Lihat ke Halaman Asli

Heru Wahyu Prasetya

SD Negeri 018 Tenggarong

Artikel Aksi Nyata Modul 1.4 Penerapan Budaya Positif

Diperbarui: 6 Maret 2023   18:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

1. LATAR BELAKANG

Budaya positif memiliki urgensi dalam membentuk karakter anak . Sekolah sebagai lembaga pendidikan karakter memegang peranan penting dalam pembentukan karakter peserta didiknya. Oleh karena itu , budaya positif harus diciptakan dan diwujudkan di sekolah. mengapa? Memang, kami para guru memiliki tugas untuk membangun komunitas di sekolah kami dan mempersiapkan siswa kami untuk menjadi orang dan anggota masyarakat yang aman dan bahagia . Hal ini sesuai dengan makna dan filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara.

Kesadaran menerapkan disiplin masih didasari oleh motivasi ekstrinsik, dan kebiasaan positif yang diterapkan masih lebih mengutamakan reward and punishment (penghargaan & hukuman) daripada disiplin positif. Peran atau manajemen tersebut bukan pada level manager, tetapi sebagai penghakiman pada murid. 

Pendisiplinan siswa dimulai dengan persepsi dan mengembangkan motivasi intrinsik. Bagaimana disiplin dan budaya positif yang baik yang ada dapat tumbuh dan berkembang menjadi karakter seluruh warga sekolah? budaya positif yang seperti apa yang sekolah perlukan? Sama seperti efektivitas komunikasi dua arah yang dibuat membantu meningkatkan kesadaran siswa, siswa menjadi individu yang berempati dan mengembangkan budaya disiplin yang positif. Adapun latar belakang sekolah saya sebagai berikut:

  • Lokasi SD NEGERI 018 TENGGARONG sangat strategis di tengah kota dekat dengan jalan besar dan ramai
  • Setiap tahunnya banyak sekali siswa yang mencoba peruntungan untuk mendaftar disekolah tersebut, namun karena dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kab. Kukar menerapkan system Zonasi maka hanya siswa yang berada pada radius dan zonasi yang bisa masuk, kecuali lewat jalur: Afirmasi, dan Mutasi itupun presentasinya sudah ditetapkan dikarena system pendaftarannya sudah 6 tahun menggunakan system ONLINE dan 2 tahun terakhir ada opsi (OFLINE & ONLINE)
  • Karena posisi berada di tengah kota maka banyak sekali factor eksternal dan internal yang mempengaruhi tingkah laku sikap pada peserta didik kami, seperti hamper 99% mengenal gawai atau gadget sehingga ini merupakan PR tersendiri dalam Menyusun kesepakatan kelas nantinya.
  • Dari latar belakang pekerjaan orang tua yang beragam dikarenakan terletak di tengah kota dan tepatnya di pusat Kabupaten.

Dalam hal menciptakan budaya kelas yang baik, budaya positif disekolah tidak dapat dilakukan sendirian. Karena itu diperlukan sinergi antar semua warga sekolah secara positif untuk diterapkan. Kebiasaan positif yang mendarah daging dan tertanam di dalam jiwa dan raga. Sehingga budaya tersebut menjadi kekuatan dalam pelaksanaan disiplin sekolah yang positif. Mengapa disiplin positif, karena semua aturan yang berlaku bertujuan untuk membangkitkan disiplin mental berdasarkan kesadaran individu. 

Budaya positif tercipta karena setiap orang yang terlibat memahami pentingnya mengikuti aturan. Karena dibalik segala sesuatu pasti ada konsekuensinya, pembiasaan dimulai dari dalam. Dimulai dari diri sendiri yang ditandai dengan motivasi dari dalam, dimana terbentuk karakter disiplin yang kuat.

Penerapan budaya positif seperti beragama, disiplin dan toleransi antar masyarakat berkaitan dengan nilai-nilai profil pelajar pancasila yaitu:

Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemandirian, berpikir kritis, kreativitas, keberagaman dan gotong royong. Nilai-nilai inilah yang menjadi dasar pembiasaan positif. Ketika kebiasaan itu mulai terbentuk, mudah untuk menumbuhkan generasi siswa yang peka yang berdaya saing global dan kreatif tanpa batas, sambil terus mendorong keragaman dan gotong royong di antara mereka sendiri.

Dalam mengimplementasikan visi sekolah dalam modul-modul sebelumnya dan tindakan nyata, sangat erat kaitannya dengan bagaimana seluruh pemangku kepentingan dalam hal ini seluruh warga sekolah bekerja sama untuk saling menguatkan dan menumbuhkan karakter positif melalui kebiasaan-kebiasaan positif. Ketika kebiasaan itu mengakar dan menjadi karakter individu di sekolah, visi sekolah dengan mudah muncul. 

Begitu juga dengan materi modul sebelumnya, dimana nilai dan peran guru berpusat pada pembelajaran, dengan kerja sama, refleksi, guru akan mudah berinovasi, dan belajar mandiri akan menjadi kebutuhan ketika karakter guru. Mengapa harus berpusat pada siswa karena sesuai dengan refleksi pemikiran pedagogik Ki Hajar Dewantara bahwa belajar adalah bagian darinya. 

Guru adalah keteladanan sebagai pembimbing, di tengah sebagai pendorong dan dibelakangnya sebagai mesin kemajuan pendidikan, yang bermula dari kebutuhan anak didik dan bergerak ke tengah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline