Lihat ke Halaman Asli

Heru Tri Budi

pemerhati kesehatan jiwa dan keluarga

Tips Mengelola Kemarahan Tanpa Dosa

Diperbarui: 13 November 2017   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

HERU TRI BUDI/RESTORASI JIWA/ Pernahkah Anda mengalami keadaan seperti ini: darah naik ke kepala, jantung berdetak keras, badan mulai berkeringat, nafas cepat dan tangan Anda terkepal... ini adalah gejala yang menunjukkan kesabaran Anda sudah mulai hilang dan kemarahan mendekat. 

Sebenarnya kemarahan bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan manusia. Semua orang di dalam dunia ini pernah mengalami dan mengetahui apa yang disebut sebagai kemarahan.  Kemarahan dapat dengan mudah dikendalikan pada saat Anda masih dalam tahap mau marah atau belum melampiaskannya.

Ada dua sifat kemarahan dalam diri seseorang, yaitu kemarahan yang bersifat situasional (kondisional) dan  kemarahan yang bersifat substansial.  Jika kemarahan itu bersifat situasional/kondisional maka dia disebut sebagai "orang yang marah", tetapi jika kemarahan itu bersifat substansial dalam diri seseorang maka ia disebut sebagai seorang "pemarah".

Secara umum "orang yang marah" tidak berbeda dengan "pemarah" tetapi dalam konteks khusus terutama yang terkait dengan sifat atau karakternya keduanya sangat berbeda. "Orang yang marah" lebih bersifat alami dan wajar sedangkan "pemarah" lebih menunjuk kepada sesuatu yang bersifat permanen karena orang tersebut biasanya mempunyai hobi marah sehingga dalam banyak situasi yang sebenarnya tidak alasan tepat untuk marahpun ia akan cepat marah.

"Si pemarah menimbulkan pertengkaran, dan orang yang lekas gusar, banyak pelanggaran" adalah kata bijak yang harus diperhatikan oleh seseorang yang memiliki kemarahan substansial yang memiliki hobi marah-marah tanpa alasan yang jelas.

Berdasarkan dua sifat tersebut, sebenarnya ada empat kategori kemarahan yang bisa kita pelajari, yaitu:

Pertama, apa yang kita sebut sebagai "naik darah"  (Harsh anger). Ketika ada  sesuatu atau seseorang yang menjengkelkan, mengecewakan atau apa yang kita harapkan tidak tercapai, ada dorongan dalam diri kita untuk menjadi naik darah. Kesabaran kita menjadi habis dan kemarahan naik ke ubun-ubun.

Ingat prinsip utama mengelola kemarahan: kemarahan akan mudah dikendalikan ketika baru sampai tahap mau marah. Kita akan berlaku lebih bijaksana ketika kita tidak membiarkan "naik darah" menjadi marah sungguhan. Di tahap ini kita bisa mengendalikannya lebih mudah. Raja Daud menuliskan amsal kebijaksanaan  sebagai berikut: "Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana bersabar."

Bagaimana cara mengendalikannya? Yang pertama, Anda perlu mengakui perasaan "naik darah" itu dengan jujur. Tidak perlu menyembunyikan, menekan atau memanipulasinya, jujurlah kepada diri sendiri kalau Anda sedang "naik darah" terhadap sesuatu atau seseorang.

Kejujuran tentang emosi negatif yang sedang mengganggu jiwa adalah langkah yang bijaksana untuk mengelola kemarahan dengan baik. orang yang bijaksana tidak hanya jujur dengan dirinya, tetapi juga menimbang-nimbang apa yang terjadi dengan keteduhan hati:  Mengapa saya menjadi marah? Apakah saya memang perlu marah? Keuntungannya apa kalau saya marah? Kerugiannya apa?   "Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan."

Selain kejujuran dan pertimbangan bijaksana, doa pasti menghasilkan anugerah Tuhan yang membuat Anda bisa menguasai diri sehingga emosi Anda menjadi tenang, bisa memahami, memaafkan dan menerima orang yang telah membuat Anda naik darah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline