Di sebuah kerajaan hiduplah seorang lelaki panglima perang yang terkenal dengan ketegasannya dan hoby yang sangat jantan, memelihara kuda baginya adalah sebuah gaya hidup tersendiri.
Pada sebuah pagi ketika terbangun sang panglima ingin memberi makan kudanya, alhasil si kuda tak terlihat, menurut prajurit sang kuda berlari ke hutan dan tak bisa menghentikannya, panglimapun tetap tegar memasang wibawa karena tak ingin terlihat sial di mata prajurit.
Berselang beberapa hari suara prajurit bersorak sembari menyampaikan pesan ke panglima jika kudanya pulang membawa kuda lain yang lebih tinggi dan besar, betapa beruntungnya sang panglima.
Karena kuda yang tinggi dan besar tadi sang raja tertarik untuk menunganginya sembari latihan perang, tapi karena sang raja terlalu agresif di depan kerajaan untuk memperlihatkan kepiawaiannya menunggangi kuda akhirnya sang raja terjatuh hingga mengalami patah tulang kaki.
Tibalah saat yang mencekam kerajaan tetangga yang terkenal dengan serangan pasukan bantengnya (julukan untuk strategi perangnya). Mereka telah tiba di padang luas menunggu untuk berperang mengadu strategi pasukan bantengnya dengan pasukan panglima berkuda,
karena waktu yang singkat maka perangpun mengharuskan semua ikut berperang, tua muda, wanita dan laki-laki kecuali sang raja karena mengalami patah tulang.
Peperangan terjadi hampir 10 pekan tetapi semua hampir kehabisan amunisi serta pasokan makanan,pasukan kerajaan yang mengandalkan strategi panglima kuda satu persatu tewas karena kelaparan, prajurit dan panglimanya pun ikut tewas .
kerajaan yang mengandalkan strategi pasukan banteng pun berpesta di tengah padang tempat mereka mendirikan tenda selepas peperangan menuju jalan pulang, euforia yang terlalu mewah dan melupakan jika pasokan makanan juga mulai menipis sedangkan jalan menuju kerajaan masih jauh, singkat cerita mereka pun mati kelaparan sebelum sampai di kerajaan.
Akhirnya raja pincanglah yang tengah asyek menikmati kemenangannya karena ternyata kebutuhan dan pasokan makanan di medan perang itu merupakan bagian dari strategi sang raja. Seantero negeri terpana dan rajapun menjadi bahan pembicaraan, walaupun sedikit licik.
Sang raja yang seringkali di kesampingkan kemampuannya karena telah mengalami patah tulang kaki ternyata masih bisa berperang walaupu bukan dengan fisik tapi dengan ide. Ide itu menghasilkan strategi jitu untuk musuh dan untuk pasukannya sendiri yang sering menganggap remeh dirinya karena telah patah tulang kaki.
Ingat ketika fisik tak mampu mengangkat tapi pikiran mampu memindahkan. Dan kaki tak bisa melangkah tapi ide tetap berlari. Jangan pernah menganggap remeh orang yang tak mampu berjalan lagi karena pikirannya punya kekuatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H