Seandainya suasana puasa di bulan ramadan itu hadir setiap harinya, tanpa menunggu hitungan bulan pergantian tahun. Alangkah indahnya kehidupan di jagad ini, dan damai, ketenangan akan hadir dengan sendirinya. Tidak ada permusuhan dan juga tidak ada amarah yang muncul. Semua hati-hati dalam perkataan, maupun sikap tingkah laku kita tetap terjaga dalam doa-doa yang selalu ada didalam setiap kehidupan.
Puasa di bulan ramadan merupakan pelajaran yang sangat berharga, untuk mengukur diri kita itu siapa? Dan sejauh mana sudah melakukan kebaikan, kepedulian terhadap sesama. Tanpa harus memiliki rasa iri dan saling mencurigai meski kita berlainan agama, suku, atau golongan apapun. Semua saling menghormati, saling memberi arti untuk membuat bangunan kokoh kerukunan.
Toh dalam kehidupan ini tidak ada yang abadi dan semua akan berpulang kepangkuan Tuhan. Tidak ada yang istimewa bisa menghirup angin segar selama ratusan tahun. Dan semua apa yang kita miliki akan sirna ditelan berputarnya waktu serta bergantinya hari, bulan, tahun.
Tentunya, sifat diri kita sesungguhnya akan terlihat dalam puasa di bulan ramadan. Karena tidak saja menahan lapar serta minum, namun yang lebih penting sikap pribadi yang dimiliki akan muncul di cermin puasa bulan ramadan. Kita harus membersihkan diri, sebersih cermin yang ada didalam diri. Apakah sudah sempurna menjalankan ibadah puasa di bulan ramadan? Atau hanya sekedar ikut berpuasa, tanpa memahami dengan kesungguhan arti puasa. Semua berpulang pada diri kita masing-masing untuk terus menggenggam makna puasa di bulan ramadan dan terus belajar dari puasa di bulan ramadan untuk dijadikan kehidupan keseharian lebih tenang, mapan. Tanpa harus muncul rasa kebencian terhadap sesama. Jadikan puasa di bulan ramadan untuk pelajaran kehidupan selamanya. Semoga. (heru sudrajat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H