Hanya Hukuman Mati Yang Bisa Hentikan Korupsi di Indonesia
Jagat raya media nasional kembali dihebohkan OTT Kepala Daerah. Kali ini Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo mengalami nasib sial,terkena OTT KPK di Jakarta,Kamis (11/08).
Bisa diasumsikan jika perhelatan politik dan kontestasi Pemilu dan Pilkada 2024 akan banyak memicu banyaknya anggota dewan dan pejabat daerah serta kepala daerah akan tertangkap basah pihak berwajib. Pasalnya ,praktek korupsi akan booming dipicu oleh kebutuhan logistik yang sangat besar untuk persiapan rentetan agenda dan kegiatan politik.
Sudah menjadi rahasia umum,sumber keuangan partai berasal dari para anggota dewan dan para kepala daerah. Dua tempat ini menjadi sumber pendapatan tetap dari partai.
Partai dapat menggerakkan dan memobilisir mesin partai berasal dari iuran wajib dan iuran sukarela serta iuran yang didasarkan komitmen khusus.
Partai juga akan mendapatkan kelimpahan rejeki dari sumber APBD yang akan dikelola bersama antara kepala daerah dan akan dimonitor oleh anggota dewan.
Besaran APBD suatu daerah sudah menjadi patokan umum nilai bagi hasil /fee yang akan didapat kepala daerah dan besaran fee yang akan disebarkan ke anggota dewan sesuai perimbangannya bagi bagi kekuasaan dalam koalisi pendukung kepala daerah.
Rupanya kebijakan dan produk hukum sebagai pencegahan dan pengendalian korupsi tetap saja dilanggar. OTT terus terjadi dan banyak memakan korban dan akan semakin menambah daya tampung ruang tahanan KPK dan tahanan lembaga hukum lainnya.
Diprediksikan praktek korupsi semakin meraja menjelang dan sesudah pemilu 2024 nanti.
Mengapa banyak level Kepala Daerah marak terkena OTT KPK ?
Apa yang menjadi argumentasinya sehingga praktek OTT harus sering terjadi? Dan apa solusi efektif memusnahkan praktek korupsi dari budaya kerja dan perilaku tidak terpuji dari Kepala Daerah?