Lihat ke Halaman Asli

Heru Pranata

Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah

Penggunaan Pestisida Sintetik dan Pupuk Kimiawi serta Dampaknya terhadap Lingkungan

Diperbarui: 6 Desember 2020   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENGGUNAAN PESTISIDA SINTETIK DAN PUPUK KIMIAWI SERTA DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN


Indonesia sebagai Negara tropis serta memiliki puluhan gunung berapi sehingga sangat berpotensi dikembangankan pada sector pertanian karena didukung oleh iklim dan tanah yang subur. “sector pertanian mampu mengangkat ekonomi nasional karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang menjanjikan serta sumber daya manusia yang banyak” seperti ujar mentri pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam kuliah umum di Kampus UNM Makassar, 30 November 2020. (di kutip dari: https://www.google.com/amp/s/makassar.tribunnews.com).


Untuk memperoleh hasil produksi yang melimpah, tidak sedikit para petani menggunakan pupuk yang bersifat kimiawi dan pestisida yang bersifat sintetik sebagai jalan pintas untuk mempercepat pertumbuhan serta pengendalian hama pada tanaman mereka. Seperti yang dijelaskan (Kementan, 2011), bahwa pestisida merupakan sejenis bahan kimia yang difungsikan sebagai pemberantas hama baik insekta (serangga), jamur serta gulma. Penggunaannya sudah meluas di tengah masyarakat khususnya dalam bidang pertanian untuk memberantas hama dan penyakit yang berpotensi menurunkan hasil produksi dari tanaman mereka. selain itu, pestisida bahkan digunakan di rumah tangga untuk memberantas nyamuk, kecoa dan serangga jenis lainnya yang mengganggu manusia. Secara nyata kesemuanya dapat menyebabkan keracunan pada manusia belum lagi dampak negatifnya terhadap lingkungan.

Dewasa ini pestisida memang sudah menjadi kebutuhan para petani untuk meningkatkan hasil produksi pertanian mereka. Tidak sedikit pestisida sudah dijadikan sebagai jaminan keberhasilan pertanian mereka dengan untung yang berlipat ganda. Faktor pendorongnya adalah semakin tingginya kebutuhan hidup manusia sehingga segala sesuatu serba cepat dan pasti tanpa berfikir bahwa manusia butuh dengan alam, sedangkan alam tidak butuh dengan manusia.

Sebelum jauh kita menganalisis dampak negatifnya penggunaan pestisida sintetik dan pupuk kimiawi ini pada lingkungan yang akhirnya akan berimbas pada manusia alangkah baiknya penulis membawa pembaca untuk flashback bagaimana kakek nenek kita terdahulu bertani secara tradisional mampu memenuhi kebutuhan tanpa merusak lingkungan.

Objek penelitian kali ini yaitu Kecamatan Sungai Pua Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat. Menurut hasil data BPS Sumatera Barat tentang luas lahan menurut penggunaannya, Kecamatan Sungai pua memiliki lahan seluas 4.429 hektare yang terdiri dari: 773 hektare lahan sawah, 2.151 hektare lahan pertanian bukan sawah, dan 1.505 hektar lahan bukan pertanian seperti pemukiman, jalan, lapangan olah raga, lahan tandus/ berpasir dan lahan non-pertanian lainnya (sumber data: http://langgam.id/data-lahan-kecamatan-sungai-pua-agam/).

Hasil pertanian daerah ini yang terkenal sekarang adalah bawang daun. Seperti yang dikutip dari okezone.com bahwa sungai pua merupakan kecamatan penghasil bawang daun yang diklaim berkualitas super. Hampir setiap harinya 2 ton bawang daun dikirim ke berbagai pasar, baik pasar local maupun daerah lain.  Tidak hanya dipasarkan di Sumatera Barat, tetapi juga sampai  ke Batam, Riau, Bangka, Belitung, Jakarta dan daerah lainnya (sumber: http://www.google.com/amp/s/economy.okezone.com/).

Karena penulis terlahir dilingkungan pedesaan di salah satu Desa di Sungai Pua yang mayoritas penghasilan masyarakatnya bersumber dari sektor pertanian, sedikit banyak penulis mengamati perubahan-perubahan system pertanian di setiap generasi kegenerasi masyarakat di daerah ini.

Sebelum masyarakat mengenal pestisida sintetik atau pupuk kimia, segala macam serangan hama masih dalam ambang batas normal bahkan struktur tanah pun masih bagus tidak terlalu berdampak buruk terhadap pertumbuhan tanaman mereka. Hal ini dikarenakan ekosistem pada lahan pertanian ini masih seimbang, sehingga segala bentuk serangan hama masih bisa terkendali secara alami.

Salah satu bentuk cara/ tindakan yang dilakukan masyarakat dahulunya untuk mengatasi serangan hama pada tanaman mereka adalah memanfaatkan jenis tanaman lain yang mereka amati tidak disukai oleh hama tersebut, jenis tanaman ini mereka tumbuk dan diperas, kemudian disemprotkan pada tanaman yang terkena hama tersebut. Cara ini menurut mereka cukup ampuh karena tidakan ini sifatnya tidak membunuh mikro organisme lain yang perannya sangat penting agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga.

Sedangkan pestisida yang beredar di tengah masyarakat petani sekarang ini kebanyakan bersifat membunuh hama, bahkan membunuh mikro organisme lain yang bukan sebagai sasaran utamanya yang sangat dibutukan keberadaannya. Inilah yang menyebabkan keseimbangan ekosistem tersebut menjadi rusak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline