Hai kamu,
Sekian lama tak jumpa, akhirnya kita bertemu. Ah tidak tepat kalimat itu. Bukan kita bertemu, tapi seharusnya aku melihatmu.
Ya, aku melihatmu di panggung megah itu. Kamu menunjukkan aksimu yang hebat itu. Namamu dielu-elukan. Teriakan demi teriakan memuji betapa mempesonanya kamu.
Dan akulah salah satu peneriak namamu itu. Betapa kagumnya aku padamu. Kamu sungguh hebat. Kamu mampu menghipnotis para penontonmu dengan sempurna.
Dari tribun paling belakang, aku melihatmu. Kamu besar kemungkinan tidak melihatku. Apalah aku yang hanya sanggup membeli tiket paling murah untuk bisa menontonmu. Aku tidak mampu membayar tiket lebih berkelas dari itu. VIP hanyalah keinginan. VVIP adalah ketidakmungkinan.
Masih teringat ketika kamu bukan siapa-siapa. Kamu dulu hanyalah anak bandel yang banyak tidak disukai oleh orang-orang sekitarmu. Aku pun mendukungmu karena hanya kasihan padamu.
Di saat kita bersama waktu itu, kamu menunjukkan bakatmu pertama kali padaku. Aku terkesima. Aku berpendapat kamu kelak akan menjadi seorang bintang.
Dan kini, ucapanku menjadi nyata. Kamu dikelilingi kekaguman. Para fans memujamu.
Siapalah aku sekarang. Bukan keluarga kamu yang akan mendapat kursi istimewa di pertunjukanmu. Bukanlah juga teman berkecukupan yang bisa duduk di kursi khusus karena sanggup membayarnya.
Aku hanya teman terdahulumu. Yang tak berani menyebutmu lebih dari itu karena mungkin kamu sudah tidak mengingatku.
Bertahun-tahun sejak berpisah, baru kini aku bisa melihatmu. Sungguh aku bahagia bisa melihatmu di panggung itu. Kamu adalah seorang yang pantas diidolakan.