Hidup ini dalam memandang satu hal dengan pro dan kontra adalah suatu hal yang biasa. Demikian pula dengan keberadaan Monosodium Glutamate (MSG) yang orang sering sebut dengan vetsin atau michin. Presepsi sebagian besar masyarakat menyatakan MSG bahan yang berbahaya bagi tubuh dan segelintir saja yang menyatakan aman. MSG sendiri oleh masyarakat ataupun pelaku usaha sering dipakai sebagai bahan tambahan pangan (BTP) untuk memperkuat rasa pada masakan sehingga lebih sedap dan gurih, sebuah rasa yang istilah ilmiahnya disebut umami.
Pro dan kontra tersebut tidak lepas dari sebaran informasi yang tidak utuh terutama dari media massa. Keberadaan internet sebagai akses untuk memperoleh informasi yang tak terbatas itu juga tidak banyak membantu. Sangat jarang masyarakat mencari tahu pada sumber yang berkompeten, dalam hal ini merujuk para ahli (dokter, ahli gizi, ahli pangan). Sebisa mungkin memperoleh informasi yang otentik, pada jurnal ilmiah ataupun badan yang berwenang.
Banyak cara untuk memperoleh informasi yang utuh. Salah satunya melalui acara Kompasiana Visit: Pabrik AJI-NO-MOTO® Mojokerto, merupakan sarana yang efektif untuk mengetahui duduk perkara perihal MSG ini. Suatu kesempatan yang berharga saya beserta 14 Kompasianerlainnya mengikuti acara ini pada hari Rabu (1/02) yang bertempat di pabrik AJI-NO-MOTO® di Mojokerto. Yang sebelumnya –beberapa Kompasianer- berkumpul di Hotel Santika Surabaya, yang kemudian naik bus perusahaan untuk menuju tempat acara.
Kunjungan ini bagi saya cukup penting untuk mendapatkan informasi dari sumber pertama, apalagi sampai kunjungan langsung ke pabriknya. Dengan demikian informasi dapat diperoleh secara berimbang, tidak sekedar asal “katanya” ataupun rumor.
Mengenal rasa umami
Sebelum menjelaskan perihal tentang MSG, dalam acara tersebut dijelaskan apa yang dimaksud rasa umami yang disampaikan oleh Katarina D. Larasati selaku representatif dari Umami Information Center (UIC). Menurut penjelasan Katarina rasa umami merupakan rasa dasar ke-5 selain yang selama ini sudah sering kita ketahui yaitu manis, asin, asem, dan pahit.
Rasa umami lebih mudahnya untuk dipahami sebagai rasa sedap atau gurih. Untuk mengenalinya rasa umami ini di lidah akan dapat dirasakan di seluruh permukaan, beda dengan manis dan asin yang lebih kuat berada di ujung. Rasa umami dapat dirasakan lebih panjang dibandingkan rasa yang lain, memiliki peran yang besar terhadap efek sisa rasa makanan. Dan ciri terakhir rasa umami memicu mengeluarkan air liur jangka waktu yang lama, yang mampu melembabkan rongga mulut.
Glutamate pemberi rasa umami
Rasa umami dihasilkan dari glutamate yang merupakan salah satu dari asam amino yang menyusun protein dalam tubuh dan ribonukleotida (inosynate dan guanilate). Dan komponen tersebut banyak terdapat pada bahan sehari-hari seperti daging, ikan, sayur, produk susu termasuk air susu ibu (ASI) serta bahan lainnya. Bahan olahan seperti petis udang, terasi, kecap, ataupun taucho merupakan bahan yang kaya akan glutamate sehingga kerap kali dijadikan tambahan penyedap rasa pada makanan.
Dari sejarah ilmu pengetahuan dan kemudian berbagai riset ditemukan untuk mempermudah memperoleh rasa umami. Tahun 1908 Dr. Kikanae Ikeda dari Jepang menemukan rasa umami dari ekstrak rumput laut Jepang atau kombu, yang lambat laun kemudian dihasilkan penguat umami tersebut dalam bentuk MSG.
Perjalanan MSG sendiri didapatkan -salah satunya- dari fermentasi karbohidrat (tetes tebu, jagung, singkong, dll) atau hidroles gluten jagung dan gandum. Cara fermentasi dipandang merupakan proses yang mudah dan murah untuk membuat produk tertentu yang selama ini sudah banyak dilakukan seperti pada pembuatan tempe, oncom, tape, taucho dan lainnya.