Sebagai penulis tugas utama saya adalah menulis naskah. Sebagai editor tugas utama saya adalah mengedit atau menyunting naskah. Kedua tugas tersebut dapat berjalan beriringan dan merupakan pekerjaan yang sangat menyenangkan. Dalam proses menulis maupun mengedit tersebut ada satu hal penting yang harus saya laksanakan, yaitu memperbaiki naskah.
Di sinilah saya berjumpa dengan satu filosofi ini: perbaiki, perbaiki, dan perbaiki (3P). Untuk memudahkannya, saya sebut saja sebagai Filosofi 3P. Perbaikan yang biasa saya lakukan adalah memperbaiki salah ketik (saltik), salah penempatan kata, memperbaiki kalimat hingga paragraf.
Beberapa perbaikan lainnya selama proses menulis maupun menyunting naskah tidak perlu saya sebutkan, agar tulisan saya ini tidak terlalu panjang dan menjemukan jika Anda baca.
Saya hanya ingin mempertegas bahwa proses perbaikan itu tidak selamanya mudah. Proses perbaikan itu juga membutuhkan waktu, yang kadang cepat, kadang lama. Apalagi jika "kerusakan" naskah terlalu parah dan membutuhkan waktu, pikiran, serta perhatian khusus. Jika tidak dilandasi kesabaran dan ketangguhan dalam proses perbaikan maka akan banyak kerusakan atau kekurangan naskah lolos begitu saja, tidak terdeteksi.
Makna yang bisa saya ambil adalah, ketika saya ingin suatu perbaikan, banyak hal saya perlukan. Saya membutuhkan kecerdasan untuk menguasai persoalan. Jika saya menyunting naskah maka saya harus punya ilmu tata bahasa. Jika saya ingin memperbaiki kualitas tulisan saya sendiri maka saya harus punya kecerdasan dalam mencari bahan tulisan. Itu sedikit contoh yang dapat saya sebutkan.
Hal lain yang saya perlukan adalah kesabaran, kedisiplinan dalam memanfaatkan waktu, dan tidak mudah menyerah. Karena suatu perbaikan itu kadang sangat sulit dilakukan maka saya membutuhkan semangat bertarung yang tinggi. Tujuannya sangat jelas, yaitu agar saya dapat menaklukkan naskah yang banyak kekurangannya itu dan mengubahnya menjadi naskah yang baik, layak baca.
Perbaikan naskah, baik itu yang saya tulis sendiri maupun tulisan orang lain, bisa saya ibaratkan sebagai perbaikan diri sendiri. Jika saya tidak bisa memperbaiki diri maka saya yang kemarin, saya yang hari ini, dan saya yang akan datang, tidak akan mengalami perubahan.
Stagnan, mandek! Statis, tidak berkembang. Perbaikan diri merupakan suatu proses yang menjadikan diri saya bisa meningkatkan kualitas, agar saya di masa lalu berbeda dengan saya di masa kini. Ada mutu diri yang berubah, ada perenungan batin maupun pikiran yang diwujudkan dalam tindakan nyata; setahap demi setahap.
Seperti halnya ketika saya memperbaiki salah ketik atau salah penempatan kata, tidak bisa dilakukan seketika. Harus ada proses pembacaan naskah yang baik; demikian pun saya harus mampu membaca diri saya sendiri untuk menemukan kekurangan atau kerusakan yang ada di dalam diri.
Pepatah bijak mengatakan, "Orang yang tidak mau memperbaiki diri tidak akan bisa memperbaiki orang lain." Bermula dari diri sendiri lalu beranjak selangkah demi selangkah memperbaiki orang lain. Itu bisa dilakukan, misalnya, melalui tulisan demi tulisan inspiratif yang saya buat.