Lihat ke Halaman Asli

Mas Heru

Swasta

Ketika PAN dan Demokrat Tersandera di Koalisi Indonesia Maju

Diperbarui: 11 Agustus 2024   08:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ada fenomena menarik dengan kemunculan gejala politik bendung asal bukan PDIP dan Anies Baswedan kian nyata terjadi. Super body kekuatan qoib betul-betul menjadi ancaman bagi keberlanjutan demokrasi di Indonesia. Diprediksikan jika sebuah peristiwa politik paling kejam dan barbar bakal terjadi kedua kalinya paska Pilpres 2024.

 Namun demikian, proses jegal menjegal terjadi pula dilingkaran Koalisi Indonesia Maju. Inilah yang menjadikan ajang demokrasi langsung ini semakin berlumuran luka dan juga mengalami proses buntu , gagal menuju seleksi para pemimpin yang tidak  cacat legacy politiknya. Pada akhirnya kepentingan politik dan hegemoni politik menjadi supremasi pencapaian politik yang utama.

Pilkada dan Dominasi 4 Parpol

Mengamati konfigurasi politik di Pillkada khususnya di Pulau Jawa, secara parsial kekuatan politik besar didominasi oleh 4 partai politik yakni PDIP, Golkar, PKB dan Gerindra. Setidaknya 4 parpol tersebut mendominasi kekuatan di politik lokal pada pileg 2024 kemarin. Oleh karenanya sangat logis parpol tersebut saling bermain dan berebut menuju kemenangan para calonnya menuju kontestasi Pilkada 2024 nanti.

Sementara kekuatan Poros Koalisi Parpol akan didominasi oleh Koalisi Indonesia Maju yang beranggotakan 4 parpol parlemen yakni PAN, Golkar, Demokrat dan Gerindra. Poros ini berkomitmen melanjutkan kemenagan Pilkada di seluruh Indonesia. Mereka telah sukses mengantarkan Pasangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Dua Koalisi Parpol pengusung Pilpres Anies-Cak Imin serta Ganjar-Mahnud keburu bubar dan bercerai berai sehingga tidak mampu lagi mendukung dan berkoalisi dalam kontestasi Pilkada.

Golkar dan Gerindra Dominan

Area kontestasi Pilkada Jabar dan DKI sudah terjadi polarisasi politik. Pada kenyataanya, Golkar dan Gerindra menjadi pihak yang sedang panen kandidat dan mereka saat ini sedang bersinar benderang. Hegemoni kekuatan politik Partai Golkar dan Partai Gerindra pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten serta DKI tidak bisa dibendung partai politik (parpol) lain yang ada di Koalisi Indonesia Maju (KIM), seperti Partai Amanat Nasional (PAN) maupun Demokrat. Sayangnya PKS yang moncer sebagai bagian pemenang pemilu legislatif tidak mampu menggerek calonnya head to head melawan kandidat dari Golkar atau Gerindra.

PAN dan Demokrat Tersingkir

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dikabarkan telah menugaskan pengusaha jalan tol, Jusuf Hamka alias Babah Alun untuk mendampingi Dedi Mulyadi pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar.
Keputusan dan langkah Golkar membuat PAN gagal mengantarkan kader-kader terbaiknya, yakni Desy Ratnasari dan Bima Arya untuk bertarung di gelanggang Pilkada.

Padahal menurutnya, popularitas dan elektabilitas kedua kader PAN tersebut cukup tinggi dan teruji kemampuannya sebagai pemimpin daerah maupun pimpinan partai di Jawa Barat. Di Jabar PAN gigit jari, pastinya Bima Arya dan Desy kecewa tidak bisa ikut kontestasi Pilkada Jabar.

Memungkinkan peluang Bima Arya masih terbuka jika diduetkan dengan politisi PDIP, Ono Surono atau Ilham Habibie yang diusung Partai Nasdem.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline