Ada banyak situasi dan kondisi yang bisa merampas kebahagiaan manusia. Situasi sulit selama pandemo corona covid 19 memang bisa membuat kita menjadi tidak bahagia, tetapi sebenarnya perusak kebahagiaan hidup kita yang paling berbahaya dan sulit terdeteksi ada di hati kita.
Salah satu perusak kebahagiaan yang ada di hati kita adalah ketika kita mengeraskan hati tidak mau mengakui kesalahan dan tidak mau menyesali kesalahan yang sudah kita buat. Menyangkap fakta bahwa kita telah berbuat salah adalah virus berbahaya yang meracuni hati dan merusak kebahagiaan hidup.
Mungkin kita bisa memaksakan situasi menjadi orang yang selalu merasa benar dan orang lain tidak berani mempermasalahkan kesalahan yang kita buat. Tetapi posisi 'menang' yang seperti ini akan mengganggu hati nurani, menciptakan tembok pemisah dengan orang-orang terdekat kita dan akhirnya membuat kita merasa terasing dan kesepian.
Kebahagian itu sebenarnya pilihan yang sederhana. Hanya membutuhkan kerendahan hati untuk mengakui kesalahan dan berkata, "Ya, saya salah, maafkan saya." Kebahagiaan akan kembali mengalir di hati kita saat kita menunjukkan penyesalan yang tulus (berduka cita atas kesalahan yang kita lakukan) dan keberanian untuk mengambil tanggung jawab atas semua konsekuensi yang terjadi akibat kesalahan yang telah kita lakukan. Dalam bahasa agama, ketika kita melakukan pertobatan maka kita akan menuai kebahagiaan hidup.
Sesungguhnya kebahagiaan itu bukan milik orang yang sempurna dan memiliki segalanya, tetapi milik orang yang memiliki hati nurani yang murni karena berani meminta maaf dan bertanggung jawab menanggung konsekuensinya. Menerima kasih karunia pengampunan itulah penghiburan yang mendatangkan kebahagiaan batiniah yang hakiki.
"Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur." (Yesus Kristus, Matius 5:4)
HTB/21/4/20
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H