Lihat ke Halaman Asli

Hery Supriyanto

TERVERIFIKASI

Warga net

Mungkin ini Penyebab Eddy Rumpoko Tergelincir di Tampuk Kekuasaan

Diperbarui: 19 September 2017   08:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Eddy Rumpoko yang dikawal petugas setelah proses OTT berlangsung. Foto : ANTARA | M Risyal Hidayat

Antara terkejut dan tidak, walikota Batu Eddy Rumpoko terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK sabtu (16/09) lalu (sumber). Tidak sembarangan KPK melakukan OTT jika tidak mempunyai alat bukti yang kuat. Kasus akan terus berlanjut karena di KPK tidak ada istilah menghentikan perkara atau Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3). Hampir 100% "pasien" dinyatakan bersalah di pengadilan, di balik jeruji besi sepertinya akan menanti Eddy Rumpoko.

Tanggapan pun beragam. Banyak yang menyayangkan Eddy Rumpoko terlibat tindakan yang menistakan itu. Eddy Rumpoko merupakan profil yang dipandang baik oleh warga Batu bukan sekadar pencitraan belaka. Selama dua periode kepemimpinannya (2007-2017), Eddy bisa mengantarkan Batu sebagai kota wisata dan pertanian yang disegani. Kondisi masyarakat Batu pun tidak "jelek-jelek" amat, setidaknya bisa menikmati perkembangan Batu selama ini.

Mendapatkan kesuksesan memimpin Batu merupakan keberuntungan tersendiri, terlepas dari segala proses yang telah dilakukan. Namun di penghujung masa jabatannya justru ia tertimpa kesialan, terkena OTT lagi. Tidak dipungkiri bahwa apa yang dilakukan Eddy Rumpoko ini --bisa jadi- suatu hal yang umum dilakukan yang dijabat bupati/walikota di Indonesia (sumber). Ia hanya apes saja, karena --bisa jadi- petugas KPK yang jumlahnya terbatas itu fokus padanya. Dari kota tetangganya Malang, KPK hanya berhasil menangkap Ketua DPRD kota Malang Moch Arief Wicaksono, entah apakah nantinya dalam pengembangannya akan menyeret walikotanya (sumber).

Dalam teori yang sering kita dengar bahwa kejahatan bisa terjadi karena ada niat dan kesempatan. Demikian pula godaan ketika seseorang memegang kekuasaan.  Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi itu semua sehingga penyalahgunaan wewenang bisa terjadi. Dalam ruang lingkup Eddy Rumpoko sendiri kesempatan itu begitu lebar lalu lalai sehingga akhirnya ia tergelinjir dan akhirnya jatuh.

Menjadi pengusaha dan penguasa sekaligus

Dalam profil Eddy Rumpoko di Wikipedia dijelaskan pula selain sebagai walikota Batu ia juga menjabat sebagai direktur dan komisaris di beberapa perusahaan. Idealnya Eddy Rumpoko harus pilih salah satu sebagai pengusaha atau penguasa. Jika keduanya dijabat maka akibatnya susah untuk melewati jebakan konflik kepentingan (conflict of interest).

Dwi fungsi ini yang sering diistilahkan Rizal Ramli sebagai pengpeng. Ia menyatakan baik penguasa dan pengusaha merupakan pekerjaan mulia. Tidak masalah dengan kedua pekerjaan ini. Namun jika kedua pekerjaan ini digabung, akan menyebabkan kekacauan di tubuh pemerintahan. Rizal menyatakan penggpeng juga bisa melahirkan kelompok-kelompok mafia (geng). Pada titik tertentu, bisa saja di antara mereka terjadi perang antargeng. Ia mencontohkan pada kasus "Papa Minta Saham" (Freeport) misalnya, geng Novanto-Riza bisa disebut gagal total merebut saham PT FI. Di lain sisi dari Aksa dan Jusuf Kalla disinyalir ikut bermain (sumber).

Akibat fungsi Eddy Rumpoko sebagai pengpeng, orang akan sulit membedakan kiprahnya apakah ia sebagai pengusaha ataukah penguasa. Ketidakjelasan "jenis kelamin" ini tentu bukanlah sesuatu yang elok, sebagai regulator juga operator, wasit sekaligus pemain. Maka suatu yang wajar pula bila godaan itu terjadi. Harusnya jiwa pengusaha Eddy Rumpoko itu alangkah baiknya disalurkan dalam pemerintahan. Misalnya membuat atau membesarkan BUMD, meningkatkan APBD, efisiensi anggaran. Sekadar contoh seperti yang Ahok lakukan, yang justru "memeras" pengusaha sehingga bisa membangun tanpa dana APBD (sumber).

Diamnya para orang dekat

Belajar dari sejarah yang ada. Kejatuhan presiden ke-2 Suharto tidak lain karena orang terdekatnya tidak ada yang menasehatinya bahwa tindakan itu salah, memanjakan anaknya dalam kolusi bisnis dan melanggengkan kekuasaan. Ada beberapa yang berani seperti Ali Murtopo dan LB Murdani, yang menyarankan agar Suharto menghentikan sepak terjang bisnis anak-anaknya yang keterlaluan itu. Suharto tidak suka atas saran itu, dan keduanya akhirnya tersingkir dari kekuasaan. Lambat laun kebanyakan para pembantunya malah cenderung Asal Bapak Senang (ABS) yang malah menyuburkan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dan di kemudian hari kondisi inilah yang membuat Suharto dipaksa turun dari presiden.

Demikian juga seperti yang terjadi pada Eddy Rumpoko. Malang Corruption Watch (MCW) pun mensinyalir sudah lama adanya penyelewengan yang dilakukan Eddy Rumpoko selama menjabat (sumber). Sulit rasanya pada orang terdekat di sekitar Eddy Rumpoko terutama di pemerintahan kota tidak mengetahui hal ini. Kiranya mereka (baca: birokrat) cari selamat dengan diam, bisa saja ada yang berani walau akibatnya akan "disingkirkan". Kasak-kusuk di warga pun ada. Rupanya Eddy Rumpoko "main cantik" dan tidak serakah. Warga pun tak merasakan efek negatif yang kuat adanya penyelewengan itu, sehingga lebih banyak memilih diam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline