Lihat ke Halaman Asli

Heru Sutrisna

Mahasiswa

Negara Belum Maksimal dalam Memberikan Hak Korban Kekerasan Seksual

Diperbarui: 19 Oktober 2022   18:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Diskriminasi dan kekerasan terhadap anak dan perempuan masih terus terjadi di Negara Republik Indonesia kita yang tercinta ini. Hak dan perlindungannya pun masih belum maksimal.

Hasan al zagladi SH.,MH, selaku Dosen Hukum dari Universitas Pamulang, melalui rilisnya mengatakan, pada akhir-akhir ini banyak pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual pada anak-anak. Hal ini bisa dilihat dari pengaduan yang dilakukan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2021 terkait dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Katanya.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, jumlah pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus, aduan tertinggi kasus kejahatan seksual terhadap anak berasal dari jenis anak sebagai korban pencabulan sebanyak 536 kasus (62%), anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan 285 kasus (33%), anak sebagai korban pencabulan sesama jenis 29 kasus (3%), dan anak sebagai korban kekerasan seksual pemerkosaan/persetubuhan sesama jenis 9 kasus (1%). Ungkapnya.

Menurut Dosen Hukum tersebut, dilihat dari sisi pelaku, para pelaku yang melakukan kekerasan fisik atau psikis terhadap korban, umumnya adalah orang yang dikenal oleh korban dan sebagian kecil tidak dikenal oleh korban.

Ia mengatakan, dalam aksinya pelaku cukup variatif, seperti teman korban, tetangga, kenalan korban, orangtua, oknum pendidik atau tenaga kependidikan di satuan pendidikan dan oknum aparat.

Lanjutnya, dari sisi lokasi kasus, kekerasan fisik atau psikis pada anak di Indonesia banyak terjadi di 5 (lima) provinsi di Indonesia, yaitu Provinsi Jawa Barat, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Banten, dan Provinsi Sumatera Utara. Ujarnya.

"Kekerasan seksual pada anak membawa dampak serius bagi aspek pola pikir, perasaan dan emosi anak yang bersifat langsung maupun tertunda. Untuk membantu anak dapat menjalani proses pemulihan yang mendukung tumbuh kembangnya, maka perlu dipenuhi hak restitusi, rehabilitasi dan pemulihan. Ketiga hak ini belum diakomodir secara komprehensif oleh negara." Ujar Hasan Dosen Fakultas Hukum Unpam.

Lanjutnya, dalam pemrosesan kasus kekerasan seksual anak secara hukum sering kali menemui hambatan baik dalam proses pelaporan kasus, proses penyidikan, dan proses peradilan secara keseluruhan. Negara dianggap belum mengakomidir kepentingan korban untuk mendapat keadilan bagi kasusnya.

Dia juga mengungkapkan, sulitnya pemenuhan proses peradilan mulai dari proses yang penuh stigma pada anak, proses hukum yang terlalu lama dan membutuhkan waktu, energi serta materil yang banyak.

"Hal-hal ini juga yang mencegah keluarga dan pihak-pihak pendamping terhambat dalam membawa kasus-kasus kekerasan seksual anak ke proses hukum." Ungkapnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline