Ada film bagus di tahun ini karya anak bangsa yang telah memenangkan beberapa festival film di dalam dan luar negeri. Film yang dimaksud adalah Ziarah, yang sudah di putar di beberapa sinema sejak 18 Mei lalu.
Film ini dibuka dengan sayup-sayup terdengar “sangkan paraning dumadi” yang dalam terjemahan bebasnya berarti "asal dan tujuan hidup", di mana kita berasal dan kembali. Dari judulnya saja sudah dapat kita terka, film ini tidak akan jauh-jauh dari hal yang berbau kematian. Sekilas memang benar namun tidak digambarkan secara gamlang, lebih tepatnya bagaimana memakni perjalanan hidup yang pada akhirnya manusia harus menghadapi kematian.
Dikisahkan mbak Sri (Ponco Sutiyem) yang sudah berusia renta menghabiskan waktu di sisa hidupnya. Sewaktu mudanya ia ditinggalkan suaminya berjuang untuk menghadapi penjajah Belanja pada Agresi Militer ke 2 pada tahun 1948. Suaminya berpesan akan berjuang, jika selamat ia akan kembali padanya, dan bila tidak mohon direlakan bisa jadi ia gugur dalam peperangan.
Dan ternyata suaminya tersebut tidak pernah kembali dan tidak ada beritanya. Sesuai dengan pesannya, mbah Sri menganggap suaminya sudah gugur. Maka dari itu mbah Sri pun cukup mengunjungi gundukan tanah dengan bambu runcing berbendera merah putih sebagai makam suaminya. Tujuannya adalah untuk berziarah mengenang suaminya tersebut.
Namun suatu ketika ia bertemu dengan veteran yang masih hidup dan menceritakan di mana suaminya itu tertembak. Dari informasi yang serba tanggung itu akhirnya mbah Sri menelusuri tempat yang dimaksud tersebut. Harapannya adalah bisa menemukan makam suaminya, dan kemudian akan dimakamkan di sebelah pusara suaminya ketika sudah meninggal kelak.
Selagi hidup, keinginan harus diperjuangkan. Tanpa kenal lelah mbah Sri menelusuri beberapa daerah, menanyakan kepada tokoh yang masih hidup dan para pejuang untuk menemukan informasi yang utuh. Pencarian terus dilakukan, hal itu yang juga membuat repot cucu lelakinya Prapto (Rukman Rosadi) yang akhirnya mencari neneknya yang pergi tanpa pamit itu.
Dengan gigihnya mbah Sri terus mencari. Ia hanya berbekal nama suaminya Pawiro, foto pun tidak ada. Ada titik terang dengan informasi sesama pejuang bahwa ada nama Pawiro yang berada di sebuah daerah pelosok. Mbah Sri pun terus menelusuri tempat tersebut, info yang didapat ada makam yang bernama Prawiro. Dengan pantang menyerah mbak Sri mengunjungi tempat yang dimaksud. Namun sial ternyata setelah didatangi, makam tersebut sudah tergenangi waduk program pemerintah.
Akhirnya mbah Sri hanya bisa pasrah, ia pun cukup nyekar dengan bunga yang ditabur di waduk yang diyakini ada makam suaminya. Ia pun kembali ke rumah dengan dijemput cucunya. Dan “suasana” normal kembali.
Tidak dinyana suatu hari ada informasi bahwa ada makam yang bernama pejuang Prawiro. Dan akhirnya mbah Sri pun melakukan perjalanan kembali untuk menemukan makam suaminya tersebut. Beberapa tempat sesuai info ditelusuri. Secercah harapan pun kembali hadir, dengan makam bernama Pawiro. Namum setelah ditelusuri jejak masa lalunya tidak sama dengan suaminya tersebut, kesimpulannya pun didapat bahwa makam itu bukanlah yang dicari selama ini. Perjuangan mbah Sri pun tak pupus, beberapa saksi yang ditemui meminta info lebih spesifik. Untuk lebih jelasnya mbah Sri memberi info yang lebih utuh, memberikan nama lengkap suaminya Pawiro Sahid.
Penelusuran terus dilakakukan. Dan ternyata tidaklah sia-sia, mbah Sri berhasil menemukan makam dengan nama Pawiro Sahid. Dan tidak diragukan lagi bahwa inilah makan yang dicari-cari selama ini sebelum nanti usianya usai. Penonton pun bernafas lega, namun ternyata cerita belum usai. Ada dua makam yang identik bersebelahan, hanya beda nama yang satu bertuliskan Ki Pawiro Sahid dan satu lagi Nyi Pawiro Sahid. Penonton akhirnya menahan nafas, apakah arti semua ini?
-oOo-