merupakan kerugian negara, melainkan merupakan kerugian biasa  suatu perusahaan BUMN. Kerugian disini adalah akibat transaksi normal biasa atau suatu keadaan tertentu yang menyebabkan kerugian misalnya penjualan merosot tajam sehingga dalam laporan keuangan rugi laba perusahaan mengalami kerugian. Namun jika terjadi penjualan saham milik pemerintah pada BUMN dengan nilai yang tidak wajar (jauh di bawah harga pasar) maka termasuk kerugian keuangan negara. Demikian juga untuk penjualan aset BUMN yang lain misalnya untuk aset tetap,  jika penjualan aset BUMN (misal tanah) dilakukan  jauh di bawah harga pasar  juga merupakan potensi kerugian negara, sehingga kedepan harus dilakukan pengaturan lebih baik lagi untuk mekanisme pemindahtanganan aset BUMN guna menghindari potensi kerugian BUMN/negara. Demikian juga harus ada pengaturan yang jelas/tegas apakah setiap pengalihan saham/aset BUMN memerlukan persetujuan DPR, atau cukup persetujuan dewan komisaris BUMN ybs dengan pemerintah saja sebagai pemegang saham. Sesuai perkembangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (2013) maka kekayaan/keuangan negara yang ditempatkan pada BUMN merupakan keuangan negara, yang mana pengelolaanya dilakukan secara terpisah di luar mekanisme pengelolaan APBN. Dengan demikian dapat ditegaskan kembali bahwa "kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN merupakan keuangan negara, namun pengelolaanya yang dilakukan terpisah dari mekanisme APBN". Untuk audit laporan keuangan BUMN secara menyeluruh (general) karena bukan total ranah keuangan negara maka audit BUMN dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik bukan lagi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pada masa sebelumnya dan mungkin hingga saat ini hasil audit Kantor Akuntan Publik terhadap BUMN ini disampaikan juga ke Badan Pemeriksa Keungan (BPK) untuk dilakukan riview, karena saham pemerintah pada BUMN pada umumnya merupakan kepemilikan mayoritas. 

Demikian juga "aset yang dimiliki oleh suatu BUMN juga tidak masuk sebagai aset negara (BMN)", namun sebagai pemegang saham mayoritas pemerintah bisa saja meminta pertanggungjawaban direksi yang dengan sengaja melakukan penggelapan aset BUMN atau tindakan lain yang secara sengaja merugikan aset BUMN. Sehingga dalam hal ini harus dilakukan pengaturan secara lebih terperinci perihal pemindahtanganan(penjualan) aset BUMN agar tidak berpotensi merugikan negara, misalnya penjualan aset BUMN wajib melalui lelang dengan menggunakan appraisal independent untuk menghindari terjadinya penjualan aset  jauh di bawah harga pasar yang tentunya berpotensi merugikan BUMN/Negara. Potensi kerugian negara ini juga harus bisa dibuktikan secara nyata atau bisa dihitung oleh pihak yang berwenang antara lain oleh BPK/BPKP/Akuntan Publik sehingga kerugian negara dapat ditentukan secara pasti jumlah kerugiannya. Namun aparat penegak hukum memiliki pendapat sendiri tentang kekayaan negara dipisahkan ini, karena menurut mereka yang dimaksud dipisahkan sebenarnya adalah perlakuan pencatatan keuangan dilakukan diluar mekanisme APBN, namun yang terkait segala hal yang menyebabkan kerugian negara/BUMN akibat penyalahgunaan wewenang/ kelalaian maka menjadi bagian dari Negara sehingga bukan lagi hal yang dipisahkan, sehingga dalam hal ini keuangan negara termasuk di dalamnya yang dipisahkan maupun yang tidak dipisahkan. Tanggung jawab Direksi juga dibatasi pada "bussines judgement rule", apapun yang dilakukan oleh Direksi jika Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bisa menerima atau menyetujui maka Direksi terbebas dari hal atau kebijakan yang dianggap menyimpang.

Pada masa lalu banyak BUMN yang merugi sehingga hanya beberapa BUMN saja yang sehat atau mencetak laba, bahkan BUMN yang tanpa pesaing sama sekali seperti PT.KAI pada masa sebelumnya selalu merugi. Sebagai pemilik saham mayoritas maka pemerintah juga mengalami kerugian karena investasi yang ditanamkan tidak membawa hasil, bahkan harus menyuntikan dana agar suatu BUMN yang sakit dan sakarat bisa diselamatkan. Bahkan ada yang telah dilakukan berbagai upaya penyelamatan namun akhirnya BUMN yang sakarat tersebut akhirnya mati juga (tidak beroperasi). Oleh karena itu pengelolaan kekayaan negara dipisahkan secara lebih profesional menjadi sangat penting agar BUMN yang notabene milik pemerintah dapat eksis dan bersaing dengan perusahaan swasta. Pada BUMN yang sakit biasanya ditawarkan kepada investor atau dijual,  istilah yang sering kita dengar sebagai "restrukturisasi dan privatisasi BUMN", sebagai pemegang saham mayoritas pemerintah (RUPS) punya kewenangan untuk merombak manajemen termasuk mengganti direksi dan mengambil kebijakan strategis lainnya. Privatisasi BUMN atau penjualan saham perusahaan milik pemerintah sah saja sepanjang untuk tujuan perbaikan dan penyelamatan, khususnya untuk BUMN yang sakit atau sakarat. BUMN yang terus merugi merupakan indikasi going concern- nya diragukan dan "kalah bersaing" dengan kompetitor lain. BUMN merupakan badan usaha yang regulasi nya berada "di tengah-tengah antara ranah publik dan ranah private", berbeda dengan perusahaan swasta yang regulasinya benar-benar masuk ranah private. Sehingga dalam pengelolaan BUMN ini terkesan ribet karena banyak aturan yang harus diikuti berbeda dengan badan usaha swasta yang mana regulasi yang mengatur relatif lebih sedikit. Banyaknya aturan terkait BUMN menjadi salah satu penyebab pergerakan nya kurang begitu luwes dibandingkan dengan perusahaan swasta. Hukum Perusahaan menyangkut BUMN merupakan campuran antara hukum private dan hukum publik sehingga relatif lebih banyak aturan terkait yang mengatur dibandingkan perusahaan swasta. Bahkan pada masa sebelumnya BUMN kadang bersinggungan dengan hal yang berbau politik misal pendanaan partai, dan yang lebih miris lagi pada jaman dulu masih ada korupsi di sana sini pada tubuh BUMN. Sehingga gambaran BUMN pada masa sebelumnya sangat mirip dengan gambaran birokrasi saja, cuma beda pada nama di lembaganya sebagai badan usaha pemerintah. 

dipisahkan3-59a02d255169954acc6369c6.jpg

Salah satu strategi yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk memperkuat BUMN adalah cara dengan "holding company", BUMN yang sejenis digabung untuk memperkuat permodalan, merampingkan dan efisiensi pengelolaan, sehingga mampu bersaing dengan perusahaan swasta yang sejenis. Holding BUMN yang sejenis juga akan merampingkan, efisiensi cost, memperkuat permodalan, memperkuat daya saing, memudahkan kontrol pemerintah terhadap BUMN. Meskipun dihadapkan pada kultur yang berbeda untuk masing-masing BUMN dan resistensi karena akan ada beberapa posisi jabatan yang akan hilang dengan alasan perampingan, namun holding BUMN merupakan langkah strategis menuju efisiensi dan meningkatkan daya saing. Pada masa sebelumnya mungkin sekarang tidak, kultur pada BUMN sangat mirip dengan kultur birokrasi sehingga untuk membuat prestasi yang gemilang dalam pencetakan laba sangat sulit kebanyakan BUMN mencetak laba tidak secara fantastis (rata-rata) saja. Bahkan untuk audit laporan keuangan diberikan oleh akuntan publik yang sudah biasa menjadi langganan, meskipun dilakukan rolling untuk auditor tapi masih berdasarkan koneksi meskipun dilakukan secara tender. Namun BUMN yang sekarang sudah bukan seperti jaman dulu, dengan sentuhan tangan-tangan profesional dan perubahan kultur di dalam tubuh BUMN. kondisi sekarang sudah sangat baik dan bisa berkompetisi dengan perusahaan swasta dan asing. Namun perlu diwaspadai pada era digitalisasi dan otomatisasi  dengan persaingan yang sangat ketat seperti sekarang ini,  jika BUMN "kalah bersaing" maka akan terus merugi yang berdampak pada kelangsungan going concern nya.   Sudah saatnya pemerintah melakukan investasi untuk membangun unit usaha berbasis digital online, yang mana mengikuti trend masa depan yang dapat memberikan kontribusi kepada negara secara significant untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Dalam "penyertaan modal pemerintah" pada BUMN ada kalanya dalam bentuk kucuran dana untuk pembangunan gedung kantor atau infrastruktur lainnya yang diperlukan oleh suatu BUMN. Investasi pemerintah ini akan dikonversi menjadi saham kepemilikan pada suatu BUMN, namun harus diperhatikan bahwa investasi ini harus layak dan bermanfaat sampai dengan gedung kantor / infrastruktur selesai sehingga tidak mubazir. Jika ternyata proyek pembangunan berhenti/mangkrak karena dana nya tidak cukup maka akan sia-sia dan tidak memberi manfaat bagi suatu BUMN. Oleh karena itu dalam pengelolaan kekayaan negara dipisahkan adalah bagaimana mengelola dana investasi jangka panjang pemerintah secara tepat sehingga tidak mubazir dan betul-betul memberikan manfaat. Investasi pemerintah yang mangkrak terlalu lama ini  khususnya berupa bangunan, akan mengalami penurunan nilai yang significant karena kondisinya pasti tidak terawat sehingga nilai investasi pemerintah juga semakin menurun sehingga harus menjadi perhatian. Jika ditelusuri secara lebih mendalam masih "banyak aset-aset BUMN" baik itu tanah dan atau bangunan maupun selain tanah dan atau bangunan yang mangkrak(idle) belum dimanfaatkan secara maksimal. Selain itu masih banyak alat/fasilitas yang bisa dibuat lebih efisien, suatu misal fasilitas ATM Bank Pemerintah bisa dibuat satu (tidak masing-masing), sehingga dapat menekan biaya pemeliharaan dan biaya operasional yang jauh lebih murah.

Selanjutnya dalam pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan ini juga masih terdapat permasalahan, antara lain masih ada yang belum dilakukan pencatatan atau pencatatan nya masih dobel akunting, antara lain bantuan pemerintah yang belum ditetapkan statusnya dari Kementerian/Lembaga kepada BUMN. Jika sudah dilakukan serah terima dari K/L kepada BUMN maka seharusnya pencatatan bantuan pemerintah tersebut cukup dicatat pada BUMN saja sehingga tidak terjadi dobel akunting pada catatan K/L. Ketidakcocokan data harus dilakukan rekonsiliasi guna mendapatkan data yang akurat dan akuntabel, serta mencari solusi terkait dengan permasalahan seputar bantuan pemerintah yang juga merupakan kekayaan negara dipisahkan. Koordinasi yang baik dengan para pihak terkait sangat diperlukan dalam menyamakan persepsi dan penafsiran dalam pengelolaan kekayaan negara dipisahkan. Selain itu akan mewujudkan penatausahaan KND yang tertib , terarah , transparan , dan akuntabel, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Hal lain yang menjadi perhatian adalah penyajian laporan investasi pemerintah yang harus disajikan tepat waktu, untuk itu kompilasi laporan dari para pihak terkait bisa disampaikan tepat waktu.

Untuk tahun ini (2017) pemerintah lebih banyak melakukan investasi jangka panjang dalam bentuk penyediaan infrastruktur, bisa dimaklumi bahwa kebutuhan infrastruktur yang memadai sangat urgent khusus nya bagi daerah-daerah di Indonesia yang sangat minim infrastruktur. Dengan penyediaan infrastruktur yang memadai ini akan "memicu atau menstimulus pertumbuhan ekonomi disekitarnya" sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Khusus untuk penyediaan dana pembebasan tanah untuk pembangunan infrastruktur pemerintah menyalurkan dana atau investasi jangka panjangnya melalui Badan Layanan Umum Lembaga Manajemen Aset Negara (BLU LMAN). BLU LMAN akan menyediakan dana untuk pengadaan tanah guna pembangunan infrastruktur bagi instansi yang membutuhkan khususnya untuk "proyek strategis nasional" yang menjadi prioritas pemerintah. Penyaluran dana pengadaan tanah bisa dilakukan "langsung" kepada pemilik tanah atau "secara tak langsung" melalui operator proyek yang mengerjakan pembangunan infrastruktur. Namun demikian pemerintah juga memiliki keterbatasan dana dalam membiayai seluruh kebutuhan infrastruktur yang mana dalam realisasinya memerlukan dana tidak sedikit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline