Lihat ke Halaman Asli

Mas, Masihkah Kau Mencintaiku?

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku tak mampu lagi memejamkan mata. Mata dan hatiku sedang tidak se-pikiran dan sekata. Kuputuskan untuk melihat acara televisi yang masih tayang dengan setengah hati. Pikiran ku masih berkutat tentang kamu yang sekarang sedang tertidur pulas di ranjang kami. Izinkan aku nostalgia sebentar dengan kenangan kita yang manis ya sayang ku..

Mas gagah berbaju biru

Itulah pertama kali aku mengenal kamu tiga tahun yang lalu, di acara reuni akbar kampus kami. Ternyata kamu masih senior satu jurusan denganku, namun aku tak sempat mengenal lebih jauh di kampus, karena ketika aku masuk sebagai mahasiswa baru, kamu telah menyandang titel alumni. Tanpa masa perkenalan yang begitu lama, kamu yang sudah memasuki usia menikah segera melamar-ku selepas aku lulus kuliah. Karena di mataku kamu begitu baik, maka aku pun langsung menjawab "Ya" pada lamaran kamu Mas, tentu saja karena aku juga terpikat padamu. Memasuki setahun awal pernikahan semua masih terasa sempurna, Mas menjadi malaikat pelindung bagiku. Karier kamu terus menanjak hingga akhirnya jabatan manajer bisa diraih menjelang pernikahan tahun kedua kita.

Lelaki tampan-ku

Sejak itulah kamu mulai sibuk dengan pekerjaan. Bahkan untuk sekadar berbincang santai sebelum tidur pun susah bila bukan aku yang mengalah dengan menunggu kamu pulang dari kantor. Perlahan lahan tembok pemisah diantara kita tumbuh semakin meninggi, membedakan dunia kita berdua meski raga kita tetap berada di tempat yang sama. Namun apa pun kamu dan bagaimana pun kamu, aku masih tetap istrimu, Mas, yang masih setia menjaga komitmen dan masih tetap bersedia melayani juga mengabdi kepadamu.

Lelaki-ku yang menawan

Hari ini ulang tahun ketiga pernikahan kita Mas. Aku berharap kamu tidak melupakannya lagi. Alarm milikmu bunyi bertepatan dengan suara adzan subuh memanggil. Kamu beringsut bangun dengan menguap lebar sekali. Mengerjapkan mata dan tersenyum tipis kepadaku yang terduduk malas di sofa panjang warna merah yang ada di kamar kita. Aku mengikuti dari belakang bergantian mencuci muka dan sikat gigi, setelah itu mengambil air wudhu. Kamu menjadi imam sholat kita seperti biasa. Setelah salam, kucium tanganmu. Berdoa singkat lalu kamu segera beranjak melakukan rutinitas bersiap-siap pergi ke kantor.

Pria yang Selalu Kucintai

Aku menguap beberapa kali akibat tak tidur semalam. Melihat bayangan wajahku dicermin seperti melihat seorang Panda betina namun yang ini berbadan kurus. Ah, otak ini memang terlalu banyak menanggung beban pikiran. Aku menepuk-nepuk pipiku dan melakukan senam bibir, setidaknya aku harus tetap tersenyum. Meski semakin hari rasanya semakin sulit untuk terus hidup bersamamu, maafkan adikmu ini, yang tak setangguh yang kamu bayangkan.

Mas Radit-ku sayang

Pagi ini kamu meninggalkan rumah hanya dengan memakan dua potong roti isi telur dadar dan segelas teh hangat. Tanpa ada tatapan hangat, obrolan ringan dan gurauan yang membuatku tenang. Kini hanya ada kecupan dingin di kedua pipiku dan ucapan '‘hati-hati di rumah, kalau menulis jangan lupa waktu.’' Setelah itu kamu segera menyalakan mobilmu dan pergi begitu saja tanpa lambaian seperti tahun-tahun sebelumnya. Aku mematung menatap kepergian mobilmu, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Semoga kamu lekas pulang Mas, aku berbalik dan segera menutup pintu.

Suamiku

Adikmu ini memang hanya seorang penulis buku, terkadang ada buku yang diterbitkan terkadang tidak, tak tentu juga pendapatanku sebulan. Apakah aku memang tak menarik lagi dimatamu mas? Apa karena aku hanya seorang penulis maka gairahmu kepadaku berkurang? Mengapa kamu memperlakukan adikmu seperti ini Mas? Mengapa?

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah aku menuju meja kerjaku dan menatap ada kita yang tersenyum bahagia terperangkap dalam pigora. Air mataku meleleh perlahan. Aku merindukan masa itu Mas, masa ketika kamu selalu mau berbagi denganku, selalu berwajah hangat dan tidak mendiamkan aku seperti ini. Aku membuka laptop ingin melanjutkan naskah novel yang dikejar deadline. Lagi-lagi ada kita di layar laptop sedang tersenyum bahagia mengenakan busana pengantin. Ini foto tiga tahun lalu ketika kamu berjanji akan menjagaku selamanya di depan orang tuaku, tapi kenyataannya sekarang apa Mas? Makin tak mampu aku bendung air mata yang makin menetes deras di sela isak tangis. Adik kangen Mas yang dulu, adik kangen itu semua. Adik tidak butuh bergelimang materi. Adik hanya butuh Mas di samping adik, bukan Mas yang sibuk seperti sekarang. Aku menyentuh wajahmu di layar laptop.

Sayang..

Maafkan adik bila adik harus bertanya yang tidak pantas, tapi adik harus melakukannya. Mas, masihkah kamu mencintaiku?

*****

Surabaya 22 Agustus 2014




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline