[caption caption="Tampak depan panti. Dok pribadi"][/caption]
Yang disebut anak yatim, piatu, atau yatim piatu adalah anak yang ditinggal meninggal ayah, ibu, dan keduanya ketika masih dalam posisi belum cukup dewasa. Untuk ukuran dewasa boleh dibilang umur 18 tahunan, karena pada umur segitu sudah dapat menentukan dirinya sendiri. Maka tidak heran pula bahwa penghuni panti asuhan adalah pada usia balita (bahkan bayi) sampai pada masa tamat sekolah menengah atas. Jarang pula bila pada masa mahasiswa ada panti asuhan, kalau ada paling bentuknya asrama atau pesantren dan itu pun juga bercampur dengan anak yang masih lengkap orangtuanya.
Mengasuh sebuah panti asuhan itu membutuhkan ketelatenan dan kesabaran tersendiri. Maka tidak semua orang punya karakter sosial semacam itu, ia bisa menyayangi anak yang bukan darah dagingnya sendiri seperti memperlakukan anaknya sendiri. Kami dari komunitas Bolang (Bloger Kompasiana Malang) mencoba sedikit menyusuri sisi-sisi kemanusiaan baik dari penguninya (anak-anak), tempat, serta pengelolanya.
[caption caption="Nama dan alamat panti. Dok Pribadi"]
[/caption]
Pada akhirnya Bolang menentukan lokasi yang akan dikunjungi adalah Yayasan Panti Asuhan Yatim Piatu Al Mustafa yang berada di desa Sumber Pasir Kec. Pakis Kab. Malang. Lokasinya dari kota Malang berada pada arah timur melewati jalan menuju bandara Abdurrahman Saleh. Pada hari minggu lalu (27/02) kami mengunjungi tempat tersebut. Perjalanan menuju tempat lokasi pun memerlukan kesabaran tersendiri. Dengan informasi yang begitu minim bahwa lokasi berada dekat bandara ternyata perlu waktu lama, sampai kesasar segala. Tapi dengan ketelatenan juga akhirnya kami sampai juga pada lokasi yang dimaksud.
Tempatnya cukup sederhana dengan bangunan yang tidak begitu luas. Kami disambut anak-anak panti dan pengelola sekaligus pembina Ustad Kholidul Azhar yang sudah menunggu cukup lama akibat keterlambatam kami karena kesasar tadi. Dan untungnya mereka begitu sabar dan tidak mengeluh. Setelah memberikan pengantar maksud dan tujuan kedatangan (yang diwakili pak Yunus), acara terus berlanjut dengan menghibur anak-anak panti tersebut.
[caption caption="Sambutan dari anak laki-laki. Dok Pribadi"]
[/caption]
[caption caption="Sambutan dari anak perempuan. Dok Pribadi"]
[/caption]
Acara dikemas dengan ringan saja yang dibimbing mbak Lilik, mbak Rara, dan mbak Desol yaitu dengan meminta kepada anak-anak untuk menuliskan cita-citanya. Mereka begitu antusias dalam menuliskannya. Namanya juga anak-anak, bermacam macam profesi yang dituliskannya dan itu hampir sama dengan kondisi waktu kita kecil dulu. Ada yang jadi dokter, tentara, polisi serta profesi lainnya. Dan untuk lebih menghibur lagi mereka juga di beri bingkisan yang telah disediakan satu persatu.
Di sela acara anak-anak yang sedang bermain, saya sempatkan berbincang-bincang dengan Ustad Kholidul. Profilnya cukup ramah dan kalem. Walaupun berasal dari lingkungan setempat, pembawaannya tidak seperti pria Jawa Malangan yang cenderung blak-blakan, lebih cenderung kepada profil Jawa Mataraman.
[caption caption="Ustad Kholidul yang ramah menyambut kami. Dok Pribadi"]
[/caption]