Lihat ke Halaman Asli

Ibu Sur

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

3.

Ibu Sur

Anak keduaku baru lahir. Istriku meminta untuk ada orang yang membantu mengurus pekerjaan rumah tangga. Kami pun sepakat untuk menerima rewang (pembantu). Setelah meminta tolong bantuan tetangga, ditemukanlah orang yang siap bekerja di rumah kami. Sebut saja ia Sur, seorang ibu beranak dua.

Hari pertama ia datang pagi-pagi. Dan sebelum bekerja ia kami ajak berbincang-bincang sebentar. Dari obrolan sederhana itu, terlontar pertanyaan dariku, “Kenapa Ibu Sur mau bekerja menjadi rewang?”

“Untuk sekolah dua anakku yang sudah duduk di bangku sekolah dasar dan menengah kejuruan, Pak,” jawabnya singkat.

“Memangnya suami Ibu?” tanya istriku.

“Suami saya, ya, bekerja sebagai buruh kayu. Tapi, penghasilannya hanya cukup untuk makan. Untuk biaya sekolah saya harus bekerja. Dan saya sudah bekerja seperti ini lama sejak anak saya masuk bangku sekolah.”

Aku tersentak kaget.

Kini setiap kali aku melihat dia bekerja rajin membersihkan lantai, memasak, mencuci, menyetrika, dan segala pekerjaan lainnya yang dilakukan dari jam delapan sampai jam tiga, aku selalu ingat sekolah anak-anaknya. Aku merasa betapa harga pendidikan di negeri ini sangat mahal.

Menurutkan, harusnya setiap hari Ibu Sur itu di rumah memberi perhatian dan kasih sayang pada anak-anaknya. Tapi, karena pendidikan yang mahal, kini Ibu Sur harus membayarnya dengan keringat dan waktu yang harusnya diisi dengan anak-anak dan suaminya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline