Ada destinasi wisata yang baru hadir di kota Malang yang usinya masih belum genap setahun sejak mulai digarap. Tempat ini menjadi ramai dikunjungi warga baik dari dalam kota (termasuk pendatang, umumnya mahasiswa) dan terutama dari luar kota dan beberapa wisatawan asing. Suatu tempat yang sebenarnya sederhana, namun karena unik dan menarik maka menjadi perhatian warga. Tempat yang dimaksud adalah Kampung Warna Warni Jodipan (KWJ). Di ranah online dari media arus utama (mainstream) dan khususnya di media sosial (Facebook, Twitter, Instragram, blog) mengenai pemberitaan terutama untuk gambar sudah banyak diunggah.
Bercerita tentang kawasan wisata ini sebenarnya hanya sebuah “kecelakaan” yang tidak disengaja. Awalnya adalah dari sebuah tugas kuliah lapangan dari mahasiswa jurusan ilmu komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dalam satu kawasan. Dan para mahasiswa ini “bertugas” di kampung yang berada di tepi sungai Brantas tersebut, yang sebelumnya adalah kawasan kumuh yang tidak sedap dipandang dengan perilaku masyarakat yang kurang peduli pada lingkungan.
Singkat cerita, para mahasiswa ini mengajukan usul untuk membuat kampung ini lebih bersih dan “berwarna”. Proposal pun diajukan ke perusahaan cat dan kemudian disetujui menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR). Akhirnya rumah penduduk di lingkungan RW 2 kelurahan Jodipan kecamatan Blimbing tersebut di cat sedemikian rupa menjadi warna warni mulai dari dinding tembok, atap (genteng) dan jalan kampung. Untuk pengerjaannya secara gotong royong beberapa dari warga setempat, bantuan tenaga dari TNI terutama dalam mengecat jembatan, selebihnya para tukang yang dipekerjakan perusahaan cat tersebut. Proses pengecatan di mulai bulan Juni 2016, dan kemudian mendapat perhatian pemerintah kota dengan meresmikannya 4 September lalu.
Dan hasilnya cukup bagus, dan ternyata menjadi suatu pemandangan unik dan mengesankan. Kampung ini melengkapi konsep yang sudah ada di beberapa tempat : Nyhavn di Denmark, Rio De Janiero di Brasil punya Favela, dan di Yogyakarta dengan Kampung Code nya. Beberapa pada dinding tembok di KWJ dilukis layaknya gambar mural. Tanggapan selanjutnya tanpa ada yang dikomando, warga yang melihat jejeran rumah di bantaran sungai yang penuh warna itu melakukan selfie dan kemudian diunggah di akun media sosialnya. Foto itu kemudian menjadi viral di media sosial yang kemudian membuat penasaran di jagat maya. Akhirnya mereka datang sendiri (atau kebetulan mengunjungi Malang) untuk melihat keunikan kampung itu. Dan melakukan hal serupa dengan foto-fotoan, yang kemudian diunggah juga di media sosialnya.
Ada perubahan drastis dan berefek
Keberadaan kampung warna warni ini membuat perubahan yang positif bagi warga yang mukim di dalamnya. Banyaknya pengunjung membuat warga berbenah diri. Para warga menganggap para pengunjung tersebut sebagai tamu yang harus dijamu dengan baik. Beberapa warga yang saya sempat saya tanyai apakah keberatan dengan para pengunjung yang datang silih berganti itu?. Jawabannya justru mereka senang dikunjungi dan tidak merasa terganggu dan mereka tetap melakukan aktivitas sehari-hari seperti biasanya.
Perubahan yang cukup signifikan adalah seperti tujuan awal para mahasiswa yang disampaikan ke warga tersebut. Yaitu membuat kawasan kumuh menjadi kawasan yang bersih dan tertata. Dan memang tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya pengecatan di dinding, atap, pagar rumah milik warga itu membuat keadaan lebih cantik dan berseni. Dan pada akhirnya agar tidak mengecewakan para pengunjung, warga dengan penuh kesadaran akhirnya menjaga rumahnya masing-masing tetap bersih dan nyaman. Yang dahulunya membuang sampah langsung ke sungai akhirnya dibuang di tempat sampah yang secara rutin ada petugas yang membawa sampah itu keluar dari kampung ini.
Perilaku bersih juga diupayakan tidak membuat pemandangan yang tidak menyenangkan. Yang dahulu menjemur pakaian sembarangan di depan rumah akhirnya dipindah ke tempat yang lebih tersembunyi, bisa dibelakang rumah atau berbagi dengan tetangga yang memiliki halaman yang luas. Dan pada akhirnya pengunjung pun merasa puas mengunjungi kampung ini terutama untuk mengabadikan diri melalui kamera.
Efek lain dengan berubahnya menjadi KWJ membuat ekonomi warga bergeliat. Warung warga bertambah ramai dan beberapa diantaranya membuka lapak baru untuk berjualan. Para pemuda yang dalulu pengangguran akhirnya mempunyai penghasilan walaupun itu hanya mengelola parkir kendaraan pengunjung. Suatu efek yang positif dalam rangka mengatasi permasalahan ekonomi yang tidak merembet ke masalah sosial.
Sebagai layaknya destinati wisata lainnya, fasiltas umum keperluan pengunjung juga diperhatikan. Toilet umum pun di sediakan, jadi tidak perlu ke toilet di rumah warga, cukup membayar dua ribu rupiah untuk membantu jasa kebersihan. Tempat ibadah seperti mushola juga ada, sudah ada sebelumnya yang memang pelengkap layaknya sebuah kampung.
Keberhasilan KWJ menjadi daya tarik wisatawan membuat kampung di sekitarnya ingin meniru langkah serupa. Upaya pun dilakukan dan mendapat sambutan hangat dari perusahaan cat yang sama seperti di KWJ. Namun konsepnya berbeda di kampung sebelah sungai KWJ tersebut juga dilakukan pengecatan. Di kampung yang berada di RW 12 kel Kesatrian kecamatan Blimbing ini untuk lukisan di dinding warga dengan konsep tematik gambar tiga dimensi (3D) seperti yang ada beberapa destiansi wahana wisata yang sudah ada. Maka kawasan ini menyebutkan diri kampung tridi.