Lihat ke Halaman Asli

Prevention oleh Komunitas "Malu Dong" untuk Menciptakan Kota Sehat

Diperbarui: 30 Juni 2021   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Semakin canggihnya teknologi dapat berdampak pada pola kehidupan manusia. Salah satu dampaknya terlihat pada perubahan kecenderungan berpikir yang diakibatkan oleh kecanggihan teknologi seperti individualisasi. Individualisasi dicirikan dengan semakin renggangnya ikatan antara seseorang dengan masyarakatnya dan semakin besarnya peranan individu dalam tingkah laku sehari-hari (Martono, 2012, p.278 dalam Ngafifi, 2014). Hal tersebut tidak jarang dapat menyebabkan manusia kehilangan kesadaran untuk menjaga lingkungan. Maka dari itu, dengan kenyataan tersebut diharapkan kemajuan teknologi sangat perlu diiringi dengan kesadaran manusia untuk menjaga lingkungan. Pada situasinya terhadap lingkungan, manusia dan teknologi juga berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Lingkungan hidup tentu tidak terlepas dari rantai kehidupan manusia. Hal ini bisa dilihat pada fakta bahwa manusia dapat memengaruhi kelestarian lingkungan. Lingkungan hidup merupakan topik universal yang dibicarakan dan dibahas oleh banyak orang terkait dengan bagaimana menjaga kelestarian lingkungan di tengah kemajuan teknologi yang begitu pesat (Pandhito, et al., 2021).

 Teknologi yang begitu pesat dapat dicirikan dengan masyarakat modern. Menurut Talcott Parson (Dwiningrum, 2012 dalam Ngafifi, 2014), masyarakat yang modern digambarkan dengan sikap netral, bahkan dapat menjadi sikap yang tidak memperhatikan orang lain atau lingkungan. Namun,  bukti lain menunjukkan peran manusia yang memerhatikan lingkungan. Salah satu bukti manusia dalam menjalankan perannya bisa dilihat pada sebuah komunitas yang berada di daerah Bali. Komunitas ini menjadi salah satu solusi dalam mengatasi dampak negatif dari kemajuan teknologi. Komunitas ini dinamakan “Malu Dong” sudah ada sejak tahun 2016. 

Komunitas ini melakukan strategi yang sederhana dalam menyadarkan manusia untuk menjaga lingkungan. Strategi tersebut dapat dilihat dari artikel di bawah ini yang menjelaskan kerja “Malu Dong” (Fajar, 2016). Artikel ini menjelaskan bahwa dalam salah satu sebuah event seni untuk perubahan sosial, Mabesikan Festival pada 22 Oktober 2016, Nyoman Sudiarta atau yang kerap dipanggil om Bemo beraksi. Bersama ibu Josi dan anaknya, mereka  mengambil peralatan “perang” yaitu jepitan bambu untuk memungut sampah, kantong sampah, dan selop tangan. Mereka menyelip di sela-sela ratusan orang yang sedang menikmati konser musik dan tempat makan. 

Namun, tidak hanya mereka yang beraksi, sejak pagi hingga acara berakhir, puluhan relawan komunitas“Malu Dong Buang Sampah Sembarangan” bergantian memungut sampah. Mereka mengenakan kaos aneka warna dengan gambar mencolok dengan emoticon figur sedih karena perilaku buang sampah sembarangan. Melalui event-event yang diikuti pula, gerakan komunitas “Malu Dong” berkembang dan mudah mengkoordinasi relawan. Hal ini ditunjukkan pada akun Instagram komunitas ini, baru beberapa bulan eksis, hampir 5000 followers. Aksi yang dilakukan oleh relawan komunitas “Malu Dong” berfokus pada upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga lingkungan. 

Selanjutnya, aksi nyata yang dilakukan oleh komunitas “Malu Dong” yaitu dengan bersih-bersih atau memungut sampah yang ada di lingkungan pantai merupakan salah satu bentuk protes atau negosiasi politik yang digunakan oleh relawan dalam upaya memberikan pengaruh kepada masyarakat yang kurang peduli. Kemudian, struktur pada komunitas “Malu Dong” bersifat fleksibel. Hal inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi komunitas “Malu Dong” untuk dapat memengaruhi masyarakat dalam menjaga lingkungan. Selain itu juga tantangan lainnya adalah komunitas harus bisa mempertahankan eksistensinya dan tetap fokus pada tujuan dari didirikannya komunitas ini.

Aksi yang mereka lakukan berperan penting untuk memberikan solusi dalam mengatasi dampak negatif dari kemajuan teknologi. Menurut Ngafifi, aksi yang mereka lakukan sesuai dengan upaya-upaya masyarakat yang bersifat praktis. Bersifat praktis yang dimaksud adalah pertama, membuat website/blog/group Facebook untuk suatu komunitas tertentu sebagai media interaksi dan upaya menjalin silaturahmi antar masyarakat (Ngafifi, 2014). Silaturahmi juga terjalin antar anggota dalam komunitas ini. 

Hal ini ditunjukkan dengan semangat juang mereka untuk menyadarkan masyarakat, walau memiliki beberapa tantangan. Bersifat praktis yang kedua adalah memanfaatkan kemajuan teknologi seperti internet untuk memasarkan dan memperkenalkan komunitas. Maka hal tersebut akan dikenal oleh masyarakat luas bahkan dunia yang berimbas pada perbaikan kesejahteraan masyarakat (Ngafifi, 2014).

Komunitas “Malu Dong” menunjukkan bahwa manusia memiliki peranan penting untuk menjaga keberlanjutan dan keseimbangan ekosistem. Peran tersebut disuarakan oleh komunitas “Malu Dong” secara implisit. Perilaku implisit yang dilakukan adalah mereka mengambil sampah di depan orang-orang yang sedang menikmati konser. 

Walaupun mereka sudah mengambil sampah yang berserakan, hanya beberapa orang yang ikut membantu. Hal ini merupakan contoh nyata ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan sekitar. Berkaca dari output tersebut, kita (masyarakat) diharapkan untuk mendukung setiap gerakan lingkungan yang ada. Sebagus apapun rancangan program kerja dari sebuah komunitas, tidak akan berjalan dengan sepenuhnya berhasil apabila bergerak sendirian. Diperlukan dorongan dan antusiasme dari golongan eksternal, yaitu penduduk sekitar turut terlibat demi tercapainya tujuan yang maksimal. Aktivitas yang dilakukan dapat dikatakan sebagai prevention, yaitu tindakan untuk mencegah timbulnya masalah (KLOOS, et al., 2012). 

Bentuk prevention yang dilakukan oleh komunitas “Malu Dong” tidak hanya membantu membersihkan sampah, tetapi juga mencari suatu cara untuk mengatasi permasalahan mengenai sampah (Febriyasari, et al., 2021). Hal ini menjadi esensial karena sebagai negara berpenduduk terpadat keempat di dunia, kita perlu menciptakan ide dan solusi baru. Berdasarkan pernyataan sebelumnya, mereka tidak hanya menggunakan prevention untuk membangun komunitas yang hebat. Namun, mereka turut turun tangan untuk mengembangkannya di lingkungan masyarakat.

Bentuk prevention dalam komunitas “Malu Dong” sangat sesuai dengan konsep Gerald Caplan mengenai hal pencegahan. Berdasarkan pernyataan Caplan (1964, dalam KLOOS, et al., 2012) terdapat tiga tipe prevention, yaitu primary prevention, secondary prevention, dan tertiary prevention. Kedua tipe prevention tersebut telah dilakukan oleh komunitas “Malu Dong” dalam menjaga kelestarian lingkungan. Primary prevention oleh komunitas “Malu Dong” menyadarkan masyarakat bahwa sampah dapat mengganggu sistem lingkungan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline