Sejarah bukanlah hal yang pantas dilupakan, karena dari sejarah kita dapat mengambil pelajaran dari kehidupan masa lalu untuk menjadikan kehidupan masa depan menjadi lebih baik.
Menengok kembali sejarah tentang desa yang hilang di Tanah Lembata, menjadikan kita belajar bagaimana mengerti dan memahami tanda -- tanda yang diberikan oleh alam. Dan, apa yang seharusnya manusia lakukan untuk menyeimbanginya. Apakah sahabat gunungapi setuju dengan hal itu ?
Adalah terkisah sebuah Desa yang ditinggali warga dipesisir pantai Desa Waiteba, Ibu kota kecamatan Atadei, Kabupaten Lembata seperti yang ditulis oleh sergap.id. Pada tengah malam tanggal 19 Juli 1979, sebuah Gunungapi yang bernama Hobal yang berada di bawah permukaan laut tiba -- tiba meletus.
Erupsi yang dasyat ini diikuti dengan gempa bumi serta Tsunami setinggi 50 meter. Pemprov NTT mencatat sekitar 539 orang meninggal dunia, 364 orang hilang, dan yang tersisa 470 orang kehilangan keluarga mereka. Sebenarnya tanda -- tanda akan adanya erupsi Gunung Hobal ini sempat ditulis oleh wartawan bernama Peter Apollonius Rohi.
Tanda -- tanda yang diberikan oleh alam seolah memberikan kita manusia kesempatan untuk mengambil jarak aman akan adanya bencana erupsi Gunungapi.
Apakah sahabat Gunungapi tahu bahwa ternyata Gunung Hobal sendiri tercatat telah meletus sebanyak 4 kali yaitu tahun 1976, 1979, 1983 dan 2013. Lokasi Gunung Hobal ini berdekatan dengan Gunung Ile Werung yang berada di daratan Kabupaten Lembata.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada bulan Oktober 2021, mengirim tim termasuk penulis untuk melakukan instalasi peralatan pemantauan Gunungapi Ile Werung -- Hobal. Untuk sahabat Gunungapi ketahui, peralatan yang kami instal adalah GPS (Global Positioning System) geodetic dual frequency yang akan digunakan untuk memonitoring pergerakan deformasi Gunungapi Ile Werung -- Hobal.
Jadi sahabat Gunungapi, kami (tim instalasi PVMBG) memasang 4 (empat) titik stasiun GPS yang mengelilingi daratan terdekat Gunung Hobal. 4 (empat) titik tersebut kami beri nama CGRP (Stasiun Gunung Gripe), CRAD (Stasiun Radian), CWAR (Stasiun Waibura) dan CHOB (Stasiun Hobal).
Apa saja sih persiapan yang kami lakukan ? kalau sahabat Gunungapi tahu bahwa persiapan ini memakan waktu sekitar 4 hari. Langkah pertama kami merangkai komponen yang akan digunakan untuk solar cell.
Jadi nanti power yang digunakan untuk peralatan menggunakan panas sinar matahari yang di konversi menjadi power supply via solar panel, regulator solar panel dan masuk ke accu untuk mengisi daya. Persiapan selanjutnya membuat kerangka besi tulangan dan pondasi cakar ayam yang akan digunakan untuk mendirikan stasiun.