Lihat ke Halaman Asli

Atasan Seperti Ini Dibutuhkan di Masa Pandemi

Diperbarui: 29 September 2020   06:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Wajah dunia kerja berubah drastis di masa pandemi Covid-19. Bekerja di rumah, misalnya, menjadi tren saat ini, berkebalikan dengan masa sebelum corona. Sebelumnya, bekerja di rumah seakan tak dianggap, dilirik pun tidak. Rapat daring yang menggunakan aplikasi meeting dengan sambungan internet juga makin digemari. Peserta rapatnya bisa berinteraksi dari mana saja, terutama di rumah.

Itu sekelumit contoh dunia kerja saat ini. Ada yang harus banyak bekerja di rumah, namun tetap juga masih ada yang harus ngantor. Dengan kata lain, beberapa sektor atau bidang pekerjaan masih mewajibkan para pekerjanya meninggalkan rumah, berangkat menuju tempat kerja.

Seperti pagi ini, misalnya. Rutinitas yang saya jalani, sederhana saja, mengantar istri menuju stasiun kereta. Berangkat kerja di pagi-pagi buta dan sehabis kerja sampai rumah sudah beranjak malam. Namun, bukan itu yang ingin saya kisahkan.

Saya teringat cerita istri saya tadi malam. Atasannya mewajibkan kembali semua karyawan untuk suntik vitamin C, awal bulan depan (Oktober). Suntik pertama di awal bulan ini (September). Itu dilakukan untuk melindungi semua pekerja di kantor tersebut dari serangan Covid-19. Terutama untuk menjaga imunitas tubuh.

Denger-denger, nih, sekali suntik biayanya Rp250.000. Sang atasan tidak tinggal diam. Dari kocek pribadinya, ia mengeluarkan uang Rp150.000 untuk menyubsidi suntik vitamin tersebut, sedangkan semua bawahannya, masing-masing membayar Rp100.000. Andaikan saja jumlah pekerja di kantor istri saya 50 orang, maka bisa kita hitung, uang yang dikeluarkan dari kantong pribadi sang atasan sebesar Rp150.000 x 50 = Rp7.500.000.

Suntik vitamin tersebut dilakukan tiap bulan. Belum lagi, sang atasan juga menyuplai tablet vitamin untuk masing-masing bawahannya. Selain itu, pemberian masker tidak terlewatkan. Pengaturan jadwal piket atau jam kerja juga dilakukan memperhatikan protokol kesehatan. Pada hari-hari tertentu juga akan dilakukan acara makan buah bersama. 

Selama anak-anak mengikuti ujian tengah semester (UTS), atasan istri saya mengatakan, "Untuk yang menemani anak-anak ujian di rumah, boleh izin tidak masuk kerja. Diatur saja dengan baik." Nah, untuk karyawan yang punya bayi atau anak kecil yang masih sangat membutuhkan perawatan, diberi tambahan satu hari libur.

Saya pernah bekerja kantoran, tapi belum pernah bertemu dengan atasan yang kepeduliannya berada di level tingkat tinggi seperti ini. Apalagi kalau berkaitan dengan urusan duit. Merogoh kocek pribadi demi bawahannya? Yang ada adalah menggunakan uang kantor, bukan uang pribadi.

Begitu pun dengan masalah lainnya yang dihadapi bawahan. Tidak ada tindakan yang bisa membuat saya kagum. Hanya standar-standar saja. Maka begitu mendapatkan cerita dari istri tentang apa yang dilakukan atasannya, saya pun berkata lirih dalam hati, "Ini atasan yang langka. Tidak setiap tempat kerja memilikinya!"

Kepedulian terhadap bawahannya. Memahami kesulitan yang dirasakan anak buah, baik itu dari segi ekonomi maupun kesehatan, ditunjukkan dengan tindakan nyata. Namun, di sisi lain, ia juga tegas dalam bersikap. Jika bawahannya melakukan kesalahan, ia menegurnya, memberi peringatan, bahkan sesekali menunjukkan kemarahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline