(hatebe/restorasikeluarga) Pola asuh yang efektif akan mengupayakan adanya keseimbangan antara kasih sayang dan disiplin, antara pengajaran dan keteladanan -- saya menyebutnya sebagai "Harmony Parenting" Dalam keseimbangan seperti ini anak-anak akan bertumbuh dalam kesehatan secara spiritual, emosional dan intelektual.
Pendekatan otoriter terbukti telah menghasilkan anak-anak yang terluka, keras dengan dirinya dan secara emosional cenderung tidak sehat. Sebagian orang akan menjadi pribadi yang terbiasa menekan perasaan, tertutup, dan dibayang-bayangi perasaan takut gagal, takut tertolak dan identitas yang rusak. Emosinya datar dan dingin. Sebaliknya untuk sebagian yang lain luka itu akan membentuknya tumbuh menjadi pribadi yang keras, kasar, agresif dan penuh pemberontakan.
Sebaliknya, pendekatan yang terlalu permisif juga bisa berdampak negatif terhadap pertumbuhan anak. Dalam banyak kasus anak tersebut akan bertumbuh menjadi seorang yang hidup seenaknya, tidak mau diatur/dipimpin, manajemen pikiran, emosi dan kehendaknya menjadi tidak sehat.
Dalam prinsip Pola Asuh yang seimbang (Harmony Parenting) orang tua menerapkan otoritas dengan tepat -- tanpa harus menjadi otoriter, dan memberikan kasih yang tidak memanjakan (permisif). Sebuah amsal kebijaksanaan mengatakan: "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." Mendidik adalah sebuah upaya yang dilandasi otoritas untuk mengarahkan, memimpin, mengkoreksi, melatih dan mendisiplin.
Orang tua yang bijaksana akan memakai otoritasnya terhadap anak untuk mendidik mereka menuju masa depan yang baik dan benar sesuai dengan jalan hidup yang sudah digariskan oleh Tuhan bagi hidupnya. Namun pemakaian otoritas yang berlebihan akan berubah menjadi otoriter dan melukai anak secara mental, emosi dan kreatifitas. Para orang tua perlu memperhatikan nasihat bijaksana ini: "Janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu." Anak yang terluka hidupnya akan dipenuhi kemarahan dan tawar hati sehingga lebih menyusahkan orang tua di kemudian hari. Ketegasan otoritas harus diimbangi kelembutan kasih sayang; Otoritas yang mendisiplin harus diimbangi dengan kehangatan kasih sayang; Otoritas yang memimpin harus diimbangi dengan suasana aman dan kebebasan untuk berekspresi dan bereksplorasi. Keseimbangan seperti ini akan memberikan gizi yang menyehatkan emosi dan mental anak.
Keseimbangan lainnya yang perlu diperhatikan adalah orang tua secara aktif harus mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang memberikan landasan etika, moral dan akhlak yang diajarkan agama serta menjadi teladan bagi anak-anak dalam hal yang diajarkan. Kegagalan banyak orang tua biasanya dimulai dari hal ini: Mereka tidak melakukan apa yang mereka ajarkan. Orang tua tidak perlu berusaha selalu kelihatan sempurna dan tidak pernah salah di hadapan anak-anaknya. Jadilah orang tua yang 'original' -- pribadi yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Anak-anak perlu melihat bagaimana kita konsisten dengan yang kita ajarkan, bangkit lagi ketika gagal, minta maaf ketika salah, belajar terus untuk memperbaiki dan mengembangkan diri.
Saya banyak berjumpa dengan orang-orang yang bangga dengan orang tuanya yang sederhana, berpendidikan rendah dan status sosial yang biasa-biasa saja. Kebanggaan mereka biasanya terkait dengan keseimbangan yang diberikan orang tuanya dalam mendidik mereka. Mereka menjadi orang-orang yang bahagia, memiliki identitas diri yang positif, kemampuan relasi yang baik dan potensi yang bertumbuh maksimal karena kebutuhan emosional, mental dan spiritual mereka terpenuhi dengan baik. Andapun bisa menjadi orang tua yang dibanggakan anak-anak Anda, mulailah menjadi orang tua yang memiliki keseimbangan.
Salam Sukses dan Bahagia!
Heru Tri Budi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H