Lihat ke Halaman Asli

Heryantoro

Mengabdi bagimu negeri

Pengelolaan Barang Rampasan Negara dan Gratifikasi

Diperbarui: 16 Maret 2018   17:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Barang rampasan Negara dan gratifikasi merupakan Barang Milik Negara (BMN) yang berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Barang rampasan dan gratifikasi harus dikelola dengan sebaik-baiknya melalui optimalisasi guna meningkatkan penerimaan negara dan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Sebagai pengelola barang Menteri Keuangan mempunyai kewenangan untuk menerima dan menatausahakan barang rampasan negara dan gratifikasi yang didapatkan dari Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selanjutnya atas barang rampasan dan gratifikasi tersebut ditetapkan statusnya menjadi bmn terlebih dahulu. Terhadap barang rampasan pengelola barang juga mempunyai kewenangan dalam memberikan keputusan baik itu pemanfaatan, pemindahtanganan maupun penghapusan yang diajukan oleh Kejaksaan. Barang rampasan biasanya berasal dari putusan pengadilan yang berkuatan tetap, yang mana disebutkan bahwa barang dirampas untuk negara, biasanya disebutkan sebagai uang pengganti kerugian negara. Untuk barang rampasan negara berupa barang bergerak atau barang yang bisa disimpan, maka dilakukan penyimpanan pada rumah penyimpanan benda sitaan negara. Dalam prakteknya tidak mudah mengelola barang rampasan negara khususnya barang bergerak, karena mudah hilang, rusak, berpindah, atau tercampur dengan barang rampasan lainnya, sehingga dalam pengelolaannya harus dilakukan dengan baik. Terjadinya penumpukan barang rampasan karena pengelolaannya yang belum baik, juga hambatan payung hukum untuk melakukan tindakan lebih lanjut sehingga terkesan lambat dalam penanganannya. Seiring dengan perjalanan waktu proses peradilan, suatu barang rampasan negara value nya akan semakin menurun sehingga ketika akan dijual secara lelang nilainya sudah jatuh dibandingkan dengan nilai awalnya. Penurunan nilai secara drastis merupakan salah satu permasalahan terkait dengan pengelolaan barang rampasan negara. Namun tidak semua barang rampasan negara akan mengalami penurunan nilai secara drastis ketika akan dilelang, untuk barang rampasan tertentu justru nilainya bisa naik secara significant ketika akan dilelang. Salah satu contoh barang rampasan negara yang tidak akan mengalami penurunan value adalah tanah dan atau bangunan (properti), jika dikelola dengan baik dirawat dan diamankan, maka seiring dengan selesainya kasus hukum maka barang rampasan negara seperti itu nilai nya akan  naik secara significant ketika akan dilelang jika dibandingkan dengan nilai pasar sebelumnya. Untuk pengelolaan barang rampasan negara seperti ini kewenangannya ada pada KPK/Kejaksaan, sehingga untuk optimalisasi dapat dilakukan untuk menjaga nilainya antara lain dengan pemeliharaan dan pengamanan yang baik. Kelemahan lain pengelolaan barang rampasan negara ini adalah masih menjadi fungsi pendukung (supporting) bukan sebagai fungsi utama (core), sehingga kadang diabaikan begitu saja dibandingkan dengan fungsi lainnya, ini salah satu yang menjadikan pengelolaan barang rampasan negara belum terlalu optimal. Sehingga untuk ke depan tata kelola barang rampasan negara ini harus diperbaiki, baik itu dari sisi SDM, sistem data base yang lebih sempurna, penyediaan tempat penyimpanan yang lebih baik.

"Barang rampasan negara adalah BMN yang berasal dari barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap". Menteri Keuangan sebagai pengelola barang akan mendelegasikan wewenang untuk penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, barang rampasan negara kepada Direktur Jenderal Kekayaan Negara. Selanjutnya Direktur Jenderal melimpahkan wewenangnya kepada struktural di bawahnya. Untuk barang rampasan Negara dengan nilai Rp500juta-Rp1Milyar dilimpahkan wewenangnya kepada Kepala Kanwil DJKN, sedangkan untuk barang rampasan negara dengan nilai sampai dengan Rp500juta dilimpahkan wewenangnya kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Indikasi nilai tersebut berdasarkan perhitungan dari Kejaksaan sendiri, jika Kejaksaan ternyata tidak dapat menentukan indikasi nilai tersebut maka bisa minta bantuan instansi terkait untuk dibuatkan berita acara penilaian. Untuk penilaian barang rampasan ini pihak Kejaksaan  biasanya mengajukan penilaian pada penilai pemerintah yang ada pada KPKNL/Kanwil DJKN/Kantor Pusat DJKN. Namun jika kapasitas atau kompetensi penilai pemerintah yang ada pada DJKN/KPKNL tidak memiliki keahlian untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek penilaian barang rampasan karena sifat barangnya yang unik atau belum diatur tentang itu maka sebaiknya suatu permohonan penilaian tidak diterima. Sebagian barang rampasan negara juga ada kebijakan khusus, misalnya untuk kapal ikan yang tertangkap mencuri di perairan Indonesia dan menjadi barang rampasan negara untuk saat ini tidak dilelang dan hasilnya disetorkan ke kas negara. Namun kapal ikan hasil tangkapan tersebut ditenggelamkan sebagai rumpon dilaut, karena jika dilelang maka pembeli biasanya adalah pihak yang masih terkait dengan pencurian ikan. Pertimbangan lain karena lelang kapal ikan hasil tangkapan ini punya potensi masalah yang rumit, misalnya mafia ikan yang bisa mendominasi proses lelang, bahkan bisa menyuruh orang lain untuk membeli kapalnya. Namun ikan hasil tangkapan sebenarnya bisa dilelang, karena jika tidak dilelang ikan tersebut menjadi mubazir karena merupakan barang yang cepat busuk, selain itu ikan hasil tangkapan juga tidak akan mungkin bisa merusak pasar, karena ikan termasuk barang yang cepat habis dan rusak. Jika hanya dimusnahkan saja, maka ikan-ikan tersebut tidak memberi kontribusi apapun bagi negara.

"Barang gratifikasi adalah barang yang telah ditetapkan status gratifikasinya menjadi milik negara oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi". Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan juga mempunyai kewenangan dan tanggungjawab untuk melakukan penyimpanan, pengamanan, pemeliharaan atas barang gratifikasi yang telah diserahkan oleh KPK, dan bisa menugaskan Kepala Kanwil DJKN maupun Kepala KPKNL untuk melakukan tugas yang sama sesuai dengan wilayah kerjanya. Direktur Jenderal atas nama Menteri Keuangan juga dapat memerintahkan Kepala Kanwil DJKN dan Kepala KPKNL untuk melakukan pemeriksaan fisik dan atau melakukan penilaian terhadap barang rampasan negara dan gratifikasi yang berada di wilayah kerjanya. Namun barang rampasan negara ini biasanya tidak dilengkapi dengan dokumen kepemilikan / sertifikat sehingga bagi penilai pemerintah yang akan melakukan penilaian memiliki keterbatasan informasi sehingga hanya berdasarkan pada putusan pengadilan dan berita acara penyitaan barang rampasan. Sehingga dalam hal ini ketika melakukan penilaian barang rampasan negara, penilai pemerintah harus cermat dalam mempelajari berkas permohonan penilaian. Khususnya dalam mencermati detail objek penilaian yang terdapat pada putusan pengadilan dan berita acara penyitaan, harus jelas nama objek dan spesifikasinya. Selain itu, ketika berada di lokasi harus didampingi oleh orang yang benar-benar tahu tentang kondisi objek barang rampasan negara, jangan sampai salah menentukan lokasi dan luasan nya. Demi kelancaran pelaksanaan penilaian barang rampasan negara, penilai pemerintah harus memperhatikan situasi dan kondisi di sekitar objek penilaian barang rampasan. Jangan sampai masih terdapat pihak yang dapat menghambat survey penilaian barang rampasan, salah satunya masih adanya terpidana (pemilik barang rampasan) yang ternyata masih tinggal di objek penilaian barang rampasan. Sehingga informasi harus diperoleh terlebih dahulu untuk memastikan bahwa situasi di sekitar objek penilaian barang rampasan aman untuk dimasuki oleh penilai. Penilaian barang rampasan juga kadang terhambat oleh keberatan-keberatan dari keluarga atau kuasa hukum pemilik barang rampasan (terpidana) sehingga dalam hal ini penilai harus koordinasi terlebih dahulu dengan pihak terkait.

rampasan2-59a092201772b008424d5443.jpg

Terhadap barang rampasan negara Jaksa Agung/ Pimpinan KPK memiliki kewenangan untuk menatausahakan, pengamanan administrasi, pengamanan fisik, pengamanan hukum, terhadap barang rampasan negara yang berada dalam penguasaannya. Selanjutnya menguasakan kepada KPKNL untuk melakukan penjualan secara lelang dalam waktu 3(tiga) bulan dan dapat diperpanjang selama 1(satu) bulan. Jaksa Agung/ Pimpinan KPK juga mempunyai kewenangan untuk mengajukan usulan penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, barang rampasan negara kepada pengelola barang. Barang rampasan tertentu seperti mobil mewah merk Lamborgini/Ferari memerlukan biaya perawatan yang tidak sedikit, oleh karena itu lebih efisien jika segera dilakukan tindak lanjut penjualan secara lelang jika proses hukum nya sudah selesai. Meskipun sebenarnya barang rampasan negara seperti kendaraan jenis tertentu  juga bisa dimanfaatkan atau dihibahkan kepada instansi pemerintah lain yang benar-benar membutuhkan. Sehingga tidak semua bmn barang rampasan harus ditindaklanjuti dengan penjualan secara lelang, bisa dilakukan pengelolaan yang lain seperti hibah, pemusnahan, penghapusan.

Untuk barang gratifikasi Pimpinan KPK memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk penatausahaan, pengamanan administrasi, pengamanan fisik, pengamanan hukum, terhadap barang gratifikasi. Selanjutnya Pimpinan KPK berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dalam rangka penyerahan barang gratifikasi, kemudian melakukan penyerahan barang gratifikasi dimaksud untuk di kelola. Penyerahan tersebut paling lama 7(tujuh) hari sejak barang gratifikasi ditetapkan sebagai barang milik Negara oleh Pimpinan KPK disertai dengan dokumen legalitas yang diperlukan, sebelum dilakukan penyerahan maka tanggungjawab penyimpanan  dokumen legalitas masih menjadi tanggungan KPK. Pasca penyerahan barang gratifikasi kepada pengelola barang ini, maka pengelolaan barang gratifikasi yang meliputi penyimpanan, pengamanan, pemeliharaan atas barang gratifikasi menjadi wewenang dan tanggungjawab Menteri Keuangan selaku pengelola barang. Dalam perkembangannya gratifikasi ini tidak harus berbentuk barang, bisa dalam bentuk piutang gratifikasi ketika gratifikasi sudah ditetapkan statusnya oleh pimpinan KPK menjadi milik negara namun tidak kunjung juga diserahkan oleh si empunya meskipun sudah ditagih, maka selanjutnya bisa menjadi piutang gratifikasi. 

rampasan4-59a0f41051e039627f207303.jpg

Direktur Jenderal Kekayaan Negara punya kewajiban untuk melakukan inventarisasi terhadap barang gratifikasi yang telah diserahkan pengelolaannya kepada Menteri Keuangan paling sedikit 3(tiga) tahun sekali, selanjutnya melaporkan hasilnya paling lambat 3(tiga) bulan sejak selesainya inventarisasi. Direktur Jenderal juga punya kewajiban untuk menyampaikan laporan tahunan barang gratifikasi kepada Menteri Keuangan, selanjutnya laporan barang gratifikasi tersebut dipergunakan untuk menyusun neraca LKPP, karena pada prinsipnya barang gratifikasi merupakan barang milik negara (BMN) yang harus dilaporkan pada laporan keuangan pemerintah. 

Penjualan barang rampasan negara dilakukan dengan cara lelang melalui KPKNL, apabila barang tidak laku terjual maka Kejaksaan/ KPK dapat mengajukan usulan penetapan status penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, penghapusan kepada Menteri Keuangan untuk mendapatkan persetujuan. Dalam rangka pemanfaatan dan pemindahtanganan barang rampasan negara maupun barang gratifikasi dilakukan penilaian untuk mendapatkan nilai wajar. Namun untuk mendapatkan nilai wajar tersebut independensi penilai pemerintah yang melakukan penilaian harus benar-benar dijaga jangan sampai tercampur dengan kepentingan-kepentingan tertentu, selain itu pihak pemohon jangan sekali-kali mengintervensi untuk memperoleh harga yang dikehendaki. Selanjutnya untuk penetapan nilai limit lelang ditentukan berdasarkan pada nilai wajar tersebut, setelah dikurangi faktor resiko lelang  paling banyak 30% dari nilai wajar. Faktor resiko lelang 30% ini termasuk di dalamnya bea lelang, biaya penyimpanan, biaya bongkar muat, biaya pemeliharaan, biaya pengamanan, biaya pengosongan. Pengurangan faktor resiko 30% ini dilakukan oleh pemohon lelang bukan oleh penilai pemerintah, sehingga penilai pemerintah hanya menyajikan nilai wajarnya saja. Upaya percepatan lelang barang rampasan negara akan lebih baik, selain untuk mengurangi dampak penurunan nilai ekonomis juga sebagai sumber penerimaan negara (PNBP) yang berasal dari lelang barang rampasan negara. Percepatan lelang barang rampasan juga merupakan upaya pemulihan keuangan negara (uang pengganti) karena telah dirugikan oleh pihak lain akibat perbuatan pidana yang telah dilakukan. Sehingga lelang barang rampasan negara dan gratifikasi merupakan salah satu intrumen penegakan hukum, khususnya dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara. Perlu sinergi yang kuat antara Kemenkeu, Kejaksaan, dan KPK dalam pengelolaan barang rampasan dan gratifikasi sehingga mempercepat proses pengembalian kerugian keuangan negara. Lelang barang rampasan negara seperti : mobil mewah, sangat diminati oleh peserta lelang karena selain harganya murah juga merupakan kebanggaan bisa memiliki mobil eks koruptor terkenal. Lelang barang rampasan merupakan salah satu upaya penyelamatan keuangan negara, akibat kerugian yang dilakukan oleh pihak lain.

Khusus barang rampasan negara selain tanah dan atau bangunan yang dapat membahayakan lingkungan atau tata niaga, secara ekonomis nilainya lebih rendah dibandingkan dengan biaya untuk lelang, atau dilarang beredar sesuai ketentuan perundang-undangan, dapat dilakukan pemusnahan oleh Kejaksaaan/ KPK setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Sementara itu untuk barang rampasan negara selain tanah dan atau bangunan yang telah dalam kondisi busuk/lapuk atau berpotensi cepat busuk/lapuk dapat langsung dimusnahkan, dan hasilnya dilaporkan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 1(satu) bulan sejak pemusnahan dilakukan. Pemusnahan barang rampasan yang cepat busuk/lapuk ini sebaiknya disaksikan oleh pihak/instansi terkait selaku saksi dalam pemusnahan dan lebih baik lagi jika mengundang wartawan/media guna transparansi pengelolaan barang rampasan.

Kejaksaan/ KPK punya kewajiban untuk menyimpan dokumen legalitas terkait dengan barang rampasan negara yang dikuasainya. Selain itu juga, punya kewajiban untuk melakukan inventarisasi terhadap barang rampasan negara yang berada dalam penguasaanya paling sedikit 3(tiga) tahun sekali. Hasil inventarisasi barang rampasan negara tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan paling lambat 3(tiga) bulan setelah selesainya inventarisasi. Kejaksaan Negeri/Tinggi juga punya kewajiban untuk membuat laporan semesteran dan tahunan untuk barang rampasan negara kepada Kejaksaan Agung dengan tembusan Kanwil DJKN/KPKNL. Selain itu, untuk KPK punya kewajiban untuk menyampaikan laporan barang rampasan negara secara semesteran dan tahunan kepada Menteri Keuangan. Bagi Menteri Keuangan laporan barang rampasan negara yang berasal dari Kejaksaan/KPK tersebut dipergunakan untuk penyusunan neraca LKPP, karena pada dasarnya barang rampasan negara merupakan barang milik negara (BMN) yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah.

*)Hanya opini pribadi penulis berdasar ketentuan/pengetahuan, bukan merupakan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline